Oleh: Rina Herlina
(Kontributor Tetap CemerlangMedia.Com)
CemerlangMedia.Com — Namanya Satria, usianya sekitar 43 tahun. Dia memiliki kepribadian yang baik, pendiam, dan penyabar. Walaupun dia memiliki masa lalu yang sedikit kelam, tetapi dia berusaha menjadi suami sekaligus ayah yang baik untuk kedua buah hatinya. Kasih sayang untuk keluarganya begitu besar, sekalipun ia memiliki istri yang sering sekali menyakiti hati bahkan menginjak-injak harga dirinya. Lagi-lagi hingga saat ini, Satria masih sabar dan selalu mencintai istrinya.
Rania sering kali meremehkan kemampuan Satria sebagai seorang suami, diamnya Satria makin membuatnya bersikap keterlaluan. Dia tidak pernah menyadari bahwa setiap ucapannya selalu saja menyakiti hati suaminya. Rania tidak paham bahwa biar bagaimana pun kondisinya, Satria adalah pemimpin dalam rumah tangganya. Maka sudah seharusnya Rania menghormati Satria apa pun kekurangannya.
“Kamu tuh lemot banget sih, Mas, masa ngerjain kayak gitu aja gak bisa, kamu tuh nyadar gak sih, selama ini kamu tuh selalu menyusahkan aku,” Rania kesal karena menganggap Satria tidak bisa apa-apa.
Namun, Satria tidak pernah membalas kata-kata kasar istrinya, dia lebih memilih pergi. Dia tidak pernah dendam kepada istrinya, justru dia sangat berterima kasih karena Rania telah bersusah payah mengandung dan melahirkan anak-anaknya. Oleh karena itulah, Satria berpikir bahwa perjuangan Rania begitu luar biasa dalam upayanya melahirkan buah hati mereka. Satria begitu memuliakan Rania sebagai seorang istri juga seorang ibu.
Satria selalu saja bersikap manis, sebaliknya Rania makin menginjak-injak harga dirinya. Tidak pernah ada ucapan syukur dari lisan Rania dengan kehadiran Satria dalam kehidupannya. Padahal jika dibandingkan perempuan-perempuan lain di luar sana, Rania sangat beruntung. Satria tidak merokok sehingga uangnya tidak habis dipakai membeli rokok. Satria juga tidak suka nongkrong di warung kopi seperti kebiasaan para pria di tempat tinggalnya.
Berapa pun uang yang didapat dari hasil kerjanya, selalu diberikan kepada Rania. Satria tidak pernah memegang uang, dia sangat bahagia jika mampu memberikan kebahagiaan kepada istri dan anak-anaknya. Satria seolah lupa bahwa dia pun berhak bahagia.
Sudah seminggu Satria sakit, diagnosa dokter mengatakan bahwa Satria mengalami typus. Badannya makin kurus, tetapi ia tetap berusaha menunjukkan keceriaan di hadapan istri dan anak-anaknya. Rania kesal karena Satria sakit, otomatis dia yang harus menggantikan posisi suaminya mencari nafkah.
Rania menganggap Satria hanya enak-enakan tidur, sementara dirinya harus banting tulang. Padahal meski Satria sakit, pekerjaan rumah yang seharusnya menjadi tugas Rania, selesai dikerjakan olehnya. Satria tidak ingin Rania kelelahan. Namun, Rania tidak pernah mensyukurinya.
Sakit Satria makin parah sehingga sudah tidak memungkinkan untuk dirinya membantu pekerjaan istrinya. Satria hanya bisa tiduran di atas ranjang dengan mata yang makin cekung. Dia ingin sekali melihat senyum istrinya, dia merasa kalau umurnya sudah tidak lama lagi. Namun, Rania seakan sulit untuk dijangkau, dia makin sibuk saja di luar rumah, tak memedulikan keadaan suaminya.
Hingga akhirnya, Satria menghembuskan napas terakhirnya. Sendirian menjemput maut, berharap istri tercintanya menemani, tetapi harapan hanya tinggal harapan. Rania yang begitu sibuk, baru esoknya tau bahwa suaminya sudah tiada.
Ada rasa kehilangan menyelinap masuk ke dalam hatinya, ada rasa bersalah kerana tidak pernah menemani suaminya dalam menjalani sakitnya. Ada sejuta penyesalan yang hadir dalam dirinya, tetapi semua sudah terlambat. Satria sudah terbujur kaku dan tidak akan pernah kembali lagi.
Rania menatap sendu pusara suaminya, memori tentang suaminya kembali hadir. Betapa Rania menyesal karena sudah menyia-nyiakan suaminya. Satria yang baik, pengertian, sabar, semuanya tidak akan dia temui lagi. Benarlah kata pepatah, “Jangan menyia-nyiakan orang yang tulus menyayangimu, sebab, jika ia sudah tiada, maka kita akan menyesal karena sudah menyia-nyiakannya.”
Inilah yang saat ini Rania rasakan, dia menyesal untuk semua perlakuan buruk yang pernah ia lakukan terhadap suaminya. Apalah daya, kini Satria sudah tenang, setenang pribadinya saat menghadapi perangai buruk Rania. [CM/NA]