“Melalui sistem politik, negara akan menciptakan lapangan pekerjaan seluas-luasnya agar kaum laki-laki mampu menjalankan kewajibannya dalam mencari nafkah secara optimal. Berbagai macam regulasi ini akan mampu mengurangi tekanan mental masyarakat sehingga yang mengisi peradaban adalah generasi tangguh.”
CemerlangMedia.Com — Pentingnya isu kesehatan mental mulai disadari oleh banyak kalangan. Kesehatan mental menjadi gangguan yang paling dikhawatirkan penduduk dunia saat ini, bahkan melebihi kekhawatiran terhadap penyakit fisik yang mematikan sekalipun.
Berdasarkan data Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) Polri, ada 971 kasus bvnvh diri di Indonesia sepanjang periode Januari hingga 18 Oktober 2023. Angka itu sudah melampaui kasus bvnvh diri sepanjang 2022 yang jumlahnya 900 kasus dan angka ini terus meningkat hingga 2024 (11-03-2024).
Nandy Agustin Syakarofath, S.Psi., M.A selaku dosen Fakultas Psikologi (Fapsi) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menjelaskan faktor penyebab tingginya angka bvnvh diri bisa karena tekanan hidup yang meningkat dari waktu ke waktu seperti persaingan di dalam pendidikan, pekerjaan, dan kehidupan sosial (06-05-2024).
Program-program pencegahan bvnvh diri telah diluncurkan oleh pemerintah, termasuk kampanye kesadaran, layanan konseling, dan dukungan komunitas. Namun, meskipun upaya-upaya ini ada, tantangan besar masih ada dalam menjangkau individu yang membutuhkan bantuan dan mengurangi stigma seputar masalah kesehatan mental (19-05-2024).
Kesehatan mental menjadi isu darurat beberapa waktu belakangan dengan kasus yang terus meningkat. Oleh karenanya, butuh dicari akar pemicunya agar diagnosis yang telah diberikan tidak mencukupkan pada latar belakang secara kasuistis. Dengan mengetahui akar penyebabnya pula akan didapati sudut pandang yang lebih sistematis guna merumuskan solusi yang paripurna, bukan hanya superfisial semata.
Jika dianalisis lebih dalam, darurat kesehatan mental yang menjangkiti masyarakat dunia hari ini, setidaknya dapat ditinjau dari dua sudut pandang, yakni sisi personal, yaitu tentang bagaimana seorang individu memaknai kehidupan, menetapkan standar bahagia, dan lain-lain. Masyarakat hari ini menganggap bahwa standar pencapaian dan kebahagiaan dalam hidup diukur dengan keberlimpahan yang bersifat materialistis.
Walhasil, ketika itu tidak tercapai, mereka sangat mudah putus asa dan depresi. Kondisi ini terjadi karena penerapan sistem pendidikan sekuler dengan kurikulum yang jauh dari nuansa pembentukan keimanan, sifat qanaah, sabar, dan syukur.
Hal ini diperparah dengan keberadaan sudut pandang kedua, yakni sistem kapitalisme. Sebagaimana dilihat, dunia hari ini dilingkupi oleh atmosfer kapitalistik. Sistem ini yang secara tidak langsung berkontribusi pada terbentuknya gaya hidup hedonistik sehingga pada akhirnya masyarakat tidak bisa membedakan antara kebutuhan dan keinginan.
Belum lagi dalam tatanan kenegaraan sistem kapitalisme, negara hanya berperan sebagai regulator. Urusan pemenuhan kebutuhan asasi dan publik masyarakat justru diserahkan kepada swasta yang sangat kental dengan nuansa untung dan rugi. Dalam sistem ini, mustahil untuk mewujudkan tatanan kehidupan ideal serta mentalitas masyarakat yang sehat dan tangguh.
Tentu berbeda dengan sistem Islam. Dalam level individu, pendidikan akidah wajib dilakukan oleh keluarga dan ditopang oleh sistem pendidikan yang selaras serta berkualitas. Tujuannya adalah untuk melahirkan generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektualitas, tetapi juga cerdas secara mentalitas.
Selain itu, mindset yang dimiliki oleh penguasa di dalam negara Islam memandang bahwa salah satu tujuan dari penerapan syariat Islam adalah pemeliharaan atas jiwa manusia. Untuk itu, negara wajib menciptakan atmosfer kehidupan yang sehat, mulai dari sistem pendidikan, ekonomi, sosial, politik, dan sektor lainnya.
Dalam bidang politik, misalnya, negara akan meminimalkan stressor kepada mental masyarakat dengan cara menjamin terpenuhinya kebutuhan asasi berupa sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Hal ini akan diwujudkan melalui mekanisme langsung dan tidak langsung.
Pada sektor kebutuhan publik, seperti kesehatan, pendidikan, dan keamanan, negara akan memenuhinya melalui mekanisme langsung, yakni dengan pengelolaan harta kepemilikan umum seperti sumber daya alam yang hasilnya disalurkan untuk pembiayaan sektor tersebut. Sementara pada kebutuhan privat masyarakat, negara akan menciptakan regulasi tidak langsung, misalnya melalui sistem pendidikan yang akan mengedukasi masyarakat tentang jalur penafkahan, hak, dan kewajiban suami istri.
Melalui sistem politik, negara akan menciptakan lapangan pekerjaan seluas-luasnya agar kaum laki-laki mampu menjalankan kewajibannya dalam mencari nafkah secara optimal. Berbagai macam regulasi ini akan mampu mengurangi tekanan mental masyarakat sehingga yang mengisi peradaban adalah generasi tangguh.
Dengan demikian, hanya Islam satu-satunya agama sekaligus sistem kehidupan yang menawarkan solusi komprehensif terhadap persoalan ini. Wallahu a’lam bisshawwab.
Naning Prasdawati, S.Kep., Ns.
(Komunitas Setajam Pena) [CM/NA]