Penulis. Nadzira Asdza Syahla
Kelas 2 SD Karang Tengah 4 Ngawi
(Penulis Cilik CemerlangMedia.Com)
CemerlangMedia.Com — Hari itu, tak terasa adalah hari terakhir kami melakukan puasa Ramadan. Dan kami bersiap-siap menunggu pengumuman kapan kita melakukan salat Idulfitri. Kata ibu, kami tinggal menunggu hasil sidang isbath yang disiarkan di televisi.
Alhamdulillah, akhirnya suara takbir sudah terdengar di mana-mana, membuat hatiku menjadi gembira. Allahu akbar … Allahu akbar … Allahu akbar … laaillaha illallahu wallahu akbar wa lillah ilham, dan itu menandakan bahwa seluruh umat muslim telah bersiap untuk merayakan hari nan suci Idulfitri. Ibuku mulai menata jajanan kue beraneka macam di atas meja. Nastar, kastengel, kue kacang, dan kue kesukaanku yaitu putri salju. Menurutku rasanya sudah manis ditambah lagi dengan taburan gula halus, jadi rasanya amat sangat lezat. Lalu ayahku menyiapkan kendaraannya di garasi depan, karena rencananya setelah Isya kami pergi melihat takbir akbar di alun- alun kota. Setiap tahun kami tidak pernah melewatkan itu. Ramai dan meriah sekali, mereka menampilkan pawai dari berbagai sekolah yang ada di kota kami yaitu Kota Ngawi tercinta. Mobil dihias secantik mungkin, dan pesertanya pun dirias memakai baju gemerlap yang indah. Musik yang menggema dan bertakbir tentunya, sangat meriah. Begitu acara selesai, kami pulang ke rumah dan malam telah larut. Ibu memerintahkan segera tidur agar besok tidak kesiangan bangunnya.
Keesokan paginya, kami salat Subuh, mandi, dan sarapan. Lalu kami pun bersama-sama berangkat ke masjid untuk melaksanakan salat Idulfitri. Kebetulan masjid tempat kami salat tidak terlalu jauh. Semua antusias berbondong-bondong bersama keluarganya. Warga muslim di sekitar, memadati masjid untuk bersama-sama melaksanakan salat Idulfitri 1444 Hijriah.
Selesai salat, kami saling berjabat tangan sebagai tanda saling memaafkan satu sama lain. Kegembiraan merayakan Hari Raya Idulfitri terlihat sekali pada momen tersebut setelah berhasil melalui berbagai cobaan selama bulan suci Ramadan.
Setelah sampai di rumah, aku melakukan sungkeman pada ayah, ibu dan kakakku. Kemudian kami berkemas karena akan pergi ke rumah nenek yang berada di kota sebelah. Sepanjang jalan, warung-warung pada tutup. Jalanan sepi lalu lalang kendaraan, sehingga kami tidak memerlukan waktu yang lama untuk sampai ke rumah nenek. Satu jam kemudian kami telah sampai di rumah nenek.
Nenek menyambut kami dengan riang gembira. Tradisi sungkeman kepada nenek, paman, bibi, sepupu dan juga sanak saudara yang telah berkumpul. Hal yang paling aku tunggu-tunggu tiba, aku dan saudaraku mendapatkan uang THR dari nenek dan saudara yang sudah menikah. Lalu kami makan bersama-sama, menu andalan nenek yang selalu ada saat lebaran yaitu rendang daging, opor ayam, dan lontong. Nenekku paling jago membuat rendang dan opor, rasanya lezat. Usai makan bersama, kami pun tak lupa menyempatkan diri untuk berfoto bersama sebagai kenang-kenangan. Di saat inilah aku merasa ada yang kurang, yaitu tidak ada kakek karena telah berpulang saat pandemi dua tahun yang lalu. Sedih rasanya, tapi kami berusaha ikhlas pada akhirnya. Semua sudah menjadi qada Allah Swt.. Setelah itu kami berangkat ziarah ke makan kakek dan juga ke makan eyang buyut, serta sanak saudara yang telah pergi meninggalkan kami.
Dilanjut kemudian berkunjung ke rumah saudara tertua dari keluarga nenek. Semua sanak saudara berkumpul di situ dari berbagai kota. Bersenda gurau dan berbagi cerita karena jarang bertemu, komunikasi biasanya hanya lewat telepon dan WhatsApp saja. Tak terasa ternyata sudah siang, aku dan keluarga pamit pulang. Kami pulang ke rumah nenek dan akan beberapa hari bermalam di sana.
Hari raya kali ini terasa sedih karena tidak lengkap, tetapi tetap bersyukur masih bisa merayakannya dan bertemu dengan seluruh keluarga besar. Alhamdulillah wa syukurilah, semoga dipertemukan lagi di Ramadan dan Idulfitri tahun depan. [CM/NA]
One thought on “Di Antara Takbir dan Hari Raya”
Masya Allah… harus lebih banyak menciptakan anak yg gemar berliterasi