Penulis: Abu Zaid R
Merasa berjasa kemudian menuntut penghargaan berupa perlakuan istimewa, sangat berbahaya. Ini akan merusak diri dan komunitas dakwah. Jika tidak memperoleh perlakuan istimewa, lama-kelamaan dia akan meninggalkan dakwah. Jika komunitas menuhi harapannya berupa pemberian perlakuan istimewa, komunitas tersebut akan rusak dan hancur berantakan.
CemerlangMedia.Com — Sebab-sebab gugur dari jalan dakwah kesembilan adalah merasa berjasa. Tidak dimungkiri bahwa ketika seseorang serius dan sungguh-sungguh berdakwah dengan niat lillah, maka suatu saat akan dianggap punya kontribusi untuk dakwah, seperti keberhasilan dalam mendapatkan dukungan tokoh atau mengajak orang lain berdakwah.
Terkadang terjadi pada diri pengemban dakwah, ada perasaan merasa berjasa untuk dakwah. Perasaan ini jika dibiarkan berkembang akan mengarah kepada rasa menganggap diri lebih dari orang lain. Bisa merasa diri istimewa sehingga layak mendapatkan sedikit atau banyak perlakuan istimewa juga. Nah, perasaan ini sangat berbahaya. Mengapa?
Merasa berjasa sangat mungkin memupuk takabur, memupuk rasa bangga diri dan rasa hebat diri, bahkan bisa jadi merasa sudah banyak pahala. Akhirnya, diri hancur dunia dan akhirat.
Sementara diri yang takabur akan merusak suasana dakwah, kawan seperjuangan yang lain dianggap rendah atau tidak selevel hingga muncul sikap meremehkan dan merendahkan, baik gestur, lisan, maupun perbuatan. Jika sudah begini, suasana harmonis akan rusak dan akhirnya merusak dakwah.
Beberapa poin ini mungkin bisa menggambarkan mengapa kita tidak boleh merasa berjasa bagi dakwah:
Pertama, kita hanya bisa melakukan amal dakwah karena pertolongan Allah. Jika Allah tidak izinkan, amal dan target kita tidak akan berhasil, bahkan tidak terjadi. Kita hanya meneguhkan niat dan menyiapkan, sebab amal bisa terlaksana dan berhasil. Hingga dalam hal ini, apa ada jasa kita?
Kedua, tujuan kita adalah rida Allah dan ini sudah cukup, tidak membutuhkan anggapan dan pandangan manusia kepada kita. Mau dianggap berjasa atau tidak, apa pentingnya? Gak ada.
Ketiga, melaksanakan tugas dakwah pun kita tidak bisa seorang diri, tentunya akan melibatkan banyak kawan yang lain, baik secara langsung maupun tidak. Bahkan, di sana ada doa-doa yang tidak terputus dari kawan-kawan yang senantiasa menggedor pintu langit hingga Allah kabulkan. Jadi, di mana jasa kita?
Keempat, amal saleh yang barang kali disebut jasa itu belum tentu diterima Allah, sementara dosa-dosa dari maksiat kita pasti sudah dicatat. Lalu, di mana pentingnya jasa kita jikapun itu ada?
Kelima, merasa berjasa akan merusak diri kita lahir batin serta akan lebih luas lagi merusak dakwah, seperti yang sudah disinggung di awal. Jadi, di mana letak jasa kita? Tidak ada, bukan?
Merasa berjasa kemudian menuntut penghargaan berupa perlakuan istimewa, sangat berbahaya, bukan? Ini akan merusak diri dan komunitas dakwah. Jika tidak memperoleh perlakuan istimewa, seperti harapan, lama-kelamaan dia akan meninggalkan dakwah. Jika komunitas menuhi harapannya berupa pemberian perlakuan istimewa, komunitas tersebut akan rusak dan hancur berantakan. Naudzubillah min dzalik.
Semoga Allah melindungi kita dari merasa berjasa dalam dakwah ini. Aamiin.
Ngaji, yuk! [CM/Na]