CemerlangMedia.Com — Kebahagian seorang ibu terletak pada kenyamanan dan ketenangan yang didapat dari keluarga terdekatnya. Terlebih jika seorang ibu mengalami pascamelahirkan, tentu dukungan moral dan materiel serta kesiapan dari dirinyalah yang akan berdampak besar pada kesehatan mental. Tidak heran jika kesehatan mental seorang ibu itu sangat penting untuk diperhatikan, guna kebahagiaan dan keselamatan dirinya dan anak yang dalam pengasuhannya.
Banyaknya kasus baby blues di Indonesia, bahkan menempati posisi tertinggi ketiga di Asia menjadi keprihatinan banyak pihak, ada apa sebenarnya? Hal ini dibenarkan oleh Ketua Komunitas perempuan dari Wanita Indonesia Keren (WIK) dan psikolog, Maria Ekowati dalam jumpa persnya yang mengatakan bahwa angka ibu mengalami gejala baby blues tertinggi ketiga di Asia, sehingga Maria mendorong untuk memasukkan kesehatan mental dalam UU Kesehatan. (26/05).
Tingginya kasus baby blues memberikan gambaran nyata akan kesehatan mental ibu yang tentunya dipengaruhi banyak faktor, seperti kurangnya ilmu yang dimiliki, minimnya ketakwaan kepada Allah Swt. termasuk juga kesiapan menjadi orang tua. Hal ini sangat disayangkan sebab kurikulum pendidikan Indonesia justru tidak menjadikan kesiapan menjadi orang tua sebagai salah satu kompetensi yang harus dimiliki. Namun, justru mencetak output yang bertujuan bahwa sekolah untuk mendapatkan pekerjaan, bukan memahami hakikat dari ilmu yang didapatkannya.
Bahkan di Indonesia dengan kurikulunya justru jauh dari nilai-nilai agama yang dibutuhkan sebagai pegangan hidup. Coba kita lihat saat ini, untuk pelajaran agama saja hanya tiga jam perminggunya, itupun hanya menyentuh ranah ibadah saja secara umum yang harusnya diajarkan secara menyeluruh termasuk ilmu kesiapan menjadi orang tua.
Tidak hanya itu, kapitalisme juga berperan dalam mengurangi supporting system yang dibutuhkan oleh ibu baru. Dapat kita lihat saat ini, pendidikan dikapitalisasi sehingga tenaga pengajar tidak total dalam memahamkan dan mengajarkan tentang standar hidup yang benar sesuai syariat Islam.
Berbeda dengan kurikulum pendidikan Islam yang sempurna dan secara komprehensif mengatasi persoalan sesuai dengan fitrah manusia, sehingga berpotensi besar bahkan mampu menghasilkan setiap individu mengambil peran mulia sebagai orang tua, termasuk madrasah pertama bagi anak-anaknya. Mereka diajarkan tanggung jawab serta memahami ilmu dalam mengatasi segala persoalan dengan standar Islam. Peradaban Islam membangun masyarakat berempati, simpati, dan peduli sebab ditopang supporting system yang akan terwujud optimal dalam masyarakat Islam.
Oleh karena itu, diharapkan kepada pemerintah untuk berkaca dan mengambil sistem yang tepat dan terbukti mampu mengatasi persoalan kesehatan mental ibu dan bahkan persoalan hidup yang lain baik di ranah individu, keluarga, masyarakat, dan negara, yaitu dengan sistem Islam.
Nur Rahmawati, S.H.
Samuda, Kalimantan Tengah [CM/NA]