Oleh: Ummi Fatih
Toleransi dalam Islam yang tertuang dalam surah Al Kafirun sangat jelas, yakni tidak boleh melanggar dalam hal akidah dan ibadah dengan alasan menghormati. Oleh karenanya, meskipun akidah dan cara beribadah masing-masing agama itu berbeda, semua orang harus membiarkan setiap umat beragama melaksanakan ibadah mereka tanpa boleh menghina, menghalangi, dan mencampuradukkan ajaran agama.
CemerlangMedia.Com — Desember hampir berakhir, agenda rutin perayaan Nataru udah mulai disiapin secara global. Di Indonesia sendiri, berbagai rencana penyambutannya mulai disiapin dengan matang, terutama persiapan faktor toleransi yang selama ini masih bermasalah besar. Sayangnya, persiapan toleransi di negeri ini keliatan bertentangan banget dengan akidah Islam yang dianut mayoritas penduduknya.
Ajaran Islam yang jelas udah ngelarang kaum muslim tolong-menolong dalam keburukan, termasuk pelanggaran terhadap agama-Nya yang tertuang dalam surah Al Maidah ayat 2, ternyata muslim negeri ini justru nolongin Nasrani yang menyekutukan Allah Swt., sebagaimana pernyataan Menteri Agama Nasrudin Umar. Menag bilang, bakal ngizinin pemakaian lahan parkir dan terowongan silaturahmi Masjid Istiqlal yang terhubung dengan Gereja Katedral untuk umat Nasrani yang bakal ngerayain N*tal tahun ini (Tempo.com, 17-12-2024).
Kalau kayak gitu, gimana, nih, menurut para generasi penerus bangsa? Mana yang bakal ditaati, kebijakan toleransi yang dihasilkan pejabat negeri ini atau kebijakan toleransi islami yang dibuat langsung oleh Tuhan yang kita imani?
Akar Masalah Toleransi
Masalah toleransi emang udah lama memanas dan belum menemukan solusi. Meski udah banyak dibuatin kebijakan saling menghormati, tetapi pada faktanya bikin suasana tambah panas sampai saling bermusuhan.
Tahu, nggak, semua itu terjadi karena negara nggak melaksanakan kewajibannya untuk menjaga akidah umat beragama yang menjadi penduduknya. Negara hanya bikin kebijakan tanpa memikirkan tentang dampak buruknya. Secara pribadi, keimanan masyarakatnya menjadi rendah dan bikin mereka jatuh ke lembah dosa. Sementara secara umum, emosi antar umat beragama bakal gampang tersulut api intoleransi.
Coba aja dipahami, misalnya tentang kebijakan berlandaskan moderasi beragama yang ngasih saran umat Islam ikut ngerayain n*tal dalam gereja. Tentunya bakal menambah dosa dalam catatan amal umat Islam. Sebab, ajaran Islam mewajibkan pemeluknya hanya mengagungkan Allah Swt., tetapi malah disuruh ikut umat agama lain untuk menyembah tuhan mereka.
Kalau diteliti lagi, kebijakan yang menteri agama tadi ucapkan itu intoleran juga, lo. Soalnya, suara keras azan dalam Masjid Istiqlal dan keramain parkir umat Nasrani di kawasan parkir masjid bakal bikin umat Islam dan Nasrani saling terganggu ibadahnya. Nah, kalau kayak begitu, di mana toleransinya? Kerukunan juga bakal sulit diwujudkan, iya, kan?
Toleransi Islam yang Layak Diikuti
Toleransi dalam Islam sebenarnya jauh lebih tegas dan tepat untuk diterapkan. Sebab, Islam ngebebasin semua orang untuk memilih agama apa pun yang diminatinya, sesuai firman Allah Swt. yang nggak maksa manusia masuk Islam.
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.” (QS Al Baqarah: 256).
Selain itu, Islam yang mewajibkan umatnya untuk hanya meyakini kebenaran agama Islam, bukan berarti menyuruh menghina agama lain. Justru dengan keteguhan agama itu, pencampuradukkan ajaran agama nggak bakal terjadi sehingga ibadah masing-masing agama bisa dilakukan dengan tenang oleh setiap pemeluknya.
Ketika dahulu prinsip toleransi itu diterapkan oleh negara Islam, suasana harmonis masyarakat bisa tercipta. Sebab, toleransi dalam Islam yang tertuang dalam surah Al Kafirun sangat jelas, yakni tidak boleh melanggar dalam hal akidah dan ibadah dengan alasan menghormati. Oleh karenanya, meskipun akidah dan cara beribadah masing-masing agama itu berbeda, semua orang harus membiarkan setiap umat beragama melaksanakan ibadah mereka tanpa boleh menghina, menghalangi, dan mencampuradukkan ajaran agama.
Bahkan, dalam segi muamalah, prinsip toleransi islami yang negara terapkan dahulu mampu juga memberikan layanan yang adil untuk semua rakyat, sekalipun berbeda agama dan kepercayaannya. Sebagai contoh layanan pendidikan dan kesehatan yang dijamin gratis bagi seluruh rakyat, baik muslim maupun non muslim.
Lebih dari itu, Islam mewajibkan negara membentuk suatu badan peradilan kadi khudamat untuk melindungi akidah masyarakat, terutama umat Islam. Negara menghukum mereka yang punya niat murtad, sebagaimana sabda Rasulullah saw. yang artinya,
“Siapa saja yang mengganti agamanya (murtad dari Islam), maka bunuhlah!” (HR Bukhari dan An Nasai).
Bukan berarti hal itu suatu kekejaman. Akan tetapi, justru karena ketegasan untuk menyelamatkan kehidupan masyarakat sejak di dunia hingga ke alam abadi, akhirat nanti.
Hebatnya lagi, Islam juga sangat bijaksana dalam menjaga akidah masyarakat dengan menyuruh negara nyiapin departemen khusus yang disebut departemen penerangan untuk kepentingan syiar Islam. Ini bertujuan supaya umat kuat iman dengan rajin mempelajari agama yang dianutnya melalui berbagai aktivitas dalam depertemen tersebut.
Umat non muslim yang selama ini penasaran dengan ajaran Islam pun menjadi makin bersemangat mempelajari Islam dengan benar. Allah pun akan memberi hidayah dalam diri mereka sehingga bisa masuk Islam dengan tulus dari hatinya.
Nah, akhirnya jelas, kan, kebijakan toleransi siapa yang seharusnya diikuti para generasi penerus bangsa agar kerukunan tumbuh di negeri ini dan hubungan dengan umat agama lain juga nggak jadi dosa yang bikin rugi selamanya. Iya, kan? [CM/NA]