Oleh: Dini Al Ayyubi
Umat butuh sebuah perubahan nyata yang mencabut permasalahan dari akarnya. Fakta menunjukkan, hingga saat ini, belum ada sistem yang bisa membawa angin segar bagi para guru, selain sistem Islam.
CemerlangMedia.Com — Sejak 1994, UNESCO telah menetapkan World’s Teacher Day pada 5 Oktober. Peringatan tahun ini mengusung tema ‘Valuing teacher voices: towards a new social contract for education (menghargai suara guru: menuju kontrak sosial baru untuk pendidikan)’. Tema ersebut diangkat dengan tujuan agar suara, opini, atau perspektif para guru lebih didengar dan dihargai karena sejatinya, guru memegang peran penting bagi keberlanjutan generasi emas (kompas.com, 05-10-2024).
Peringatan Hari Guru Sedunia sudah dilangsungkan selama 31 tahun dengan tema yang berbeda-beda sebagai harapan, baik untuk guru maupun dunia pendidikan. Namun ternyata, realita yang bisa diindra mengatakan sebaliknya dan harapan pun hanya sebatas angan.
Problematika Guru di Dunia Sekuler
Profesi guru kian tidak diminati oleh generasi muda, sebab minim gaji, jaminan kesejahteraan tidak sebanding dengan pekerjaan yang berat, serta banyak pekerjaan baru yang lebih menjamin hidup mereka. Mengingat bahwa tekanan hidup saat ini makin mencekik generasi muda, maka tidak heran rating peminat profesi ini turun drastis.
Selain minim gaji, pekerjaan guru juga dianggap minim apresiasi. Opini masyarakat tentang pekerjaan guru sekarang hanya sebatas faktor produksi atau sebatas tenaga kerja yang menghasilkan dan menyiapkan tenaga kerja baru, tidak lebih. Sementara profesi guru sangat mulia. Pasalnya, di tangan gurulah masa depan generasi sedang ditata dalam berbagai aspek.
Tidak hanya itu, problematika pada profesi guru tidak hanya pada masalah eksternal, tetapi juga ada pada individu gurunya sendiri. Kualitas seorang pengajar hari ini menurun karena kebanyakan dari mahasiswa terpaksa mengambil jurusan pendidikan, sebab gagal pada pilihan pertama mereka.
Selain itu, Indonesia sedang krisis jumlah guru. Ini terlihat dari banyaknya sekolah yang kekurangan guru dan pemerintah masih mencoba beberapa skema rekrutmen untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Oleh karenanya, pemerintah masih memutar otak untuk mempercepat rekrutmen guru, terutama untuk daerah pelosok.
Problem-problem di atas ini pun akhirnya merembet pada tidak profesionalnya guru dalam mengajar. Stressor yang ditanggung guru sangatlah berat, ditambah lagi jika membahas tentang anak didik hari ini, sangat liar dan susah diatur. Akhirnya, hal-hal yang tidak diinginkan pun terjadi dalam lingkungan sekolah, seperti pelecehan s3ksual, kekerasan/bullying, hingga meregangnya nyawa murid.
Inilah potret dunia pendidikan berdasarkan tata kelola sistem sekuler kapitalisme, yaitu sistem yang memisahkan agama dari kehidupan dan hanya menuhankan materi. Calon pekerja lebih menomorsatukan pendapatan yang tinggi daripada memilih profesi mulia seperti guru.
Krisis guru berkualitas dan kekerasan di dunia pendidikan yang makin menjangkit adalah hasil dari sistem yang kejam yang ada saat ini. Sementara pemerintah tidak memberikan solusi yang solutif. Bertahun-tahun memeriahkan hari guru, tetapi kesejahteraan makin sirna. Miris sekali.
Islam adalah Harapan yang Tepat
Sistem sekuler kapitalisme selamanya akan merusak tata kelola kehidupan. Oleh karenanya, umat butuh sebuah perubahan nyata yang mencabut permasalahan dari akarnya. Fakta menunjukkan, hingga saat ini, belum ada sistem yang bisa membawa angin segar bagi para guru, selain sistem Islam. Mengapa begitu?
Pertama, Islam sangatlah memuliakan profesi guru. Buktinya ada pada sejarah Islam terdahulu, yakni pada masa kekhalifahan, guru diberi gaji fantastis, yaitu 15 dinar atau setara dengan 82 juta sebulan. Tidak hanya itu, guru juga diberikan kedudukan dan derajat tinggi di dunia. Dengan ini, generasi yang siap bekerja akan berbondong-bondong untuk menjadi guru. Walaupun gajinya tidak senilai 82 juta, tetapi setidaknya sebanding dengan lelah dan bebannya.
“Di Madinah ada tiga tenaga pengajar yang mengajari anak-anak kecil. Khalifah Umar bin Khattab ra. memberi mereka upah masing-masing 15 dinar perbulan.” (HR Ibn Abi Syaibah) (Kitab Nidzom Al Iqtishodi, Syaikh Taqiyyudin An-Nabhani).
Kedua, Islam memiliki sistem pendidikan berkualitas, seperti kurikulum, fasilitas sekolah, lingkungan, serta memberikan pemahaman kepada wali murid bahwa peran pendidik bukan diserahkan seutuhnya kepada guru. Dengan demikian, tidak akan ada lagi guru yang merasa menjadi single fighter karena peran ini selalu di-support penuh oleh negara.
Ketiga, Islam pun akan mengharuskan calon guru terverifikasi memiliki kualitas terbaik yang bersyahsiah islamiah. Sebab, Islam menganggap bahwa guru adalah profesi yang menanggung beban dunia dan akhirat yang berat, maka calon guru akan disiapkan secara matang agar mereka dapat menjalankan amanahnya dengan benar.
Terakhir, masyarakat yang hidup di bawah naungan Islam akan berakidah Islam pula, tidak terkecuali para gurunya. Ketika telah berislam dengan kafah, maka masyarakat termasuk, orang tua, pendidik, serta peserta didik akan bersyahsiah Islam. Alhasil, selain guru merasa dihargai, tentunya akan membawa keberkahan ilmu.
“Barang siapa memuliakan orang alim (guru), maka ia memuliakan aku. Dan barang siapa memuliakan aku, maka ia memuliakan Allah. Dan barang siapa memuliakan Allah, maka tempat kembalinya adalah surga.” (Kitab Lubabul Hadits).
Demikianlah bagaimana Islam memperlakukan seorang guru dalam dunia pendidikan. Hanya Islam yang mampu mengentaskan problem krisis guru dan juga pada kasus-kasus yang menyesakkan hati hari ini. Hanya Islamlah solusi hakiki dan mampu memperbaiki permasalahan dunia pendidikan, mulai dari mengubah sistem dan mindset masyarakat. Wallahu a’lam bisshawwab. [CM/NA]