CemerlangMedia.Com — Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, sekaligus juga calon wakil presiden untuk Pemilu 2024 Mahfud MD mengungkapkan, kemunduran yang terjadi di Indonesia, seperti pembangunan ekonomi dan investasi disebabkan karena ketidakpastian hukum. Izin bagi pengusaha yang bertele-tele, hingga suap-menyuap dan korupsi yang terjadi sangat memerlukan adanya perbaikan hukum (6-1-2024).
Sebagai seorang menteri yang juga pernah menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi mengakui bahwa hukum-hukum yang mengatur Indonesia saat ini perlu dilakukan perbaikan secara komprehensif. Termasuk di dalamnya regulasi, implementasi, dan birokrasi penegakan hukum, demi tercipta sikap pebisnis yang adil dan berkelanjutan. Indikasi bahwa skeptis hukum dalam sistem demokrasi saat ini adalah sebuah keniscayaan.
Hal ini karena dalam negara demokrasi, kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat. Rakyatlah sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, pun dalam menetapkan peraturan. Untuk menjalankan amanah ini, rakyat menunjuk para wakilnya untuk duduk dalam Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Di sinilah yang nantinya akan digodok legislasi hukum untuk rakyat.
Sebagai lembaga legislasi hukum, DPR mempunyai wewenang menyusun undang-undang yang mengatur rakyat. Di dalamnya terdapat Badan Keahlian DPR yang bertugas sebagai pendukung kelancaran pelaksanaan wewenang dan tugas DPR. Hal ini berarti, peraturan, undang-undang, dan hukum Indonesia pada realitanya adalah hukum yang dibuat oleh manusia.
Manusia yang duduk di parlemen inilah yang membuat peraturan dan hukum, kemudian diterapkan dan dijalankan oleh rakyat. Termasuk juga dalam menetapkan konsep bernegara, manusia sendiri yang mengaturnya. Begitulah aturan hukum yang dikeluarkan negara demokrasi.
Sementara itu, manusia yang mempunyai banyak keterbatasan tidaklah dapat mengetahui hakikat kehidupan dirinya secara menyeluruh. Keterbatasan manusia inilah yang memberikan peluang ketidakpastian dan skeptis dalam peraturan dan hukum yang telah dibuat.
Akibatnya, hukum dan peraturan tersebut bisa saja diperbaharui menyesuaikan kebutuhan. Perlu digarisbawahi bahwa manusia yang membuat peraturan pastilah akan dipengaruhi oleh kepentingannya yang bisa jadi menguntungkan bagi dirinya, tetapi membawa kerugian bagi orang lain.
Begitulah, munculnya peraturan-peraturan baru tidak juga dapat menyelesaikan problematika manusia secara menyeluruh. Malahan menimbulkan permasalahan-permasalam baru, sementara permasalahan lama belum juga tuntas terselesaikan.
Berbeda halnya apabila peraturan dan hukum berasal dari Allah Swt., Pencipta manusia. Allah telah menurunkan hukum berupa syariat yang terkandung dalam Al-Qur’an dan juga tertuang dalam sabda Nabi saw. berupa hadis. Hukum ini sifatnya tetap dan dapat mewujudkan keadilan karena berasal dari Pencipta manusia Yang Maha Mengetahui atas segala sesuatu.
Hukum Islam yang memang Allah buat untuk ditaati manusia demi menjaga hakikat dirinya sebagai manusia yang akan dipertanggungjawabkan nanti di akhirat. Hukum inilah solusi paripurna setiap problematika hidup yang dihadapi manusia dari Yang Maha Tahu demi menggapai kesejahteraan manusia di dunia dan akhirat.
Namun, tegaknya syariat ini tidak akan langgeng tanpa sebuah wadah daulah. Ya, Daulah Islamiah yang dipimpin seorang khalifah demi menjaga agama Islam dan dakwahnya. Sosok pemimpin yang tegas dalam menjalankan semua syariat dan senantiasa bertakwa untuk taat.
Bersama dengan petugas negara lainnya, mereka akan senantiasa menjalani amanah pemerintahan dengan baik karena hati dan pikiran mereka senantiasa bertaut pada keimanan dan pertanggungjawaban akan akhirat. Begitulah sosok pemimpin dalam Islam. Sabda Nabi saw.,
《إِنَّمَا اْلإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ فَإِنْ أَمَرَ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَعَدَلَ كَانَ لَهُ بِذَلِكَ أَجْرٌ وَإِنْ يَأْمُرْ بِغَيْرِهِ كَانَ عَلَيْهِ مِنْهُ》
“Sesungguhnya imam/khalifah adalah perisai bagi orang-orang berperang di belakangnya dan menjadikannya pelindung. Apabila ia memerintahkan ketakwaan kepada Allah Azza wa Jalla dan berlaku adil, baginya terdapat pahala dan apabila ia memerintahkan yang selainnya, maka ia harus bertanggung jawab atasnya.” (HR Muslim).
Nilma Fitri, S. Si.
Bekasi [CM/NA]