Narasumber: K.H. Hafidz Abdurrahman, M.A.
Rasullullah Shalallahu alaihi wasallam adalah sebaik-baik bapak bagi umat Islam. Pada saat manusia dibangkitkan, Nabi Shalallahu alaihi wasallam ada di sebelah kiri Arsy untuk melihat umatnya yang melewati sirat. Saat umatnya akan terpelanting melewati sirat, Nabi Shalallahu alaihi wasallam mengulurkan tangannya agar umatnya bisa kembali melewati sirat sampai mendapatkan jannah.
CemerlangMedia.Com — Peringatan Maulid Nabi Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam berawal dari makin jauhnya umat Islam dari sosok panutan, yakni pada masa Kekhalifahan Bani Abbasiyah. Pada masa ini, umat hidup dalam kemewahan setelah kaum muslim menguasai 2/3 dunia. Namun sayangnya, tubuhnya keropos dari dalam, kemaksiatan merajalela, konflik antar mazhab, kemerosotan, serta perbedaan pandangan.
Umat kehilangan sosok panutan yang bisa menyatukan, sebagaimana yang Allah Taala sampaikan di dalam Al-Qur’an,
“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS Al-Ahzab: 21).
Oleh karena itu, bagi orang mukmin, wajib hukumnya meneladani Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam, sebagaimana firman Allah Taala,
“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Ali Imran: 31).
Meneladani Nabi Shalallahu alaihi wasallam adalah ittiba’. Oleh karena itu, ulama ushul menjelaskan makna uswatun hasanah sebagai qudwah (panutan) dalam dua aspek. Pertama, ittiba’, yakni menjadikan Rasullullah Shalallahu alaihi wasallam sebagai muttaba’ atau yang diikuti. Kedua, al-qiyam, yakni menjalankan perbuatan yang dijalankan Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam.
Hukum ittiba’ adalah wajib. Seorang mukmin tidak boleh ittiba’ dan memiliki qudwah yang lain, selain Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam. Mengutip tulisan Ustazah Dukturah Ihsan Faqih, “Maulid Nabi adalah kesempatan untuk menghidupkan kembali ittiba’ kita karena banyak orang Islam yang sudah mulai luntur ittiba’-nya.”
Beberapa hal yang harus di-ittiba’-i dari Baginda Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam, yakni sunahnya. Siapa saja yang mengikuti sunah beliau, maka ia tidak akan pernah tersesat.
Imam Al-Bushiri menyampaikan beberapa pesan dalam Qasidah Burdah terkait Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam, di antaranya,
Pada bait 118 disebutkan, diutusnya Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam telah membuat gentar dan takut hati-hati para musuh sehingga orang-orang kafir berusaha membunuh Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam. Sebab, mereka tahu bahwa Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam adalah nabi akhir zaman yang akan memimpin dunia.
Pada bait berikutnya disebutkan bahwa musuh-musuh Islam ingin lari. Bahkan, mereka hampir berharap tubuhnya bisa terbang seperti burung besar dan rajawali karena saking takutnya kepada Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam dan pasukannya.
Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam menghormati bulan-bulan haram, yakni Zulkaidah, Zulhijah, Muharam, dan Rajab sehingga beliau tidak melakukan perang di bulan-bulan itu. Jika membaca sirah, didapati bahwa ada 27 kali perang yang dipimpin langsung oleh Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam yang disebut dengan ghazwah, sedangkan 76 kali perang kecil dipimpin sahabat dan detasemen yang disebut sariyyah. Apabila ditotal, ada sekitar 100 kali peperangan selama 10 tahun.
Jika dikurangi empat bulan suci yang diharamkan untuk berperang, setidaknya dalam waktu tujuh bulan, ada 10 kali peperangan yang dilakukan oleh Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam dan para sahabat. Itu menunjukkan betapa luar biasanya Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam dan para sahabat sehingga malam-malam pun begitu menakutkan bagi musuh-musuh Islam, kecuali bulan-bulan haram.
Islam datang seperti tamu undangan, singgah di halaman para sahabat bersama orang-orang jantan. Imam Al-Bushiri menyebutkan makna qarim adalah para sahabat yang dididik menjadi kesatria. Mereka adalah orang-orang yang ingin berperang melawan musuh-musuh Islam.
Pada bait berikutnya, Imam Al-Bushiri menyampaikan bahwa dengan doa yang diajarkan Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam, Saad bin Abi Waqas radhiyallahu ‘anhu dan pasukannya bisa berjalan di atas Sungai Tigris saat Perang Qadisiyah. Bahkan, Raja Kisra menyebutkan, “Mereka bukan manusia, tetapi mereka adalah jin.”
Ini karena kehebatan pasukan Saad bin Abi Waqas radhiyallahu ‘anhu yang didoakan Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam. Bahkan, Saad bin Abi Waqqas radhiyallahu ‘anhu diberi karomah sehingga setiap doanya selalu di-ijabah oleh Allah Subhanahu wa Taala atas doa Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam.
Pada bait berikutnya, Imam Al-Bushiri menyebutkan, setiap orang yang memenuhi panggilan Allah Taala dan mengharapkan pahala di sisi-Nya, menyerang akar kekufuran dengan pedang yang memusnahkan para musuh Allah Subhanahu wa Taala. Inilah sosok-sosok kesatria yang mampu merontokkan musuh-musuh Islam. Mereka adalah Nabi Shalallahu alaihi wasallam dan para sahabat.
Oleh karena kegigihan Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam dan para sahabat sehingga Islam sampai kepada umat hari ini. Generasi seperti inilah yang akan menjaga Islam sampai kiamat kelak. Setelah Islam terasing sampai kemudian terjalin erat hubungan antara pemeluknya sehingga menjadi rahmatan lil alamin.
Pada bait 127, Imam Al-Bushiri menyebutkan, para kesatria (Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam dan para sahabat) itu seperti gunung-gunung yang kokoh. Bahkan, Abdullah bin Mas’ud yang bertubuh kecil saja, Rasullullah Shalallahu alaihi wasallam menyebutkan, kakinya lebih berat dari Gunung Uhud, apalagi Umar bin Khattab yang bertubuh besar. Gelar ini disematkan karena keyakinan dan keimanan mereka terhadap Islam.
Dalam syarah terbaik Burdah dijelaskan bahwa Rasullullah Shalallahu alaihi wasallam adalah sebaik-baik bapak bagi kita. Pada saat manusia dibangkitkan, Nabi Shalallahu alaihi wasallam ada di sebelah kiri Arsy untuk melihat umatnya yang melewati sirat. Saat umatnya akan terpelanting melewati sirat, Nabi Shalallahu alaihi wasallam mengulurkan tangannya agar umatnya bisa kembali melewati sirat sampai mendapatkan jannah. Pertanyaannya, adakah bapak-bapak kita akan bisa berbuat demikian?
Disebutkan juga, umat ini akan terjamin selama-lamanya. Umat ini tidak akan pernah menjadi yatim ataupun janda karena Baginda Shalallahu alaihi wasallam telah mewariskan ulama sebagai warasatul anbiya, kitab dan sunahnya, tuntunan dan manhajnya.
Pada bait 136 disebutkan, siapa saja yang meraih kemenangan, itu karena meneladani Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam dan atas nasrullah. Kisah Safina (seorang budak laki-laki yang diberi umur panjang sampai setelah Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam wafat) bisa menjadi pelajaran bagi kita.
Pada saat itu, Safina menaiki sebuah perahu. Tiba-tiba perahu yang ia naiki diterjang ombak dan pecah. Safina terpelanting bersama serpihan perahu ke hutan. Lalu ia bertemu singa dan berkata, “Aku ini adalah budaknya Nabi Shalallahu alaihi wasallam.” Mendengar itu, singa tersebut pun tertunduk. Kemudian memandu Safina keluar dari hutan.
Ini menunjukkan bahwa selama seseorang bersama Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam, maka hidupnya akan selamat. Seseorang selalu mempunyai harapan dan tidak perlu takut dengan hal apa pun selama bersama Nabi Shalallahu alaihi wasallam.
Nabi Shalallahu alaihi wasallam menjaga umatnya dengan benteng-benteng millah, yakni Al-Qur’an dan sunah. Jika berpegang teguh kepadanya, niscaya kita tidak akan tersesat selamanya. Diibaratkan, Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam adalah singa, ulama yang berpegang kepadanya adalah singa-singa yang akan menjaga generasi sehingga menjadi kesatria. Oleh karena itu, jadilah singa-singa yang akan melahirkan kesatria sebagaimana yang disampaikan oleh Imam Al-Bushiri. [Ummu Hasan Mahmud Al-Fatih, IPA Banin]. [CM/NA]