CemerlangMedia.Com — Tepat pada Kamis (2-5-2024), secara nasional diperingati Hari Pendidikan (Hardiknas). Tema yang diusung oleh Nadiem Makarim sebagai Mendikbudristek RI dalam peringatan hari pendidikan kali ini adalah “Bergerak Bersama, Lanjutkan Merdeka Belajar” dengan tujuan untuk merevolusi pendidikan tanah air (2-5-2024).
Keberadaan kurikulum dalam sebuah lembaga pendidikan, penting adanya. Namun, haruskah kurikulum yang diterapkan bergonta-ganti setiap 5 tahun sekali?
Sejatinya, setiap perubahan butuh pertimbangan yang matang, termasuk dalam keputusan penerapan kurikulum. Sebab, terdapat pihak-pihak yang akan dirugikan nantinya bila terlalu sering berganti dan yang paling merasakan adalah guru dan siswa.
Ketika mengamati lebih jauh, ternyata ada hal lain yang lebih urgen dan harus diperbaiki dalam dunia pendidikan hari ini, selain kurikulum, misalnya ketersediaan guru profesional, gaji dan tunjangan guru, sarana dan prasarana sekolah (sarpras), dan lain sebagainya. Bergantinya kurikulum setiap periode, yakni menyesuaikan dengan pemilihan rezim, tentu akan membuat tenaga pendidik maupun siswa kewalahan karena butuh waktu untuk beradaptasi dengan kurikulum yang baru.
Pergantian kurikulum setiap 5 tahun sekali seolah menjadi tanda berakhirnya rezim sebelumnya dan bermulanya rezim setelahnya. Artinya, berubahnya kurikulum menjadi ciri khas dari setiap kepemimpinan presiden tertentu. Logiskah bila penerapan kurikulum sekadar disesuaikan dengan adanya rezim yang baru?
Nyatanya, merdeka belajar yang dielu-elukan selama ini tidak mampu mencetak generasi cerdas yang memliki pemikiran cemerlang. Anak-anak hari ini justru terdidik menjadi pekerja/buruh sehingga diperoleh output generasi yang hanya layak kerja. Tujuan dari pendidikan hari ini tidak lebih dari transaksi jual beli yang harus menguntungkan berupa cuan.
Hal ini berbeda dengan pandangan Islam terhadap pendidikan. Di dalam Islam, pendidikan adalah hak bagi setiap laki-laki dan perempuan. Ini harus diperoleh secara gratis alias tanpa membayar sepeser pun. Alhasil, setiap muslim tidak akan berpikir dua kali untuk menimba ilmu karena sudah difasilitasi oleh negara. Gratisnya biaya pendidikan tentu akan mendukung tercapainya tujuan pendidikan.
Adapun tujuan pendidikan di dalam Islam adalah membentuk pola pikir yang islami (akliah islamiah) dan pola sikap yang islami (nafsiah islamiah). Keselarasan antara pola pikir dan pola sikap generasi inilah yang menjadi indikasi baiknya generasi karena akan tercipta kepribadian islam (syakhsiyah islamiah). Alhasil, tidak akan ditemukan generasi yang secara akliah terdepan, tetapi secara mental terbelakang (mental illness) alias tidak memiliki kepribadian yang jelas.
Sistem pendidikan yang demikian hanya akan ditemukan dalam negara yang menerapkan aturan (syariat) Allah secara sempurna (kafah) dalan semua lini kehidupan. Penguasa (khalifah) akan menjamin terpenuhinya hak-hak rakyat, termasuk dalam hal berpendidikan.
Anis Fitriatul Jannah, S.Pd.
Kab. Pamekasan, Madura [CM/NA]