“Mengatasi persoalan pel*c*han s*ksual memerlukan perubahan secara sistemis dengan mengganti asas negara, yakni sekularisme dengan akidah Islam. Akidah Islam sebagai fondasi negara akan melahirkan sistem pengaturan kehidupan yang sempurna.”
CemerlangMedia.Com — Wajah pesantren kembali dirusak dengan adanya kasus pl*c*han s*ksual, sebagaimana yang terjadi di Kecamatan Majalaya, Karawang. Pelaku telah mel*c*hkan sebanyak 20 santriwati (9-8-2024).
Kasus serupa juga terjadi di Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Seorang santri remaja berinisial CS (16) menjadi korban penc*bulan oleh oknum gurunya. Diketahui, korban mengalami trauma ganda karena sebelumnya juga dil*c*hkan oleh tetangganya TS (57). Sungguh malang nasib CS!
Sejak dahulu, keberadaan pesantren dipercaya oleh masyarakat sebagai tempat untuk mengamankan anak-anak dari pergaulan bebas, maksiat, dan mendalami agama. Tidak sedikit, dari pesantrenlah lahir calon ulama. Namun, impian orang tua hancur seketika karena sudah ke sekian kalinya, para santri justru menjadi mangsa predator s*ks dan pelakunya adalah mereka yang mengerti agama.
Berulangnya kasus pel*c*han, bahkan terjadi di pesantren menunjukkan bahwa liberalisme telah mengotori pola pikir masyarakat. Ide kebebasan ini tumbuh subur dalam sekularisme.
Sistem ini telah meminggirkan peran agama dalam kehidupan. Agama hanya dipandang sebatas ibadah ritual sehingga perilaku individu masyarakat hanya menuruti hawa nafsunya, bukan halal haram.
Selain itu, maraknya kasus tersebut sebagai akibat dari tumpulnya hukum yang diterapkan di negeri ini, yakni hanya dipenjara beberapa tahun. Alhasil, ringannya hukuman itu tidak membuat jera pelaku kejahatan, tetapi memberi peluang makin suburnya pelanggaran hukum syarak.
Oleh karena itu, mengatasi persoalan pel*c*han s*ksual memerlukan perubahan secara sistemis dengan mengganti asas negara, yakni sekularisme dengan akidah Islam. Akidah Islam sebagai fondasi negara akan melahirkan sistem pengaturan kehidupan yang sempurna. Aturan tersebut diterapkan secara kafah di setiap lini kehidupan, termasuk pendidikan.
Sanksi yang tegas juga akan diberlakukan negara bagi pelaku kejahatan seksual, tidak terkecuali terhadap pimpinan ponpes, yakni jilid, rajam hingga mati, atau takzir (sanksi berat dari negara) sehingga pelakunya jera. Dengan langkah ini, kasus pel*c*han s*ksual tidak akan terjadi lagi dan para santri bisa belajar dengan tenang.
Nining Sarimanah
Bandung [CM/NA]