Dalam Islam, seluruh kekayaan alam, seperti tambang adalah milik umum. Negara hanya mempunyai hak untuk mengelolanya saja, sementara hasilnya harus diperuntukan untuk kemaslahatan rakyat.
CemerlangMedia.Com — Lagi, tambang ilegal menelan korban. Sebanyak 25 orang menjadi korban dalam tragedi longsor yang terjadi di kawasan tambang ilegal di Kabupaten Solok, Sumbar. 12 orang dinyatakan selamat, meski mengalami luka dan 13 lainnya dinyatakan meninggal. Audy Joinaldy selaku Plt Gubernur Sumbar menyebut bahwa pengawasan sepenuhnya berada dalam kendali pemerintahan pusat (29-09-2024).
Saling lempar tanggung jawab kerap kali terjadi antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat jika terjadi situasi atau hal-hal yang tidak diinginkan dan menyangkut keselamatan rakyat, seperti pada kasus tambang ilegal yang menelan korban di Sumbar saat ini. Pihak Pemprov Sumbar menyebut bahwa permasalahan tersebut berada dalam kewenangan pusat. Dalam sistem kapitalisme demokrasi, semua itu memang keniscayaan. Mereka sering kali mangkir dari tanggung jawab dan abai terhadap nasib rakyat.
Ada beberapa faktor mengapa tambang ilegal begitu marak di Indonesia. Pertama, lemahnya pengawasan dan penegakan hukum dari negara. Kedua, adanya keterlibatan sejumlah oknum dan praktik korupsi menciptakan lingkaran setan yang sulit diputus mata rantainya. Ketiga, regulasi yang tidak efektif, bahkan cenderung sulit.
Proses perizinan tambang yang memakan waktu, birokratis, dan mahal sering kali menjadi alasan mengapa banyak pelaku usaha memilih jalur ilegal. Menurut laporan Word Bank, proses perizinan pertambangan di Indonesia rata-rata memakan waktu sampai 2 tahun. Hal ini yang akhirnya membuat para pengusaha memilih jalan pintas ketimbang harus berurusan dengan prosedur yang rumit dan berbelit-belit.
Regulasi yang ada sering kali tumpang tindih dan tidak sinkron antara pemerintah pusat dan daerah sehingga menimbulkan kebingungan dalam pelaksanaan di lapangan. Hal ini juga yang sering kali membuat mereka akhirnya saling lempar tanggung jawab jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Sementara tambang ilegal memiliki dampak sangat buruk terhadap lingkungan juga sosial. Dampak terhadap sosial, misalnya sering memicu konflik antar warga dan adanya pelanggaran hak asasi manusia. Banyak kasus pekerja tambang yang diperlakukan tidak manusiawi dengan kondisi kerja yang buruk, bahkan tanpa jaminan keselamatan.
Tambang ilegal juga sangat merugikan perekonomian negara karena pajak dan royalti yang seharusnya masuk ke kas negara, justru dinikmati segelintir orang. Inilah kenyataan pahit hidup dalam sistem kapitalisme demokrasi, semua itu adalah keniscayaan. Mirisnya, solusi yang dihadirkan tidak pernah menyeluruh, bahkan cenderung seperti tambal sulam.
Dalam Islam, seluruh kekayaan alam, seperti tambang adalah milik umum. Negara hanya mempunyai hak untuk mengelolanya saja, sementara hasilnya harus diperuntukan untuk kemaslahatan rakyat. Dalam proses pengelolaan, negara boleh melibatkan masyarakat sebagai pekerjanya. Oleh karenanya, negara wajib menetapkan standar yang jelas sekaligus menjamin keselamatan para pekerja.
Negara juga akan menindak tegas para pelaku tambang ilegal dengan memberi sanksi berat yang dapat menimbulkan efek jera. Prioritas negara adalah kesejahteraan rakyat. Dengan demikian, regulasi yang dihasilkan tentu untuk kepentingan rakyat, bukan segelintir orang.
Sejatinya, semua itu hanya bisa terjadi dalam negara yang menerapkan sistem Islam secara menyeluruh. Sebab, sistem Islam akan mampu menyelesaikan semua persoalan dan selalu relevan di setiap keadaan. Sistem Islam juga akan mampu meminimalkan berbagai tindak kejahatan, termasuk tambang ilegal. Ini karena sistem Islam bersumber dari Sang Pencipta dan tolok ukur kehidupan manusia dalam sistem Islam adalah mencari rida Allah, bukan mencari kebahagiaan sebanyak-banyaknya dengan melakukan segala macam cara. Wallahu a’lam
Rina Herlina
Payakumbuh, Sumbar [CM/NA]