Tolok ukur sistem ekonomi Islam adalah kesejahteraan masyarakat per individu, bukan secara kolektif. Hal ini diwujudkan melalui jaminan kebutuhan pokok secara langsung, baik sandang, papan, maupun pangan.
CemerlangMedia.Com — Tindak pidana perdagangan orang (TPPO) terulang lagi. Sebanyak 11 orang warga Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat menjadi koban TPPO di Myiawaddy, Myanmar. Seperti halnya yang dikatakan oleh Ketua DPC Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Sukabumi, Jejen Nurjanah, jaringan TPPO telah menyandera 11 orang dengan meminta tebusan Rp50 juta per orang sehingga total tebusan yang diminta sebesar Rp550 juta untuk proses pembebasan 11 orang warga Sukabumi (15-9-2024).
Kasus TPPO ini bukanlah yang pertama kalinya, tetapi sudah berulang kali terjadi. Meskipun penyebab terjadinya TPPO sudah diketahui, seperti kurangnya kesempatan kerja, PHK merajalela yang membuat perekonomian rakyat makin hancur, sektor pendidikan yang dikomersialkan sehingga rakyat tidak mampu menjangkaunya. Alhasil, rakyat makin bodoh dan miskin. Kondisi ini menjadikan rakyat berpola pikir rendah serta pragmatis sehingga mudah tergiur iming-iming untuk bekerja di luar negeri dengan gaji yang fantastis, meskipun tidak jelas legalitasnya.
Faktor lainnya adalah dugaan keterlibatan aparat serta penegakan hukum yang lemah. Bahkan, di balik itu, adanya perlindungan dari segelintir oknum yang punya kekuasaan sehingga memberi cela para pelaku untuk melakukan TPPO. Dalam hal ini, negara dengan sistem kapitalisme seolah tidak ada keseriusan dalam menangani problematika yang ada. Negara hanya menyelesaikannya secara teknis, padahal faktanya, yang dibutuhkan adalah penyelesaian secara sistemik karena semua itu buah dari kebobrokan sistem kapitalisme liberal.
Untuk menyelesaikan kasus TTPO, dibutuhkan sebuah sistem yang sahih, yakni sistem Islam. Dengan seperangkat aturannya yang sempurna, Islam mampu menyelesaikan segala problematika yang ada. Dalam hal ini, perlu sebuah negara yang menerapkan politik ekonomi Islam untuk mengatur perekonomian negara, baik di dalam maupun luar negeri. Oleh karenanya, negara bisa mengontrol ekonomi dan menjamin kebutuhan masyarakat.
Tolok ukur sistem ekonomi Islam adalah kesejahteraan masyarakat per individu, bukan secara kolektif. Hal ini diwujudkan melalui jaminan kebutuhan pokok secara langsung, baik sandang, papan, maupun pangan. Begitu pula dengan jaminan kebutuhan terkait pendidikan, kesehatan, dan keamanan, tanpa melihat status ekonomi dan sosial sehingga kesejahteraan masyarakat benar-benar bisa terwujud. Wallahu a’lam bisshawwab
Wiji Umu Fayyadh
Kebumen [CM/NA]