Lelaki Sang Penjaga Hati

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Oleh: Diyah Rahayu
(Kontributor CemerlangMedia.Com)

CemerlangMedia.Com — Langit senja mulai menampakkan warna jingga di ufuk barat, sayup terdengar alunan suara tarhim dari spiker masjid sekitar desa. Beberapa anak-anak juga para remaja tampak terlihat bersiap-siap menuju masjid untuk menunaikan salat berjemaah.

Suara azan berkumandang terdengar dengan jelas, pertanda masuk waktu salat Magrib. Kulihat dari arah barat seorang lelaki berwajah putih bersih, terlihat sekali kesalehahannya, berjalan menuju masjid. Sudah menjadi kebiasaannya, setiap hari ia selalu berjalan berdua menjalankan salat berjemah di masjid bersama istrinya.

****

Sebut saja Mas Hudi, laki-laki sederhana, pekerja keras, dan juga terkenal dengan kesabarannya. Bekerja di sebuah perusahan yang bekerja di bidang penggillingan beras.Tempat dia bekerja tidak jauh dari rumahnya, persis di samping rumahnya. Di sela-sela kesibukanya, dia juga masih bisa bercocok tanam, di ladang milik saudaranya.

Siapa pun orang yang berinteraksi dengan Hudi akan merasa nyaman. Apalagi di depan istrinya, Hudi adalah laki-laki yang selalu memberikan senyuman manis setiap kali bertatap muka. Tak sedikit pun terlihat wajah masamnya. Dalam keseharian, Mashudi tergolong orang yang pekerja keras, banting tulang mencari nafkah hanya untuk membahagiakan istri dan anak- anaknya. Begitulah kepribadiannya yang polos, setia, dan apa adanya. Itulah cara dia membuat istrinya selalu bahagia.

Keramahan, perhatian, rasa tanggung jawabnya yang begitu besar terhadap istrinya selalu ia tampakkan dengan senyum ikhlasnya. Baginya, kebahagian dan keindahan rumah tangga ia tampakkan dengan kelembutan hatinya dengan tak pernah melukai istrinya dengan kata- kata kasar, apalagi sampai membuat istrinya marah.

Bahtera rumah tangga yang mereka bina, seolah tidak ada celah bagi sang istri untuk menggambarkan kekurangan yang ada pada pribadi suaminya. Bagi Hartini, Mas Hudi adalah sosok suami sempurna yang selalu ingin membahagiakannya. Walaupun hidup dengan kesederhanaan, tetapi suaminya adalah lelaki yang pandai menjaga hati dan perasaannya

Suami yang rajin mengaji dan tak pernah meninggalkan jemaah di masjid itu adalah anugerah buat Hartini. Berbagai kegiatan keagamaan selalu menjadi kegiatan dan kesibukannya, begitu pula acara- acara tadarus, tak pernah ia tinggalkan. Makin membuat Hartini sayang dan merasa kebahagiaannya melebihi segalanya karena impian seorang wanita itu bukanlah harta dan tahta, tetapi suami yang saleh dan penuh kasih sayang serta selalu menjaga hatinya.

***

Pagi itu aku mendengar dari spiker masjid, berita tentang orang- orang yang meninggal dunia karena terdampak virus Covid-19. Berita kematian setiap jam, setiap waktu, dan setiap saat. Selalu terdengar di telinga, membuat nyali ini makin menciut, tetapi rasa iman dan kepasrahan kepada Allah yang menguatkan hati.

Dalam hatiku berdoa, “Ya Allah, jagalah diri ini, suamiku, anak-anakku, dan keluargaku yang jauh. Jagalah mereka dalam perlindungan-Mu.”

Sudah berapa bulan ini, akibat terdampak virus Covid-19 suasana di lingkungan tempatku tinggal serasa ada yang beda, hening sunyi, dan terasa sepi dari canda anak-anak. Doa-doa selalu kupanjatkan di setiap sujud. Penjagaan juga perlindungan kepada keluarga adalah prioritas dan saling menguatkan.

‘Kring… Kring… Kring’
Suara panggilan masuk. Klihat nama kakakku di layar ponsel. Tanpa pikir lama, langsung kuangkat.

“Dik, minta doanya, Dik Hudi lagi sakit dan dalam kondisi kritis, sering sesak nafas berapa hari ini, istrinya sakit juga,” ucap kakakku di ujung telepon.

“Ya Allah, apakah Mas Hudi kena covid, Kak?” tanyaku.

“Entahlah,” jawab kakakku singkat.

Jantungku bergetar tak menentu. “Ya Allah, jauhkan keluarga kami dari penyakit yang berbahaya,” doaku dalam hati.

Pembicaraan kami tidak terlalu lama, telepon ditutup oleh kakakku karena memang suasana di rumah sudah tidak menentu dan semua keluarga seakan merasakan kesedihan.

Aku intip grup keluarga, suara pesan masuk saling bersahutan. Aku adalah saudara dan adik yang tinggalnya paling jauh. Rasanya ingin menangis dan segera meluncur pulang ke kampung halaman, tetapi kakak melarang karena memang kondisi masih belum menentu.

Seharian, hati dan pikiranku merasa tidak nyaman, ada sesuatu yang mengganjal dalam benakku. Aku berharap semuanya baik- baik saja, aku berusaha untuk positif thinking. Walaupun sebenarnya pikiran melayang ke mana-mana, tetapi harapan untuk kesembuhan kakak iparku selalu ada.

Hari mulai gelap, waktu salat Magrib tiba. Kuambil air wudu untuk menunaikan salat Magrib. Aku mulai mencoba menenangkan jiwaku dengan berzikir, bertasbih, dan bertahmid. Sebagai manusia yang lemah, aku sadar, tidak ada kekuatan dan pertolongan selain hanya pasrah kepada-Nya.

Kubaca tulisan di grup keluarga, situasi mulai dalam kepanikan. Kakakku dilarikan ke rumah sakit terdekat, tetapi semua rumah sakit menolak dan tidak ada yang menangani sehingga akhirnya keluarga sepakat membawanya ke rumah sakit di luar kota. Sementara istrinya yang juga terbaring lemah karena sakit yang sama, akhirnya diungsikan ke rumah ibu dan dirawat oleh kakakku yang nomor dua.

Aku masih dalam posisi duduk di atas sajadah, empat rakaat salat Isya baru saja aku selesaikan, bibirku terus berzikir dan bertasbih. Batinku penuh harap dan doa-doa. Setidaknya, itulah yang bisa membuat hatiku merasa tenang. Ada satu keinginan yang aku pinta, aku memohon agar kakak iparku mendapatkan keajaiban dari Allah Swt..

Jam dinding menunjukan pukul 07:00 Wib, aku duduk di kursi sambil bersandar. Pikiranku merawang jauh, sedikit mengenang masa lalu kakakku. Awal pertama mereka saling mengenal, perjalanan hidupnya. Tiba-tiba suara panggilan masuk dari ponselku membuat semua imajinasiku terhenti. Kuterima penggilan, terdengar suara kakakku gemetar seakan menahan tangis dan kesedihan.

“Dik, Dik Hudi meninggal dunia, semua anggota keluarga sudah berusaha semaksimal mungkin, dokter sudah berupaya yang terbaik, tetapi Allah berkehendak lain.” Suara kakakku terdengar parau.

“Innallillahi wa inna ilaihi rajiun,” jawabku. Badanku terasa lunglai dan bulir- bulir air mataku berjatuhan mendengar berita duka ini.

“Ya, Kak, terima kasih.” Jawabku sambil menutup telepon.

***

Pagi ini, kereta api membawaku sampai ke tempat tujuan. Aku masih terdiam dan hatiku terasa pilu membayangkan peristiwa ini. Mata ini masih berkaca-kaca, serasa tidak percaya akan kepergian kakak iparku untuk selamanya.

Siangnya aku segera ke rumah kakak untuk memberikan penghormatan terakhir atas kepergian suaminya. Kulihat kakakku duduk di ruang tamu sendirian karena tamu-tamu sudah mulai ada yang pulang.

Suasana duka masih terasa sekali, banyak saudara, juga kerabat berkumpul di ruang keluarga. Mereka semua merasa sangat terpukul dengan kepergian Mas Hudi. Ada rasa berat dari raut wajah mereka, karena di mata kerabat, Mas Hudi adalah sosok seorang suami, juga ayah, dan sahabat yang baik.

Aku menghampiri kakak. “Asalamualaikum.” Salamku memecah kesendirian kakak yang lagi berdiam di sudut ruang tamu.

Kakakku lalu menjawab salam dan menanyakan kapan aku sampai. Kulihat matanya memerah seakan ingin bercerita sesuatu kepadaku, bulir-bulir air matanya mengalir.

Kurangkul dan kupeluk dengan penuh kehangatan, kata-kata semangat dan doa aku ucapkan untuk memberinya kekuatan agar batinnya lebih tenang.

Dalam obrolanku, kami saling bercerita tentang semua yang pernah terlewati, sakit yang dialami, kebaikannya, cinta yang begitu besar, sesuatu yang membuatnya bahagia, rasa dan besarnya kasih sayangnya, juga keinginannya menua bersama, dan masih banyak lagi yang tidak bisa ia ungkapkan dengan kata-kata.

Dan kalimat yang membuatku terkagum. “Mas Hudi… Dia adalah lelaki sang penjaga hati.”
Kembali matanya memerah dan bulir-bulir air matanya berjatuhan. [CM/NA]

Loading

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *