Oleh. Yulweri Vovi Safitria
CemerlangMedia.Com — “Sudah tua masih mesra juga.” Komentar salah seorang pedagang di pasar takjil Ramadan sore kemarin. Beliau merupakan salah seorang guru di sekolah Islam, dan kebetulan memang kenal baik dengan saya dan suami. Saya dan suami hanya tertawa mendengar komentar beliau. “Kita dibilang sudah tua?” Respon suami setelah kami menjauh. Saya terkekeh, secara suami masih terbilang masih muda dibandingkan yang berkomentar hehehe.
Lain waktu ada juga yang berkomentar serupa, “Vovi ini sudah tua, nggak malu apa, digandeng terus sama suaminya.” Saya hanya tertawa, sambil berkata, “Memangnya kalau sudah tua nggak boleh gandengan ya, apa pegangan tangan hanya milik pengantin yang masih muda?”
Apa patut kita malu, sementara suami adalah pasangan halal kita. Sementara yang maksiat saja tidak malu melakukannya secara terang-terangan, bahkan bangga ketika diperlakukan mesra. Nauzubillahi min zalik.
Saya dan suami memang bukan pengantin baru. Dengan usia pernikahan yang menginjak 18 tahun, tentu saja bukan usia pernikahan yang masih muda. Sudah banyak mengecap manis pahitnya hidup berumah tangga. Jatuh bangun sudah tak lagi dirasa.
Dan ketika melihat anak-anak yang sudah beranjak remaja, tentu orang melihat bahwa kami adalah pasangan yang sudah tua dan begitu pula dengan usia. Namun, apakah standar tua menurut pandangan setiap manusia itu sama? Apa iya, ketika usia kita hampir kepala empat, otomatis predikat tua langsung melekat? Tidak pantas mesra? Sibuk dengan urusan masing-masing saja?
Apalagi di saat sekarang, saat gawai lebih penting ketimbang seseorang yang duduk di samping kita. Banyak dari kita, entah suami ataupun istri sibuk dengan gawai masing-masing, padahal sedang duduk berdampingan. Momen yang seharusnya dimanfaatkan untuk bercengkrama setelah seharian sibuk di luar rumah, momen saling mendengarkan curahan hati, keluh-kesah ataupun rasa bahagia dan pengharapan untuk kehidupan yang akan datang. Banyak hal yang perlu dibahas, mulai remeh-temeh bahkan perpolitikan, tidak ada salahnya menjadi pembahasan.
Dari pertama menikah hingga detik ini, cara suami memperlakukan saya tetap sama. Dan saya selalu berdoa, memohon agar hati kami selalu terpaut karena-Nya. Beliau akan selalu menggandeng saya ketika berjalan bersama, tidak pernah membiarkan saya berjalan sendiri. Jadi saya pun merasa ada yang selalu menjaga, seseorang yang Allah titipkan untuk hidup saya, dan berharap terus menggandeng saya hingga sampai ke surga-Nya.
Usia seharusnya tidak menghalangi kita untuk selalu mesra dengan pasangan. Ketika anak masih kecil-kecil dan butuh perhatian, diri kita, terutama bunda akan disibukkan dengan persoalan anak. Apalagi jika usia mereka berdekatan, seperti saya misalnya. Otomatis waktu dengan suami, atau quality time akan berkurang, dan itu otomatis terjadi dan tidak bisa dihindari, dan kalau pun ada yang bisa memanajemen waktu, dan membuatnya sama dengan saat sebelum punya anak-anak, itu hanyalah sebagian kecil saja.
Jadi, saat mereka beranjak remaja dan mandiri, adalah sebuah kesempatan untuk kembali mengambil waktu yang dulu pernah tidak kita miliki bersama pasangan. Dan saya merasakan hal itu, saat kami menikmati hari berdua, adalah sebuah momen untuk mengulang masa muda, masa pacaran setelah menikah, yang sempat tertunda setelah Allah menitipkan mutiara yang paling berharga, yang akan selalu kami jaga, hingga maut memisahkan.
Yuk, gandeng pasangan kita, mesralah dengannya, sebab mesra tidak hanya saat usia muda, bergandengan tak hanya ketika muda, tapi gandenglah ia hingga ke jannah! [CM/NA]