Oleh: Rina Herlina
Kontributor Tetap CemerlangMedia.Com
Dalam Islam, orang-orang yang bersentuhan dengan barang haram narkoba akan dikenai takzir, baik itu pemakai, pengedar, pemasok, dan lainnya. Takzir adalah hukuman yang diberikan penguasa kepada pelaku dosa yang diatur dalam Al-Qur’an dan hadis.
CemerlangMedia.Com — Peredaran barang haram narkoba di Sumbar, masih sangat tinggi. Kali ini Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sumbar berhasil menggagalkan upaya peredaran narkotika jenis ganja yang didatangkan dari Aceh. Dalam operasi penangkapan tersebut, tujuh orang berhasil dibekuk dengan barang bukti ganja seberat 624.507, 41 kilogram. Menurut I Wayan Sugiri yang merupakan Deputi Pemberantasan BNN RI, ketujuh tersangka mendapatkan ganja tersebut dari Kabupaten Gayo Lues, Aceh. Rencananya ganja tersebut akan diedarkan oleh para tersangka di wilayah Sumbar (www.detik.com, 18-10-2024).
Maraknya peredaran narkoba di Sumbar dipicu oleh kondisi ekonomi yang lemah sehingga masyarakat memutuskan untuk mencoba peruntungan dengan usaha barang haram tersebut. Pandemi covid-19 memberikan dampak dahsyat pada ekonomi masyarakat. Pengangguran meningkat sehingga membuat sebagian masyarakat tergiur menjadi kurir narkoba karena penghasilannya sangat menjanjikan. Dengan begitu, masyarakat bisa memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
Sumbar Menjadi Daerah Transit Narkoba
Sejak pandemi, Sumbar menjadi daerah transit untuk peredaran narkoba, padahal dahulunya Sumbar hanya sebagai daerah lintasan saja. Hampir 85 persen tahanan dan narapidana yang ada di Sumbar adalah karena keterlibatannya dengan narkoba, entah sebagai kurir, pemakai, pemasok, ataupun pengedar.
Lemahnya sanksi hukum yang diberikan terhadap para pelaku menjadi faktor berikutnya yang membuat peredaran narkoba tetap marak, apalagi keterlibatan oknum aparat dalam melindungi para pelaku membuat proses penegakan hukum makin alot. Bahkan, tidak jarang para narapidana dapat mengendalikan peredaran narkoba, meski dirinya ada di dalam lapas. Inilah fakta yang mengindikasikan betapa bobroknya sistem penegakan hukum yang ada saat ini. Fakta tersebut tentu saja makin mempersulit upaya pemberantasan peredaran narkoba di tengah masyarakat.
Mirisnya, narkoba telah menyasar tidak hanya di kalangan dewasa, tetapi juga para pelajar yang notabene generasi penerus bangsa. Akan jadi apa ke depannya para generasi jika sejak dini dicekoki dengan barang haram narkoba. Tentu saja generasi akan rusak, begitu juga nasib negerinya. Sebab, para generasi adalah aset yang akan menjadi tonggak peradaban suatu bangsa.
Saat ini, Indonesia menjadi negara ke-3 dengan tingkat transaksi dan penyalahgunaan narkoba tertinggi di dunia setelah Meksiko dan Kolombia. Sementara Sumbar sendiri menempati posisi ke-6 tertinggi dari 34 provinsi yang ada di Indonesia.
Fakta ini tentu saja mencengangkan dan mengkhawatirkan. Nyaris, 1,1 persen dari total populasi penduduk atau sekitar 65 ribu orang di Sumbar telah terpapar narkoba. Untuk mengatasi permasalahan narkoba, tentu butuh perhatian dan kerja sama yang sangat serius dari semua pihak.
Dari sekian banyak pelaku yang berhasil ditangkap, diperkirakan dari 65 ribu orang pengguna, 30 persennya adalah pengguna sabu. Jika diasumsikan, satu orang menggunakan 0,5 gram, dalam satu bulan, setidaknya ada 15 kilogram sabu-sabu yang beredar di Sumbar.
Islam Memandang Narkoba
Islam memandang narkoba adalah haram. Ini karena narkoba digolongkan kepada benda yang muskir (benda yang memabukkan), yakni dapat menimbulkan kemudaratan bagi yang menggunakannya, seperti rusaknya akal dan akhlak masyarakat dalam menjalankan kehidupan. Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,
“Narkoba sama halnya dengan zat yang memabukkan, diharamkan berdasarkan kesepakatan para ulama. Bahkan, setiap zat yang dapat menghilangkan akal, haram untuk dikonsumsi walau tidak memabukkan.” (Majmu’ Al Fatawa, 34: 204).
Dalam Islam, orang-orang yang bersentuhan dengan barang haram narkoba akan dikenai takzir, baik itu pemakai, pengedar, pemasok, dan lainnya. Takzir adalah hukuman yang diberikan penguasa kepada pelaku dosa yang diatur dalam Al-Qur’an dan hadis. Hukuman ini bersifat pendidikan dan bertujuan untuk mencegah pelaku mengulangi perbuatan yang sama (efek jera).
Penguasa dalam sistem Islam akan memastikan rakyatnya selalu berjalan sesuai koridor agama dengan bersandar pada hukum syarak. Sebab, tolok ukur umat Islam dalam menjalani kehidupan adalah harus merujuk pada hukum syarak. Rakyat yang hidup dalam naungan sistem Islam akan selalu dibina dan diarahkan untuk melakukan amar makruf nahi mungkar sehingga tindak kejahatan atau penyimpangan dapat diminimalkan.
Penguasa wajib menjamin kehidupan rakyat sejahtera. Penguasa wajib memastikan rakyat hidup layak dan terpenuhi seluruh kebutuhannya. Dengan begitu, tidak akan ada rakyat yang mengalami impitan ekonomi, sampai-sampai menghalalkan segala cara untuk bisa bertahan hidup. Prioritas penguasa adalah kesejahteraan rakyat. Setiap kebijakan yang diambil dipastikan untuk kemaslahatan rakyat, bukan segelintir orang.
Sejatinya, semua kenyamanan hidup hanya bisa diraih tatkala seluruh aturan dan hukum Islam diterapkan secara menyeluruh dalam kehidupan. Oleh karena itu, mari kita semua terus berjuang memahamkan masyarakat tentang pentingnya mengembalikan kehidupan Islam ke tengah umat agar keberkahan hidup bisa diraih dan segala penyimpangan bisa diminimalkan. Ini karena aturan dan hukum Islam bersumber dari Sang Pemilik hidup yang termaktub dalam Al-Qur’an dan hadis. Sungguh, segala sesuatu yang bersumber dari Sang Pencipta pasti baik dan memuaskan akal. Wallahu a’lam [CM/NA]