CemerlangMedia.Com — Semua negara pasti memiliki kekayaan sebagai sumber keuangannya. Hari ini, umumnya kekayaan negara berasal dari pajak, pengelolaah sumber daya alam, atau aset negara. Semua itu menjadi mata air vital untuk menjalankan keberlangsungan negara tersebut.
Berbicara mengenai aset yang dimiliki oleh negara, tentu semua akan bermuara pada beberapa pertanyaan. Seberapa besar jumlah ril aset tersebut. Kemudian, seberapa besar manfaat yang bisa diperoleh dari pengelolaannya. Terakhir seberapa besar kemaslahatan yang mungkin didapat oleh masyarakat.
Salah satu contohnya adalah infrastruktur jalan. Ibarat pembuluh yang menyalurkan aliran darah ke seluruh tubuh, begitulah urgensitas keberadaan jalan di dalam negara. Objek vital ini akan menghubungkan antara daerah satu dengan daerah lainnya.
Oleh karena jalan merupakan sarana umum, manfaatnya tentu saja harus dirasakan semua kalangan tanpa kecuali. Maka, pihak yang paling berperan dalam penjagaan serta pengelolaannya haruslah negara langsung.
Bagaimana jadinya jika objek vital negara dikelola oleh swasta? Tentu ada harga yang harus dibayar untuk itu. Swasta akan menjadikan ini selayaknya muamalah jual-beli. Pihaknya berinvestasi, mengelola, dan menjual fasilitas ini pada siapapun yang membutuhkan akses.
Kondisi yang sama terjadi, baru-baru ini jalan Tol Akses Patimban dilelang kembali oleh Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Jalan Tol ini terbentang sepanjang 37km, dihargai sebesar 2,78T. Hal ini dilakukan sebab ditemukan kesalahan dalam dokumen pemilihan yang tidak selaras dengan ketentuan Perpres Nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang atau Jasa Pemerintah disertai perubahannya dan aturan dibawahnya. (bisnis.com, 31-5-23).
Victor Nazarenko Mahandre, Dirut Jasamarga Akses Patimban (JAP) sekaligus pemenang tender pengelolaan Tol Akses Patimban, menyampaikan bahwa jalan ini menghubungkan Kawasan Industri Jawa Barat dengan Pelabuhan Patimban. Tidak hanya itu, jalan ini menjadi jalur alternatif Kabupaten Indramayu, Subang, Purwakarta, dan Karawang.
Lebih jauh lagi, jalur ini terkoneksi dengan banya daerah seperti ke Cikopo, Palimanan, Pusakanegara, Pusakaratu serta jalan nasional Pantura. Sungguh ini jalur yang diakses oleh banyak daerah.
Mengamati fakta ini, tentu pelelangan jalan Tol Akses Patimban perlu dikaji ulang. Karena begitu kuat aroma liberasisasi aset. Jika aset dibangun dan dikelola individu, yang muncul bukanlah kemaslahatan namun keuntungan semata. Layaknya penjual dan pembeli.
Bagaimana dalam pandangan Islam?
Terdapat solusi alternatif yang tidak merugikan pihak manapun. Islam memilah harta negara menjadi tiga bagian. Pertama, harta milik individu. Siapapun boleh memperbanyak harta, dengan catatan yakni cara memperolehnya harus sesuai dengan syariat Islam.
Kedua, harta milik negara. Biasanya harta milik negara berasal dari zakat mal, juga ghanimah. Semuanya dimasukan ke dalam kas negara, sedangkan penguasa mengatur penggunaannya.
Ketiga, harta milik umum, seperti sumber daya alam serta aset-aset negara. Islam pun menyajikan seperangkat aturan mengenai pengelolaan aset milik publik. Islam mewajibkan negara untuk mengadakan, merawat secara berkesinambungan seluruh asetnya. Pengadaan dana untuk melaksanakan pengelolaan akan diambil dari kas negara.
Jelaslah, aset negara berupa jalan terkategori hak milik umum. Oleh karena itu, apabila diserahkan kepada swasta, masyarakat menjadi pihak yang dirugikan. Fasilitas yang seharusnya free, justru akan berbayar demi mendapat akses sebagai pengguna jalan.
Tentu berbeda dengan Islam, baik masyarakat ataupun pengusaha berhak menggunakan jalan.
Tati Sunarti, S.S. [CM/NA]