CemerlangMedia.Com — Perhelatan Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia akan diselenggarakan tidak lama lagi. Para calon wakil rakyat sudah bersiap “bertarung” dengan semua kemampuannya agar dapat memenangkan suara terbanyak. Begitu pun dengan para pendukungnya, mereka mempersiapkan semua hal guna memuluskan rencana para calon wakil rakyat yang menjadi pilihannya.
Namun, terkadang, keberpihakan para simpatisan atau para pendukung ini umumnya karena faktor emosional, simbol, hingga figur calon pemimpin yang mereka usung sehingga memudahkan terjadinya gesekan atau konflik di antara kelompok para pendukung. Seperti yang terjadi di daerah Muntilan, Magelang, Jawa Tengah, pada Ahad (15-10-2023) sore. Dilansir dari Republika.com, terjadi bentrokan antar dua kelompok massa berbeda yang mengakibatkan sebanyak 11 sepeda motor dan tiga rumah warga mengalami kerusakan.
Menurut keterangan pihak Kepolisian, salah satu rombongan kelompok pulang dari kegiatan lomba laskar Banteng Metu Kandang #3 dari lapangan Drh. Soepardi Sawitan Mungkid, Magelang melintas melewati jalan arah Palbapang menuju Muntilan. Rombongan tersebut melakukan provokasi terhadap warga. Kemudian melakukan pengrusakan terhadap sepeda motor dan rumah warga. Polresta Magelang Kaporesta Magelang, Kombes Pol Ruruh Wicaksono mengungkapkan dugaan terjadinya bentrok antar massa di Muntilan diduga karena tak terima bleyeran dari salah satu kelompok.
Peristiwa di atas rentan terjadi jika antar kelompok simpatisan. Hal ini bisa terjadi dikarenakan mereka tidak dibekali dengan pemahaman yang benar akan arah dan tujuan partai yang mereka dukung. Mirisnya, perselisihan tersebut hanya terjadi di antara para simpatisan bawah saja sementara para elite partai justru bekerja sama demi tercapainya tujuan. Mereka yang awalnya berseberangan malah kemudian bergandengan tangan, maka benarlah kata ungkapan yang berbunyi, “tidak ada teman sejati, yang ada hanya kepentingan abadi”.
Dalam politik demokrasi, partai poitik hanya sebuah alat menuju kekuasaan, tidak ada lagi nilai, orientasi, serta cita-cita yang luhur sehingga menjadi lokomotif perubahan yang menarik umat menuju perubahan politik yang sebenarnya. Partai politik menjelma menjadi gerombolan politik yang anggotanya mudah keluar-masuk, terbelah, atau keluar beramai-ramai lalu mendirikan parpol baru. Bahkan menyeberang ke partai penguasa. Partai politik banyak diisi oleh kalangan pragmatis dan oportunis. Hal ini terjadi karena parpol tidak mensyaratkan ideologi sebagai asas penyatuan para anggotanya. Parpol menjadi terbuka untuk semua kalangan, terutama yang memilliki massa yang banyak, tingkat popularitas yang tinggi, hingga kekuatan modal. Akhirnya bisa ditebak, banyak orang yang bergabung dengan parpol karena dilandasi kepentingan pribadi atau kelompok yang suatu ketika akan mengambil keuntungan darinya.
Maka dari itu tidak akan ada perubahan massif dari parpol-parpol seperti ini. Padahal sebagai umat muslim, kita wajib membangun kesadaran politik dengan menjadikan akidah sebagai asas dalam kehidupan. Juga waspada terhadap pihak-pihak yang akan memanfaatkan suara rakyat untuk kepentingan individu atau kelompok.
Dalam sistem Islam sendiri, keberadaan partai-partai politik dibolehkan sebagai sarana melakukan muhasabah, tetapi tetap terikat aturan Allah dan Rasul-Nya. Muhammad Ismail dalam bukunya, Fikr al-Islaam menyebutkan bahwa ketaatan harus menjadi satu watak dan penolakan terhadap suatu perintah adalah perbuatan keji yang menjijikkan dan dibenci. Artinya, partai-partai politik Islam harus berada di garda terdepan dalam menunjukkan loyalitasnya kepada Islam dan terdepan pula menolak berbagai sikap penguasa yang memusuhi Islam dan kaum muslim.
Di tengah kondisi politik yang krisis saat ini, hendaknya kita sebagai umat mau melakukan perubahan terkait arah pandang pemikiran politik kita. Jangan lagi mau dijadikan pion dengan menjadi simpatisan partai-partai politik yang tidak mempunyai tujuan perubahan untuk umat. Suara umat hanya diperlukan sesaat untuk mencapai tujuan kelompok mereka saja, jika sudah selesai maka akan ditinggalkan. Umat harus membangun loyalitas hanya kepada Islam saja dan memperjuangkan hak-hak kaum muslim, juga berintegritas pada ideologi Islam saja bukan yang lain.
Tugas partai politik dalam Islam adalah membangun kesadaran dan pemahaman Islam yang benar di tengah umat, meskipun membutuhkan perjuangan yang panjang dan melelahkan. Maka dari itu, kesabaran dalam perjuangan menjadi salah satu kunci perjuangan politik Islam. Rasulullah saw., bersabda, “Ketahuilah bahwa kemenangan itu bersama kesabaran, jalan keluar itu bersama kesulitan, dan kesulitan itu bersama kemudahan.” (HR at-Tirmidzi)
Wallahu a’lam bisshawwab.
Rita Yusnita [CM/NA]