Terabas Lampu Merah

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

#30HMBCM

Oleh: Nurhy Niha

CemerlangMedia.Com — Menikah adalah ibadah terpanjang. Sewindu telah kami lewati bersama dalam mahligai pernikahan ini. Mulai ekonomi yang belum stabil sampai masalah anak yang belum kami dapatkan. Kami menikah di usia yang masih sangat muda. Ayah takut, aku terkena pergaulan bebas ketika kuliah di luar pulau.

Ketika aku cerita memiliki teman dekat ayah langsung menyuruh untuk datang ke rumah yang berakhir dengan pernikahan. Kami memutuskan menikah bukan hanya karna paksaan ayah, tapi karena suamiku juga takut kebablasan apalagi kami jauh dari orang tua. Selama kuliah aku dan suamiku sepakat untuk menunda untuk momongan. Rencananya kami akan mulai memikirkan anak setelah ekonomi kami stabil.

Beberapa tahun berlalu kami sama-sama lulus kemudian melanjutkan untuk bekerja sesuai bidang kami masing-masing. Aku mulai berkeinginan memiliki keturunan. Rasanya sepi ketika pulang ke rumah kami hanya berdua saja. Aku mengutarakan keinginanku pada bang Damar.

“Abang, kalau kita punya anak bagaimana?” tanyaku

“Eem…. Abang juga mau, apalagi kita sudah 6 tahun menikah” jawab suamiku.

Alhamdulillah suamiku juga memiliki keinginan yang sama.

“Ade senang, Abang setuju kalau kita punya anak. Semoga Allah mudahkan ya, Bang”. Ucapku tersenyum senang.

Beberapa bulan berlalu namun sayang kami masih berdua. Kami sudah cek kesehatan bahkan berencana melakukan program apabila kesulitan memiliki keturunan. Aku bahkan sudah berhenti bekerja karena menurut ibu bisa saja aku kecapean jadi aga sulit untuk hamil.

Berdasarkan hasil cek kesehatan kami berdua sehat dan siap untuk punya anak. Jujur aku bingung karena aku belum hamil juga. Pikiran negatif mulai menghantuiku padahal program kehamilan sudah kami ikuti tapi belum membuahkan hasil.

Program kehamilan ini membuatku sedikit depresi. Aku pikir setelah berhenti kerja dan fokus program kehamilan semua akan berjalan lancar. Bulan berganti bulan, tahun pun berganti tetapi buah hati yang diharapkan tak kunjung hadir. Keuangan kami semakin terkuras apalagi aku yang sudah tidak bekerja.

Aku bersyukur mas Damar masih setia dan selalu menyemangatiku di kala hasil testpack masih satu garis. Aku mengurangi hadir di acara keluarga karna takut ditanya tentang anak. Daripada aku jadi melow lebih baik aku tidak datang. Keluargaku tidak masalah aku belum memiliki anak karna ayah dan ibu sudah punya cucu dari kakak dan adikku. Sementara keluarga suamiku sangat mengidam-idamkan cucu karena suamiku adalah anak laki-laki satu-satunya.

Ketika sendirian pikiran liarku berkelana bagaimana kalau aku tidak bisa memberikan suamiku keturunan. Aku sering melihat di media sosial tentang derita istri yang tidak bisa memberikan anak. Informasi yang overload ini semakin menambah tekanan untukku.

Aku harus keluar dari cengkraman pikiran-pikaran negatif ini. Aku mulai mengikuti kajian-kajian keislaman untuk menenangkan batinku yang tidak karuan ini. Alhamdulillah aku lebih tenang dan ikhlas. Aku punya circle yang positif dan mengajakku pada kebenaran. Masalah anak itu di luar kuasaku sebab hanya Allah yang berhak dan mengetahui yang terbaik untuk hambanya.

Keuangan semakin menipis dan aku memutuskan untuk menghentikan program kehamilan ini. Aku akan berikhtiar dengan caraku sendiri karrna jika Allah sudah berkehendak tidak ada yang mustahil. Suamiku selalu mendukung setiap keputusanku nikmat mana lagi yang kau dustakan. Memiliki suami yang yang sekalu ada untuk kita dan selaku mendukung kita adalah anugrah yang tak ternilai.

Saat perjalanan pulang dari pasar. Ada pesan masuk dari bang Damar. Kubaca kemudian ternyata bang Damar mengajakku ketemu.

“Ade, Abang mau berbicara penting. Ade bisa temui Abang di kafe seberang kantor Abang?”

Tak biasanya Bang Damar mengajak berbicara penting di kafe, biasanya kami berbicara hal penting di rumah. Untuk menghemat waktu aku memutuskan untuk langsung pergi.

Saat berhenti di lampu merah aku melihat mobil suamiku di samping angkot yang aku tumpangi. Aku langsung menelepon suamiku.

“Bang, Ade ada di angkot samping mobil Abang. Ade turun ya, biar…

Tutut… tut… tut… telepon langsung terputus dan mobil suamiku langsung terabas lampu merah.

Ada apa ini? Kenapa teleponnya langsung dimatikan dan Bang Damar terabas lampu merah? Tak biasanya Bang Damar seperti ini. Aku harus cepat sampai kafe. Dalam perjalanan aku terus menelepon suamiku, tetapi tak ada jawaban. Kecurigaanku makin besar.

Entah kenapa perjalanan ini terasa lama sekali. Pikiranku makin tak karuan. Aku berdoa untuk menenangkan diri. Semoga tidak ada hal buruk yang terjadi.

Akhirnya aku sampai di kafe belum terlihat Bang Damar. Aku duduk dekat jendela mengahadap kantor Bang Damar biar aku bisa melihat kedatangan Bang Damar. 30 menit menunggu tak kunjung datang. Aku telepon tak ada jawaban, aku chat pun sama. Mungkin Bang Damar masih sibuk, pikirku menenangkan diri.

Aku terus melihat kantor Bang Damar, tiba-tiba seseorang duduk di depanku. Suamiku duduk tanpa aku sadari kedatangannya.

“Ade lama menunggu? Abang ingin bicara penting,” ucap suamiku membuka pembicaraan.

“Lumayan, Abang mau biacara apa? Tumben mau bicara di kafe,” jawabku.

“Abang mau mengenalkan pada seseorang…

“Siapa, Bang?” potongku.

Napasku tiba-tiba cepat, pikiranku melayang apakah dia mau mengenalkan pada…. Astaga… tak sanggup aku mengucapkannya.

“Siapa, Bang?” tanyaku lagi memastikan.

“Lia, sini…” jawab suamiku sambil memanggil seorang wanita bernama Lia dengan lembut.

Aku tak berani menoleh, rasanya ingin menghilang. Air mataku turun tanpa bisa kucegah.

“Ade, kamu menangis?” Ucap suamiku sambil menyentuh tetesan air mataku.

Seorang anak kecil datang dan duduk di samping Bang Damar.

“Aku mau pulang, aku ga mau berkenalan dengan siapa-siapa.”

Aku berdiri lalu beranjak pergi.

“De, kamu kenapa? Ini ga seperti yang kamu pikir.” Ucap Bang Damar sambil memegang tanganku.

“Ikut Abang, ayo, Abang jelaskan.”

“Lia tunggu di sini jangan ke man-mana.” Ajak bang Damar ke meja di ujung kafe.

Aku menyesal telah berpikiran negatif pada Bang Damar. Keadaanku yang belum bisa memberikan buah hati mengacaukan pikiranku. Bersikap impulsif dan gegabah menyimpulkan sesuatu. Astaga, apa yang terjadi padaku? Padahal aku sudah sering ikut kajian, tetapi kenapa aku masih berpikiran negatif. Mungkin karena aku sering menghabiskan waktu scroll medsos, jadi terlalu banyak informasi yang diserap tanpa memperhatikan kebenarannya.

Gara-gara Bang Damar terabas lampu merah, aku jadi mikir yang aneh-aneh.

“Ya Allah, maafkan Ade, Ade ga percaya sama Bang Damar dan berpikiran negatif.”

“Bang Damar jangan terabas lampu merah lagi ya, Bang. Itukan melanggar lalu lintas,” nasihatku malu-malu.

Ternyata Lia adalah anak teman kantor suamiku yang dititipkan ke Bang Damar karena istrinya mau melahirkan di kampung. Karena aku kadang sensitif tentang anak, jadi Bang Damar ragu untuk membicarakan ini.

Ternyata Bang Damar mematikan telponku karena Lia telat perlombaan di sekolahnya. Jadi Bang Damar terabas lampu merah karena panik melihat Lia menangis.

Rasanya malu sekali. Aku dan Bang Damar merawat Lia selama ayahnya masih di kampung. Ternyata mengurus anak cukup menguras energiku. Mungkin ini alasan Allah belum memberikan kami keturunan. Kami percaya, semua indah pada waktunya.

(*Naskah ini tidak disunting oleh editor CemerlangMedia) [CM/Na]

Views: 1

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *