Oleh: Rina Herlina
(Kontributor Tetap CemerlangMedia.Com)
CemerlangMedia.Com — Disudut kota Jakarta, di sebuah kontrakan minimalis, Aisyah tinggal bersama ibu dan juga adiknya, Lara, yang baru berusia tiga belas tahun. Kemacetan dan hiruk-pikuk metropolitan sudah menjadi rutinitas yang dihadapi setiap hari.
Aisyah sudah bersiap-siap sejak pagi karena harus mengantar adik semata wayangnya ke sekolah. Setelah itu, Aisyah harus mengantar jualan yang dibuat ibunya untuk dititip di warung-warung.
“Dek, udah siap belum? Ayo cepat, nanti kamu terlambat!” seru Aisyah kepada adik semata wayangnya.
Aisyah memang sangat menyayangi adik dan ibunya karena setelah ayahnya meninggal setahun lalu, hanya mereka berdua yang Aisyah miliki.
“Ya, Kak. Ara sudah siap, ayo kita berangkat!” Ajak Ara sembari ke luar dari kontrakan. Tak lupa mereka pamit kepada sang ibu yang juga sudah selesai menyiapkan jualannya.
Selesai mengantar jualan, Aisyah langsung pamit kepada ibunya karena hari itu ada agenda kajian sampai Zuhur.
Aisyah memang terbilang sibuk, dia yang mengurus semua keperluan adik dan ibunya. Dia sudah bertekad dalam hatinya bahwa dia akan menjadi pengganti ayahnya untuk menjaga adik dan ibunya.
“Bu, Aisyah pamit dulu, ya, hari ini ada kajian, kalau sudah selesai, nanti Aisyah langsung jemput Ara,” pamit Aisyah kepada ibunya.
“Ya, Ai, hati-hati ya! Apa kamu gak capek, Nak, tiap hari kamu memikirkan yang terbaik untuk Ibu dan Adekmu, sedangkan kamu tidak memikirkan dirimu sendiri.” Ucap ibu sembari mengusap air matanya.
“Umurmu sudah 30 tahun, Nak, apa tidak ada laki-laki yang dekat dengan kamu?” Tanya ibu sembari mengelus puncak kepala Aisyah.
“Ibu jangan bicara begitu, jodoh, maut, rezeki, itu sudah ditentukan oleh Allah, Bu. Berarti jodoh Aisyah sedang Allah persiapkan dengan sebaik-baiknya menurut Allah.” Ucap Aisyah sembari memeluk ibunya.
“Ibu gak usah khawatirkan jodoh Aisyah, yang terpenting Ibu dan Ara selalu bahagya.” Perlahan Aisyah melepaskan pelukannya dan pamit untuk berangkat kajian.
Hari ini Aisyah ada janji dengan sahabatnya. Aisyah berencana meminjam uang untuk bayar kontrakan karena sudah nunggak sebulan dan sahabatnya kebetulan mau meminjamkan.
“Hai, Ai! Kami udah lama nunggu. Maaf ya, aku terlambat, maklum jam segini, jamnya macet, hehe.” Ucap Nisa dan langsung duduk di hadapan Aisyah yang sedang menyeruput teh manisnya.
“Gak papa Nis, aku juga belum lama kok,” timpal Aisyah.
“Apa kabar Ibu dan Ara? Aku udah lama gak ketemu mereka, maaf ya, aku udah jarang berkunjung,” sesal Nisa.
“Ibu dan Ara, alhamdulillah baik, Nis. Iya, kamu udah lama gak mampir, Ibu sering nanyain kamu,” jawab Aisyah.
“Oh ya, Ai, apa tetangga kamu masih suka gosipin kamu? Siapa tu namanya, aku lupa,” celetuk Nisa dengan nada menyelidik.
“Hus! Udah ah, gak boleh ghibah, Nis. Biarin ajalah mereka ngomongin aku, kan memang kenyataannya aku ini perawan tua,” jawab Aisyah dengan tenang.
Seperti itulah kedekatan Aisyah dan Nisa, tidak ada yang ditutup-tutupi. Nisa terkadang sedih melihat Aisyah yang harus banting tulang untuk ibu dan adiknya. Belum lagi tetangganya yang julid, selalu bergosip tentang Aisyah yang tak kunjung menikah.
**
Aisyah sudah cukup tenang karena sudah membayar kontrakan, dia hanya harus memikirkan uang SPP Ara yang kebetulan belum juga dibayar karena uangnya kepake untuk benerin sepeda motor satu-satunya yang tiba-tiba mogok di jalan.
Malam setelah ketemuan dengan Nisa, tiba-tiba saja motornya mogok di tengah jalan. Padahal perjalanan masih jauh. Akhirnya Aisyah terpaksa mendorong motornya mencari bengkel yang masih buka.
Saat mendorong itulah Aisyah dikejutkan oleh seorang pria yang tiba-tiba juga ikut membantu mendorong motornya. Aisyah yang terkejut, langsung berhenti dan melihat siapa gerangan yang membantunya. Aisyah mencoba mengingat-mengingat, rupanya lelaki itu adalah Angga kakak kelasnya dahulu sewaktu di SMA.
Ternyata Angga begitu senang karena akhirnya bisa bertemu kembali dengan adik kelasnya ini. Angga ternyata diam-diam mengagumi sosok Aisyah, tetapi dahulu Angga belum ada keberanian untuk mendekatinya karena memang Aisyah sendiri cenderung tidak mudah untuk didekati.
Aisyah sangat menjaga marwahnya sebagai seorang perempuan dan itulah yang membuat Angga mengaguminya. Aisyah yang jika berbicara dengan lawan jenis selalu menundukkan pandangannya berhasil mencuri perhatian Angga tanpa Aisyah sadari.
Angga takjub dengan kesederhanaan Aisyah kala itu, perempuan yang selalu terlihat cantik dengan gamis dan kerudung lebarnya. Angga makin jatuh hati pada sosok Aisyah, tanpa pernah berani mengutarakannya karena ia sangat yakin jika cintanya pasti akan ditolak mentah-mentah.
Angga tau benar bahwa Aisyah bukan perempuan gampangan, maka Angga pun berusaha memantaskan dirinya untuk bisa bersanding dengan gadis salihah seperti Aisyah.
Sampai akhirnya Allah mempertemukan mereka kembali malam itu, Angga tak ingin lagi menyia-nyiakan kesempatan. Ia meminta nomor kontak Aisyah dengan alasan mau memesan kembali nasi uduk buatan mamanya. Tanpa curiga, Aisyah pun memberikannya. Setelah bertukar nomor kontak, mereka pun berpisah.
**
Ahad pun tiba, Aisyah agak sedikit santai karena Lara libur. Aisyah bisa membantu ibu bikin jualan. Tiba-tiba ponselnya berbunyi, ada notifikasi masuk di aplikasi Whatsapp-nya, Aisyah melihatnya, ternyata nomor baru. Perlahan dia melihat ternyata nomor Angga dan dia belum sempat menyimpan kontaknya.
Angga memesan nasi uduk seratus bungkus dan akan diambil sorenya. Tentu saja Aisyah berteriak kegirangan sehingga membuat ibunya terheran-heran. Setelah membalas pesan Angga, Aisyah pun menutup percakapan dan bersiap-siap ke pasar membeli bahan-bahan yang dibutuhkan.
Sorenya, Angga sudah sampai di depan kontrakan Aisyah, tetapi ternyata Angga tidak datang sendiri. Kedua orang tuanya pun ikut, Aisyah yang melihat hal itu merasa heran. Aisyah mencium punggung tangan orang tua Angga.
Dalam hatinya, ia malu kenapa Angga harus sampai membawa orang tuanya. Ia merasa minder karena tinggal di rumah kontrakan yang sempit. Namun, Aisyah tetap mempersilakan Angga dan keluarganya untuk masuk.
Rupanya Angga tidak langsung membahas pesanannya karena baginya ada hal yang jauh lebih penting daripada itu. Ya, Akhirnya Angga memberanikan diri menyampaikan perasaannya terhadap Aisyah di hadapan keluarganya dan juga ibu Aisyah.
Aisyah tak mampu menutupi keterkejutannya. Angga berusaha menyampaikan bahwa sudah sejak lama dirinya mengagumi Aisyah dan saat ini, ia merasa sudah yakin jika Aisyah merupakan jodohnya. Angga yakin bahwa Aisyah calon istri sekaligus calon ibu yang terbaik untuk anak-anaknya kelak.
Angga juga menjelaskan bahwa ia tau jika hingga hari ini Aisyah masih sendiri. Dia mengakui bahwasanya sudah mencari informasi melalui Nisa, sahabat Aisyah dan menyampaikan maksud kedatangannya saat itu dengan panjang lebar. Tentu saja Aisyah terkejut dan bingung.
Aisyah hanya berusaha mendengarkan dengan seksama, walaupun hatinya berdebar tak karuan. Dalam hatinya dia bertanya, Inikah jawaban atas doa-doanya selama ini, benarkah Aisyah tidak sedang bermimpi. Pikiran Aisyah berkecamuk, ia takut kalau apa yang didengarnya barusan hanya sebuah mimpi. Namun, ia tersadar kembali bahwa kini Angga sedang menunggu jawabannya.
Sejujurnya, Aisyah juga tidak tau pasti sejak kapan ia menaruh perasaan terhadap kakak kelasnya itu, tetapi Aisyah selalu berusaha menepis rasa itu karena ia takut terjerumus kedalam dosa. Aisyah menyimpan rapat-rapat perasaannya, hanya ia dan Allah saja yang tau.
Terlebih Aisyah tau persis kalau mereka berdua sangat jauh berbeda, kasta mereka berbeda. Bukan tanpa alasan, Aisyah tau betul bahwa Angga adalah anak satu-satunya dari sebuah keluarga ningrat. Aisyah sangat takut dengan kenyataan itu, jurang di antara keduanya memang terlalu besar dan lebar.
Namun, sekali lagi, Angga meyakinkan Aisyah bahwa ia dan keluarganya tidak pernah mempermasalahkan perbedaan kasta. Baginya, semuanya sama di hadapan Allah, kecuali takwanya saja. Orang tua Angga pun mengaminkan ucapan anaknya.
Aisyah mengucapkan rasa terima kasih atas kejujuran dan kesungguhan hati Angga. Aisyah pun berterus terang bahwa dirinya sangat bahagia.
Ia berharap semoga memang Angga lah jodoh terbaik yang dikirimkan Allah. Ia merasa tidak ada alasan baginya untuk menolak ketulusan hati Angga.
Aisyah mengangguk tanda setuju atas lamaran Angga terhadapnya. Angga bahagia dengan jawaban Aisyah, begitupun kedua orang tuanya. Dalam hatinya, Angga berjanji bahwa dia akan berusaha membahagiakan Aisyah, menjadi suami yang baik, menjadikan rumah tangganya sakinah, mawaddah, wa rahmah.
Betapa kita tidak pernah tahu terkait urusan jodoh, rezeki, dan maut. Tiga hal itu mutlak hak prerogatif Allah. Aisyah sangat percaya bahwa jodoh yang Allah siapkan pasti yang terbaik, sekalipun harus menunggu lama akan hadirnya. Dan Aisyah sudah membuktikannya, ia hanya harus bersabar dan memantaskan diri untuk jodoh yang akan Allah hadirkan. [CM/NA]