Predator Anak Kian Marak, Akibat Sistem Sekuler yang Rusak

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Oleh: Dewi Putri Handayani, S.Pd.

Negara Islam akan memberikan sanksi tegas kepada siapa pun yang melakukan pelanggaran. Adapun hukuman bagi predator anak, khususnya dalam kasus liwath (sodomi) adalah hukuman mati. Jika seseorang yang sudah balig melakukan liwath dengan orang balig lainnya, kedua orang tersebut harus dibunuh.

CemerlangMedia.Com — Kasus predator anak kembali terungkap di Panti Asuhan Darussalam Annur. Kasus ini merupakan tragedi yang sangat mengerikan dan menyedihkan.

Dilansir dari detik.com, kasus kekerasan s3ksual terhadap anak yang terjadi di Panti Asuhan Darussalam Annur di Kunciran Indah, Kota Tangerang berawal dari tersangka S sebagai ketua yayasan yang mencabuli YB saat masih berusia anak-anak. YB kini juga ditetapkan sebagai pelaku (8-10-2024).

Mirisnya, panti asuhan ini telah beroperasi selama 18 tahun tanpa izin pendirian yayasan. Pelaku predator anak yang ditetapkan oleh polisi merupakan ketua yayasan serta dua orang pengasuh yayasan tersebut. Tidak tanggung-tanggung, korban yang terdata oleh KPAI sebanyak 30 orang, dan masih ada 22 orang lagi yang terindikasi menjadi korban.

Maraknya predator anak yang terjadi saat ini mencerminkan masalah besar dalam sistem perlindungan anak oleh negara. Negara yang seharusnya melindungi anak-anak, justru menjadi tempat berbahaya bagi mereka. Mengapa hal ini bisa terjadi?

Faktor Penyebab Maraknya Predator Anak

Maraknya kasus predator anak saat ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah penerapan sistem sekuler yang rusak. Sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan menyebabkan lemahnya keimanan individu masyarakat serta buruknya standar interaksi di tengah masyarakat sehingga tidak ada lagi kontrol sosial.

Negara yang menerapkan sistem sekuler dan menjamin kebebasan membuka pintu selebar-lebarnya bagi predator anak untuk melakukan aksinya. Melalui kemajuan teknologi dan media sosial yang mempertontonkan hal-hal yang tidak bermanfaat, para predator makin mudah mendekati anak-anak tanpa terdeteksi. Anak-anak yang tidak sadar akan risiko dunia maya menjadi sasaran empuk bagi pelaku.

Selain itu, kurangnya pengawasan orang tua karena kesibukan sehari-hari yang mengharuskan para ibu ikut mencari nafkah menjadi faktor penyebab lainnya. Akibat impitan ekonomi yang kian sulit, tugas utama ibu sebagai pendidik pertama bagi anak pun terabaikan.

Begitu juga dengan lingkungan masyarakat yang teracuni oleh paham sekuler liberal sehingga standar kebahagiaan hanya sebatas materi dan kepuasan hawa nafsu . Perilaku maksiat yang melanggar aturan Allah pun dianggap hal biasa. Akibatnya, predator anak memanfaatkan kondisi ini untuk mendekati para korban dan melakukan aksi bejatnya.

Terlebih lagi, sanksi hukum untuk para pelaku cenderung ringan, seperti kasus predator anak di Panti Asuhan Darussalam, pelaku hanya dihukum 15 tahun penjara. Hukuman ini jelas tidak sebanding dengan perbuatan mereka dan tidak mampu menimbulkan efek jera bagi pelaku maupun calon pelaku lainnya.

Negara memang menunjukkan keprihatinan terhadap maraknya kasus predator anak ini. Ini terlihat dari salah satu solusi yang ditawarkan oleh negara, yakni penerbitan Perpres No. 101/2002 tentang Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan terhadap Anak (Stranas PKTA). Selain itu, negara juga menawarkan solusi dengan menggunakan undang-undang TPKS untuk memperkuat perlindungan hukum, mempercepat proses hukum bagi pelaku, serta memberikan perlindungan bagi korban.

Namun, pada faktanya, solusi yang ditawarkan oleh negara hingga saat ini belum mampu menyelesaikan persoalan predator anak. Bahkan, undang-undang tidak mampu memberikan efek jera bagi pelaku predator anak. Undang-undang ini hanya mampu melindungi para korban, tetapi gagal mencegah munculnya predator baru.

Negara yang menerapkan sistem sekuler liberal tentu akan menerapkan sistem pendidikan liberal juga. Sistem pendidikan ini membentuk generasi yang bebas serta materialistik. Atas dasar kebebasan ini juga, negara membiarkan media sosial menayangkan hal-hal yang tidak pantas dan memicu siapa saja untuk memuaskan naluri s3ksual dengan cara apa pun. Akibatnya, menyelesaikan persoalan predator anak adalah mimpi belaka.

Solusi Tuntas Masalah Predator Anak

Negara yang menerapkan sistem sekuler liberal yang lahir dari pemikiran manusia, jelas tidak mampu menyelesaikan persoalan ini. Oleh karena itu, kita membutuhkan negara yang menerapkan sistem Islam secara kafah karena sejatinya, persoalan manusia hanya akan mampu dituntaskan dengan solusi yang ditawarkan oleh Pencipta manusia itu sendiri, yakni Allah Swt., termasuk masalah predator anak ini.

Negara yang menerapkan sistem Islam secara kafah akan menerapkan sistem pendidikan berbasis Islam. Pendidikan Islam akan membentuk generasi yang memiliki pemikiran dan kepribadian Islam. Negara Islam juga akan mengontrol media sehingga hal-hal yang berbau pornografi dan yang melanggar syariat Islam tidak akan diberikan tempat di media sosial mana pun.

Selain itu, negara juga akan mendorong seluruh masyarakat untuk senantiasa melakukan amar makruf nahi mungkar kepada siapa saja. Oleh karenanya, kemaksiatan sekecil apa pun yang tampak dalam kehidupan masyarakat akan mendapat perhatian untuk dinasihati atau dilaporkan kepada pihak yang berwenang. Masyarakat juga akan terbiasa hidup dalam ketaatan sehingga pikiran untuk berbuat maksiat jauh dari mereka.

Negara Islam juga akan memberikan sanksi tegas kepada siapa pun yang melakukan pelanggaran. Adapun hukuman untuk predator anak, khususnya dalam kasus liwath (sodomi) adalah hukuman mati. Jika seseorang yang sudah balig melakukan liwath dengan orang balig lainnya, kedua orang tersebut harus dibunuh. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw.,

“Barang siapa yang mengetahui ada yang melakukan perbuatan liwath (sodomi) sebagaimana yang dilakukan oleh kaum Luth, maka bunuhlah kedua pasangan liwath tersebut.” (HR Abu Daud no. 4462, At-Tirmidzi no. 1456, dan Ibnu Majah no. 2561, hadis Ibnu ‘Abbas).

Bahkan, dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa Ali bin Abi Thalib pernah berkehendak untuk membakar para pelaku liwath ini, tetapi diurungkannya karena dalam Islam diharamkan menghukum manusia dengan api. Akhirnya, Sayyidina Ali menghukum dengan melemparkan mereka dari tempat yang tinggi.

Dengan penerapan sistem Islam secara kafah, negara akan mampu memberikan perlindungan serta keamanan terhadap anak-anak. Hanya dalam naungan sistem Islamlah masyarakat bisa bersih dari para predator anak. [CM/NA]

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *