Oleh: Neni Nurlaelasari
(Kontributor Tetap CemerlangMedia.Com)
Negara dalam sistem Islam bertanggung jawab menyejahterakan rakyatnya, seperti memberikan pendidikan gratis, kesehatan gratis, menjaga stabilitas pangan agar terjangkau, hingga memberikan fasilitas umum lainnya untuk rakyat.
CemerlangMedia.Com — Setiap warga negara berharap mendapatkan pekerjaan yang layak. Namun, sulitnya mendapatkan pekerjaan di Indonesia membuat para pencari kerja tergiur untuk bekerja di luar negeri. Iming-iming upah besar membuat mereka terdorong untuk mengubah kondisi perekonomian keluarga. Sayangnya, tidak sedikit dari para pencari kerja yang akhirnya terjebak dalam tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Warga Sukabumi yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Myawaddy, Myanmar berjumlah sebelas orang. Ketua DPC Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Sukabumi Jejen Nurjanah menyatakan, sebelas korban disekap oleh jaringan TPPO. Mereka meminta tebusan sebanyak Rp550 juta untuk kesebelas korban yang disekap (Tirto.id, 15-09-2024).
Masalah Sistemik
Permasalahan TPPO yang terus terulang menandakan bahwa hal ini merupakan permasalahan sistemik. Pada umumnya, alasan para pencari kerja yang memilih untuk bekerja di luar negeri disebabkan sulitnya kondisi ekonomi keluarga. Ini terjadi lantaran mahalnya harga kebutuhan pokok yang membuat biaya hidup makin tinggi. Selain itu, sempitnya lapangan pekerjaan di Indonesia membuat mereka melirik pekerjaan yang ditawarkan di negeri lain.
Di sisi lain, perbedaan upah yang jauh lebih besar menyebabkan mereka makin terdorong untuk bekerja di luar negeri. Mirisnya, minimnya edukasi yang diberikan kepada masyarakat membuat para pencari kerja tidak mengetahui lembaga mana yang resmi sebagai penyalur tenaga kerja. Selain itu, rendahnya tingkat pendidikan pun membuat calon tenaga kerja mudah tertipu oleh oknum perdagangan manusia.
Sementara itu, lahirnya oknum-oknum penipu TPPO tidak lepas dari penerapan sistem sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan. Akibatnya, para oknum penipu ini menghalalkan segala cara dalam mendapatkan keuntungan materi, termasuk menipu para calon pekerja.
Di sisi lain, peran negara dalam menuntaskan permasalahan ini tampaknya belum maksimal. Ini terjadi akibat penerapan sistem kapitalisme di negeri ini. Sistem yang menghalalkan sumber daya alam dikuasai oleh swasta maupun asing membuat negara tidak mampu menyejahterakan rakyatnya. Selain itu, ketidakmampuan negara dalam menciptakan lapangan pekerjaan yang memadai membuat rakyat berbondong-bondong tergiur bekerja di luar negeri.
Di sisi lain, cara pandang negara dalam sistem kapitalisme menjadikan aspek untung rugi sebagai pijakan dalam melayani rakyat. Ini terbukti dengan minimnya subsidi yang diberikan, naiknya pajak, hingga naiknya harga kebutuhan pokok di tengah sedikitnya lapangan pekerjaan yang ada.
Bahkan, dalam kapitalisme, para tenaga kerja di luar negeri merupakan salah satu penyumbang devisa bagi negara yang memberikan keuntungan. Selain itu, lemahnya penerapan sanksi bagi para pelaku penipuan perdagangan manusia pun tidak membuat para oknum jera. Oleh karena itu, tidak heran jika kasus TPPO ini terus terulang.
Islam Solusi Tuntas Atasi TPPO
Berbeda dengan sistem kapitalisme, sistem Islam memperhatikan dan melindungi manusia. Dalam Islam, tindak pidana perdagangan orang (TPPO) hukumnya haram. Sebab, pada masa kini, orang yang menjadi korban TPPO adalah manusia merdeka. Ini sebagaimana hadis qudsi, Rasulullah saw. bersabda,
“Allah Azza wa Jalla berfirman, ‘Tiga golongan yang Aku akan menjadi musuh mereka di hari kiamat. Pertama, seorang yang bersumpah atas nama-Ku lalu ia tidak menepatinya. Kedua, seseorang yang menjual manusia merdeka dan memakan hasil penjualannya. Ketiga, seseorang yang menyewa tenaga seorang pekerja yang telah menyelesaikan pekerjaan itu, tetapi dia tidak membayar upahnya.’” (HR Imam Al Bukhari dan Imam Ahmad dari Abu Hurairah ra.).
Dari hadis di atas, maka TPPO dilarang dalam Islam. Para oknum penipu akan dihukum tegas sehingga menimbulkan efek jera. Selain itu, tindakan preventif (pencegahan) pun akan dilakukan semaksimal mungkin, seperti penanaman akidah yang kukuh pada setiap individu. Ini bertujuan agar setiap individu menjadikan syariat Islam sebagai landasan dalam bersikap dan berperilaku. Alhasil, individu akan menjauhi perbuatan dosa yang dilarang agama.
Di sisi lain, negara bertanggung jawab menjaga suasana keimanan rakyat melalui aktivitas amar makruf nahi mungkar di tengah masyarakat. Ini bertujuan agar tindakan perbuatan dosa yang mungkin dilakukan individu bisa dicegah sedini mungkin.
Sementara itu, negara dalam sistem Islam bertanggung jawab untuk menciptakan lapangan pekerjaan yang memadai. Ini bukanlah hal yang sulit dalam sistem Islam. Sebab, sumber daya alam yang ada dikuasai dan dikelola oleh negara sehingga kesempatan kerja akan terbuka lebar di negeri sendiri. Rakyat pun tidak akan melirik negeri lain untuk bekerja.
Selain itu, negara dalam sistem Islam bertanggung jawab menyejahterakan rakyatnya, seperti memberikan pendidikan gratis, kesehatan gratis, menjaga stabilitas pangan agar terjangkau, hingga memberikan fasilitas umum lainnya untuk rakyat. Sumber pemasukan negara dalam sistem Islam pun banyak, seperti hasil pengelolaan sumber daya alam, zakat, jizyah, ghanimah, fa’i, dan sebagainya. Alhasil, mewujudkan kesejahteraan rakyat bukan hal yang sulit dan celah terjadinya kasus TPPO ini bisa diminimalkan sedini mungkin. Inilah fungsi negara dalam melayani rakyat, sebagaimana dalam hadis Rasulullah saw.,
“Imam/Khalifah itu laksana penggembala dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Dengan demikian, hanya sistem Islamlah yang memiliki seperangkat aturan yang mampu menuntaskan masalah TPPO. Oleh karena itu, sudah semestinya kita mencampakkan sistem kapitalisme yang terbukti merusak. Kemudian beralih menerapkan sistem Islam secara menyeluruh (kafah) agar tindakan TPPO tidak terulang kembali. Wallahu a’lam bisshawwab. [CM/NA]