Populisme Otoritarian di Balik Kebijakan Pembangunan Perumahan Rakyat, Benarkah?

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Oleh: Hessy Elviyah, S.S.
Kontributor Tetap CemerlangMedia.Com

Pemenuhan kebutuhan dasar rakyat adalah tanggung jawab negara. Populisme otoritarian yang mengesampingkan keadilan dan partisipasi rakyat dalam membangun rumah, jelas bertentangan dengan nilai-nilai Islam.

CemerlangMedia.Com— Barisan panjang rakyat untuk mendapatkan rumah layak mewarnai hiruk-pikuk pembangunan nasional. Kebijakan pemerintah ini digadang-gadang sebagai upaya mengentaskan kemiskinan dan simbol negara dalam memperhatikan rakyat miskin.

Namun, langkah tersebut perlu dikritisi. Apakah dengan kebijakan ini kesejahteraan sosial akan tercipta atau justru mendidik rakyat bermental lemah dengan hanya mengharap belas kasihan orang lain, termasuk negara? Apakah benar upaya ini murni untuk menyejahterakan rakyat ataukah hanya sekadar manuver populisme otoritarian yang memperkuat kendali kekuasaan?

Dalam statistik pemerintah yang diungkapkan oleh Ketua Satgas Perumahan Hashim Djojohadikusumo, ada 11 juta keluarga yang antre untuk mendapatkan rumah layak huni. Dari sumber ini pula diketahui bahwa ada 27 juta keluarga yang tinggal di rumah tidak layak huni (Finance.detik.com, 4-12-2024).

Antrean mengular ini merupakan dampak dari salah satu program strategis pemerintah, yakni pembangunan 3 juta rumah tiap tahun. Ini bertujuan untuk menciptakan hunian layak bagi masyarakat, khususnya mereka yang berpenghasilan rendah. Program ini dianggap sebagai mesin pendongkrak utama pertumbuhan ekonomi sekaligus sebagai dukungan terhadap industri terkait (Tempo,1-12-2024).

Wajar rakyat menjadi antusias mengantre. Pasalnya, hari ini, untuk memiliki rumah layak huni sangat sulit, terutama di lokasi strategis. Hal ini lantaran tata kelola perumahan yang diatur oleh sistem kapitalisme.

Populisme Otoritarian dalam Kapitalisme

Program pembangunan rumah layak huni seolah pro rakyat. Namun, tetap saja, dalam program yang tampak pro rakyat ini, negara sering kali menggandeng perusahaan besar (pengembang) untuk melaksanakan proyek tersebut. Jika pengembang sudah ikut “bermain”, asas untung rugi menjadi prioritasnya.

Dalam sistem kapitalisme, negara menjadi alat untuk mempertahankan kepentingan kaum kapitalis. Dalam konteks proyek perumahan layak huni, perusahaan besar yang digandeng pemerintah sering kali mendikte harga dan kualitas.

Ironinya, pemerintah sering kali bekerja sama dengan perusahaan besar. Alih-alih mendukung koperasi atau komunitas lokal dalam proyek pengadaan rumah layak huni ini, pemerintah justru jarang sekali memberdayakan masyarakat secara langsung. Inilah kekejaman sistem kapitalisme, negara hanya bertindak sebagai makelar yang banyak menguntungkan kaum kapitalis.

Selain itu, progam perumahan murah sering kali menggeser rakyat miskin—yang menjadi target program—ke pinggiran kota. Hal ini menyebabkan mereka jauh dari pusat kota atau dari fasilitas utama yang bertengger di kota. Ini mendukung ekspansi kaum kapitalis dengan menciptakan pasar baru di area tersebut.

Selain itu, sistem kapitalisme memandang rumah sebagai komoditas, bukan sebagai kebutuhan dasar rakyat. Program rumah layak huni juga tidak dapat menyelesaikan masalah struktural, seperti spekulasi harga tanah dan kurangnya kontrol terhadap harga properti.

Benarkah Populisme Otoritarian?

Progam yang tampak pro rakyat, seperti kebijakan pembangunan rumah layak huni sering kali dirancang untuk menarik simpati rakyat, padahal program ini hanyalah solusi pragmatis tanpa memberikan solusi jangka panjang terhadap krisis perumahan. Lebih jauh, program semacam ini juga bisa digunakan untuk membangun loyalitas politik, yakni rakyat merasa berutang budi kepada pemerintah. Hal ini juga dapat mengurangi resistensi atau sifat kritis masyarakat terhadap kebijakan lain yang mungkin lebih represif.

Bukan hanya itu, program ini dapat melanggengkan ketimpangan lantaran program ini tidak menyolusi akar permasalahan, seperti akses tanah yang adil atau re-distribusi kekayaan. Alhasil, kebijakan ini melestarikan sistem kapitalisme yang tidak seimbang.

Dengan demikian, program pembangunan rumah layak huni ini bisa disebut populisme otoritarian karena digunakan untuk tujuan politik, bukan sebagai solusi hakiki terhadap krisis perumahan. Selain itu, progam ini menguntungkan kaum kapitalis (pengembang). Kaum kapitalis mendapatkan keuntungan yang besar dalam proyek ini, sementara masalah mendasar, seperti akses tanah dan harga properti yang selangit tetap tidak terselesaikan.

Ditambah lagi, program semacam ini dapat menyebabkan ketergantungan masyarakat terhadap negara. Ini menunjukkan bahwa hal tersebut bukan solusi terhadap krisis perumahan, tetapi menambah persoalan baru di negeri ini.

Solusi Hakiki Hanya Islam

Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok sehingga harus dipenuhi secara optimal oleh negara. Memiliki rumah layak huni bukan hanya tanggung jawab individu rakyat, melainkan juga menjadi tanggung jawab negara sebagai raain (pelayan) rakyat.

Islam memandang rumah sebagai tempat perlindungan dan ketenangan, sebagaimana firman Allah Swt. dalam surah An Nahl, “Dan Allah menjadikan rumah-rumah bagimu sebagai tempat tinggal.” (QS An Nahl: 80).

Selain itu, Islam memandang rumah sebagai sarana menjaga keluarga dan kehormatan. Rumah menjadi tempat menjaga privasi sesuai dengan syariat Islam. Dalam Islam, kehormatan dan privasi harus terjaga dengan baik, sebagaimana firman Allah Swt.,
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu agar kamu (selalu) ingat.” (QS An Nur: 27).

Lebih jauh, dalam konsep negara Islam. Negara bertanggung jawab atas pemenuhan kebutuhan rakyat, termasuk perumahan. Negara wajib mengatur sistem ekonomi yang berkeadilan (sistem ekonomi Islam) untuk menjamin setiap individu mempunyai akses agar memiliki rumah layak huni.

Sementara itu, populisme otoritarian (kebijakan yang memanfaatkan retorika pro rakyat untuk menciptakan kebijakan yang terkadang memaksa/otoritatif) dalam Islam tereleminasi. Segala kebijakan, termasuk menyediakan rumah layak huni bertujuan untuk menyejahterakan rakyat, bukan hanya mengejar popularitas penguasa semata.

Dengan demikian, pemenuhan kebutuhan dasar rakyat adalah tanggung jawab negara sebagai konsekuensi penerapan syariat Islam secara kafah. Populisme otoritarian yang mengesampingkan keadilan dan partisipasi rakyat dalam membangun rumah, jelas bertentangan dengan nilai-nilai Islam.

Khatimah

Pemenuhan kebutuhan rakyat akan terpenuhi jika Islam dijadikan pedoman dalam hidup dan dijadikan aturan dalam bernegara. Populisme otoritarian tidak akan tercipta karena pemimpin dalam negara yang menerapkan sistem Islam mengharapkan rida Allah dalam mengurus rakyat, bukan mengejar popularitas. Wallahu a’lam. [CM/NA]

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : [email protected]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *