Sistem ekonomi Islam tidak akan membiarkan pengelolaan sumber daya alam yang masuk dalam ranah kepemilikan umum diprivatisasi. Negara akan mengelola sumber daya alam tersebut melalui mekanisme yang telah ditetapkan hukum syarak dan hasilnya akan didistribusikan kepada rakyat, baik langsung maupun tidak langsung secara merata.
CemerlangMedia.Com — Yustinus Prastowo, Juru Bicara Menteri Keuangan mengklarifikasi terkait rencana penerapan kebijakan pemungutan pajak penambahan nilai (PPN) untuk warga negara yang melakukan kegiatan membangun sendiri (KMS). Katanya, ini dilakukan dalam rangka menegakkan keadilan bagi masyarakat wajib pajak (WP). Dikutip dari laman Kompas (15-9-2024), Yustinus mengungkapkan, jika pembangunan yang menggunakan kontraktor dikenakan pajak, seharusnya kegiatan membangun sendiri juga harus dikenakan pajak demi pemerataan.
Penarikan PPN KMS berlaku sejak (1-4-2022) berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 61/PMK.03/2022. Hanya saja baru terekspose sekarang ini seiring mencuatnya realisasi kenaikan PPN sebesar 12 persen dari sebelumnya sebesar 11 persen per (1-1-2025) mendatang. Ini berarti PPN KMS juga akan ikut naik.
Jika saat PPN sebesar 11 persen besaran PPN KMS 2,2 persen (hasil kali 20 persen dengan 11 persen harga bangunan), per 1 Januari mendatang, besaran PPN KMS adalah 2,4 persen dari harga bangunan yang dikenai pajak. Hal inilah yang menciptakan keresahan baru di tengah khalayak.
Terdengar menggelikan jika dipaparkan bahwa PPN KMS merupakan upaya pemerintah untuk menciptakan keadilan. Pasalnya, terpantau sejauh ini, pemerintah hanya menitikberatkan penegakan keadilan (baca: pemerataan) pada unsur yang mengandung kewajiban rakyat saja. Namun jika itu terkait hak rakyat, pemerintah seolah menutup mata.
Betapa tidak, di tengah pemenuhan kebutuhan sandang dan pangan masyarakat yang makin hari makin sulit akibat penerapan regulasi yang diadopsi dari sistem ekonomi kapitalisme, pemerintah malah menambah beban rakyat dengan mengekalkan beleid PPN KMS. Akibatnya, masyarakat makin sulit dalam memenuhi kebutuhan papannya. Sementara kebutuhan akan tempat tinggal merupakan kebutuhan dasar manusia.
Di sisi lain, pemerintah sebagai pejabat negara beserta para wakil rakyat semaksial mungkin mewakili rakyat dalam menikmati fasilitas demi fasilitas secara gratis. Ditambah lagi, berbagai regulasi digencarkan dalam rangka memudahkan para kapitalis (pemilik modal) untuk mengeksploitasi sumber daya alam yang pada dasarnya semua itu adalah hak rakyat. Sementara jika negara mengelola sendiri sumber daya alam tersebut dan didistribusikan kepada masyarakat, sangat mungkin untuk memenuhi kebutuhan papan masyarakat secara langsung maupun tidak langsung.
Sayangnya, kondisi ideal tersebut tidak akan kita jumpai selama negara ini masih menerapkan sistem kapitalisme. Sebab, tujuan sesungguhnya dari sistem ini adalah untuk mengenyangkan perut-perut kapitalis. Sementara bahan bakarnya adalah sistem perpajakan yang diperah dari jerih payah rakyat.
Islam menempatkan sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan sebagai kebutuhan dasar manusia. Oleh sebab itu, sistem Islam yang diterapkan di dalam negara Islam (Khil4f4h) mengharuskan kepada pemimpin negara Islam (khalifah) untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar tersebut bagi masyarakat, sebagaimana hadis Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam,
“Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka.” (HR Ibnu Asakir, Abu Nu’aim).
Dalam hadis lain, Rasulullah juga bersabda,
“Pemimpin (Khalifah) adalah pelindung bagi rakyatnya dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR Bukhari).
Bahkan, Rasulullah pernah berdo’a,
“Ya Allah, siapa saja yang menguasai sesuatu dari urusan umatku, lalu mempersukar urusan mereka, maka persukarlah baginya. Dan siapa yang mengurusi umatku lalu berlemah lembut pada mereka, maka permudahlah baginya.”
Oleh karena itu, penerapan sistem Islam akan meniscayakan terpenuhinya segala kebutuhan rakyat, tanpa adanya aturan-aturan yang menyulitkan dalam rangka pemenuhan kebutuhan mereka. Khalifah wajib membuka lapangan pekerjaan dan memudahkan rakyat untuk bekerja dalam rangka memenuhi nafkah diri dan keluarganya, tanpa mekanisme yang berbelit-belit.
Selain itu, sistem ekonomi Islam juga tidak akan membiarkan pengelolaan sumber daya alam yang masuk dalam ranah kepemilikan umum untuk diprivatisasi. Khalifahlah yang akan mengelola sumber daya alam tersebut melalui mekanisme yang telah ditetapkan hukum syarak dan hasilnya akan didistribusikan kepada rakyat, baik langsung maupun tidak langsung secara merata.
Mekanisme ini sangat memungkinkan negara untuk memberikan hunian layak kepada rakyat yang membutuhkan dan tidak memiliki kemampuan secara cuma-cuma. Mekanisme semacam inilah yang diberlakukan sepanjang penerapan sistem Islam di bawah naungan institusi Daulah Khil4f4h.
Inilah yang seharusnya diperjuangkan oleh seluruh kaum muslim. Mengingat penerapan syariat Islam secara kafah di bawah institusi negara merupakan kewajiban seluruh umat muslim. Dengan begitu, Islam rahmatan lil a’lamin dapat terwujud. Allahu a’lam bisshawwab
Dewi Balkis Uswatun Hasanah, S.Pd. [CM/NA]