Oleh. Choirin Fitri
(Kontributor Tetap CemerlangMedia.Com)
CemerlangMedia.Com — “Hai, tidur mulu,” gertak si imut.
“Bulan Ramadan, tidur juga dapat pahala,” sanggah si bongsor.
“Emang tidur berpahala, tetapi kalau tidur mulu, itu sih sama dengan belajar jadi mayat,” cibir si imut.
“Lho, kok?” Si bongsor langsung menegakkan badannya terbelalak.
Si imut senyum-senyum aja.
____
Hayo, ada yang pernah ngalami fragmen kisah ini? Atau, jangan-jangan jadi pelaku tidur mulu sepanjang puasa. Waduh jangan sampai ya!
Emang sih, bagi yang enggak biasa puasa sunah, saat Ramadan tiba terasa berat. Beda banget dengan yang udah biasa puasa, datangnya Ramadan malah bikin tambah semangat. Hingga, badan pun terasa kuat.
Bagi yang lemas, letih, lesu, dan enak rebahan aja saat puasa, bisa jadi karena enggak biasa puasa sunah. Tubuh pun butuh penyesuaian. Namun, seiring waktu berjalan, puasa sebenarnya malah bikin tubuh tambah sehat. Lalu, kok masih suka rebahan? Heeemmm, jangan-jangan gegara virus M alias malas yang melanda.
Dalih kaum rebahan ini mantul. Ada hadis yang banyak beredar bahwa tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah. Sayangnya dari banyak pengkajian, hadis yang viral itu dhaif alias lemah. Enggak boleh dijadikan landasan perbuatan.
Sejatinya tidur itu mubah. Boleh. Halal. Bakal bernilai pahala jika diniatkan agar kuat bangun malam untuk qiyamullail, tarawih, atau ibadah lainnya. Bakal enggak bernilai, jika tidur karena malas, kekenyangan, atau enggan beraktivitas.
Catet ya! Ramadan bagi seorang muslim itu bulan perjuangan, bukan rebahan. Enggak ada dalam kamus seorang muslim, sebulan puasa, waktu habis hanya untuk tidur. Bahkan, Rasulullah dan para sahabatnya melakukan aktivitas jihad dan beroleh kemenangan di bulan mulia ini.
Ketika Rasulullah masih hidup, ada 3 peristiwa besar yang dilakukan kaum muslimin tepat saat mereka berpuasa. Enggak ada istilah rebahan dan berpangku tangan hanya gegara menahan lapar dan dahaga. Apa aja sih?
Perang Badar al-Kubra terjadi pada 17 Ramadan 2 H. Perang ini boleh dibilang, perang “hidup-mati” antara kaum muslim dengan orang-orang kafir Quraisy. Perang perdana setelah Rasulullah mendirikan negara Islam dengan pusatnya di Madinah. Saat itu pasukan kaum muslimin kurang lebih 300 orang. Sedangkan, pasukan kaum Quraisy seribu pasukan.
Dalam perang ini, Rasulullah sempat merasa takut kalau pertempuran itu akan memusnahkan kaum mukminin Madinah di muka bumi ini. Hingga, beliau berdoa kepada Allah dengan doa yang mengguncang Arsy, “Ya, Allah, jika kelompok ini sekarang binasa, tidak ada lagi yang menyembah-Mu di atas muka bumi ini.”
Sungguh dahsyat doa Rasulullah ini. Allah pun mengutus pasukan dari kalangan malaikat untuk membantu Rasulullah dan para sahabat memenangkan pertempuran.
Perang Ahzab atau yang sering disebut perang Khandaq (parit) tak luput dari bulan mulia Ramadan. Kaum muslimin membuat parit yang panjang, lebar, dan dalam untuk menyambut pasukan kafir Quraisy dengan pasukan sekutunya dilakukan saat bulan Ramadan. Sungguh perjuangan yang luar biasa bukan?
20 Ramadan 8 H, Rasulullah beserta para sahabatnya melakukan Futuh Makkah (Penaklukan Makkah). Beliau ke luar bersama 10 ribu pasukan perang dari kaum Muhajirin dan Anshar menuju Makkah. Tak ada pertumpahan darah. Penduduk Makkah menyerah dan tunduk di bawah kepemimpinan Rasulullah saw..
Setelah Rasulullah wafat, ada banyak aktivitas jihad yang dilakukan kaum muslimin. Di antaranya pada 1 Ramadan 587 H, terjadi penghancuran dan penguasaan kota ‘Asqolan yang merupakan pintu masuk menuju kota Al-Quds. Dilakukan oleh Shalahuddin Al-Ayyubi sebagai strategi menahan laju kekuatan kaum salib (Nasrani) yang akan merebut kota Quds.
Puluhan tahun sebelumnya, 6 Ramadan 223 H, Sultan al-Mu’tasim seorang khalifah ‘Abasiyah mengadakan pengepungan terhadap Kota ‘Umuriyah’ yang merupakan benteng pertahanan terkuat kerajaan Benzantiniyyah di Asia kecil. Usahanya berhasil dengan takluknya kota tersebut.
Panglima Al-Afsyiin salah satu panglima perang Khalifah ‘Abasiyah Al-Mu’tasim bin Harun ar-Rasyid mampu menaklukkan Kota Albadz, pusat pemerintahan Babak al-Khurmi setelah melakukan pertempuran, dan pengepungan selama dua tahun penuh pada 9 Ramadan 222 H.
Pada 25 Ramadan 658 H, Perang Ain Jalut yang terjadi antara kaum musim dan Tartar merupakan perang yang besar dalam sejarah Islam. Kemenangan berada di pihak kaum muslimin.
7 ribu tentara di bawah kepemimpinan Thariq bin Ziyad menaklukkan wilayah Andalus. Tanggal 28 Ramadan 92 H kemenangan pun berada di pihak muslim.
Sejarah telah mencatat dengan tinta emas peradaban terbaik yang melahirkan generasi pejuang. Tak ada istilah rebahan yang enggak produktif. So, mumpung Ramadan masih digenggam, segera lanjutkan perjuangan demi tegaknya kemuliaan Islam dan kaum muslimin! Aamiin. [CM/NA]