Kritik Program MBG dari Teknis hingga Sistemis

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Oleh: Umul Asminingrum, S.Pd.
Praktisi Pendidikan

Dalam sistem Islam, negara memiliki tanggung jawab penuh untuk menjamin kebutuhan dasar rakyat, termasuk pemenuhan gizi generasi melalui mekanisme yang sesuai syariat. Islam memiliki pendekatan yang komprehensif dan strategis, meliputi kebijakan ekonomi, pendidikan, dan kesehatan yang saling terintegrasi sehingga stunting tidak akan terjadi.

CemerlangMedia.Com — Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diinisiasi oleh Presiden Prabowo Subianto bertujuan mulia untuk meningkatkan gizi anak-anak dan ibu hamil di Indonesia. Namun, implementasinya menghadapi berbagai tantangan signifikan, salah satunya insiden yang terjadi pada (16-1-2025). Sebanyak 40 siswa SDN Dukuh 03 Sukoharjo, Jawa Tengah mengalami keracunan setelah mengonsumsi menu MBG (Tempo, 17-01-2025).

Menanggapi hal ini, Presiden Prabowo menyampaikan permintaan maaf dan berjanji akan meningkatkan kualitas serta distribusi program tersebut (Kompas, 21-01-2025). Selain itu, realisasi program ini memerlukan tambahan anggaran sebesar Rp100 triliun untuk mempercepat cakupan hingga lebih dari seperempat populasi Indonesia pada akhir 2025 (Reuters, 17-01-2025).

Program Ambisius Penanganan Tak Serius

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subianto, awalnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas gizi masyarakat, terutama anak-anak dan ibu hamil. Namun, pelaksanaannya di lapangan menghadapi berbagai masalah serius. Selain tantangan pendanaan yang signifikan, muncul laporan tentang makanan yang tidak memenuhi standar kualitas, bahkan membahayakan penerima manfaat, misalnya kasus keracunan massal yang terjadi di Sukoharjo baru-baru ini. Kondisi ini mencuatkan kekhawatiran publik terhadap keamanan program tersebut.

Kebijakan Makan Bergizi Gratis (MBG) pada dasarnya tidak menyentuh akar masalah yang menyebabkan rendahnya kualitas gizi masyarakat dan tingginya angka stunting di Indonesia. Program ini hanya bersifat kuratif dengan menyediakan makanan gratis tanpa menyelesaikan permasalahan mendasar, seperti kemiskinan, kurangnya edukasi gizi, dan keterbatasan akses masyarakat terhadap bahan pangan bergizi.

Bahkan, distribusi makanan dalam program MBG cenderung bersifat sentralistik tanpa mempertimbangkan kebutuhan lokal pangan di berbagai daerah. Akibatnya, program ini tidak hanya rentan terhadap kesalahan distribusi, tetapi juga berpotensi tidak relevan dengan kebutuhan penerima manfaat.

Selain itu, kurangnya pengawasan terhadap kualitas dan keamanan makanan dalam program ini makin menguatkan kesan bahwa MBG hanya dikejar untuk memenuhi janji politik tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang bagi masyarakat. Jika pendekatan seperti ini terus berlanjut, program yang seharusnya berfokus pada peningkatan kesejahteraan, justru berisiko merugikan rakyat dan mencederai kepercayaan publik terhadap pemerintah.

Menambah Beban Rakyat

Meskipun diklaim sebagai upaya meningkatkan kualitas gizi masyarakat, pelaksanaan program ini justru menunjukkan indikasi beban tambahan bagi rakyat. Salah satu contohnya adalah permintaan pemerintah untuk menggalang dana dari masyarakat, termasuk melalui zakat dan sumbangan daerah lainnya guna menutupi kebutuhan pendanaan program.

Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sultan Bachtiar Najamudin mengusulkan agar program Makan Bergizi Gratis (MBG) dibiayai melalui dana zakat dan iuran masyarakat. Ia menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam mendukung program ini, mengingat keterbatasan anggaran pemerintah. Sultan menyatakan bahwa sifat dermawan dan semangat gotong royong masyarakat Indonesia dapat dimanfaatkan untuk menyukseskan program MBG (CNN Indonesia, 15-01-2025).

Langkah ini tidak hanya menunjukkan lemahnya perencanaan anggaran oleh pemerintah. Akan tetapi, juga berpotensi menimbulkan ketidakadilan karena masyarakat diminta menanggung beban program yang seharusnya menjadi tanggung jawab penuh pemerintah. Tidak adanya mekanisme pendanaan yang jelas sejak awal makin memperlihatkan kelemahannya dalam perencanaan yang matang. Oleh karenanya, timbul dugaan bahwa program ini lebih berfungsi sebagai alat kampanye politik daripada solusi nyata untuk masalah gizi di Indonesia.

Lebih Menguntungkan Korporasi

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) juga menunjukkan indikasi kuat bahwa manfaatnya lebih banyak mengalir kepada korporasi besar yang terlibat dalam penyediaan makanan daripada benar-benar dirasakan oleh masyarakat. Pengadaan bahan pangan dalam skala besar sering kali memberikan keuntungan besar kepada segelintir pihak.

Beberapa sektor industri diprediksi akan mendapatkan keuntungan dari implementasi program ini. Sektor barang konsumsi primer, seperti perusahaan yang memproduksi bahan pokok, diperkirakan akan mengalami peningkatan permintaan. Demikian pula dengan sektor peternakan unggas dan pengolahan susu, yang produknya menjadi komponen utama dalam menu bergizi yang disediakan. Perusahaan-perusahaan besar di sektor ini, seperti PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN) dan PT Ultrajaya Milk Industry and Trading Company Tbk (ULTJ), berpotensi meraup keuntungan signifikan (CNBC Indonesia, 07-01-2025).

Selain itu, rencana pembukaan 20 juta hektare hutan untuk lahan pangan dalam rangka mendukung program MBG juga dikritik karena dianggap lebih menguntungkan korporasi dan merugikan warga setempat (Kompasiana.com, 27-10-2024). Hal ini makin memperkuat dugaan bahwa MBG hanyalah program populis yang dirancang untuk menciptakan citra positif pemerintah tanpa memberikan dampak signifikan terhadap akar permasalahan gizi di Indonesia. Jika program ini terus dijalankan tanpa perencanaan yang lebih transparan dan inklusif, MBG hanya akan menjadi sarana pengalihan isu dan peluang ekonomi bagi kelompok tertentu.

Kegagalan kebijakan MBG makin menunjukkan lemahnya kepemimpinan dalam sistem kapitalisme sekuler yang cenderung mengutamakan kepentingan ekonomi dan politik jangka pendek daripada kebutuhan rakyat. Dalam sistem ini, kebijakan sering kali bersifat pragmatis dan populis, sekadar untuk meraih dukungan tanpa menyentuh akar permasalahan sesungguhnya.

Berbeda dengan Islam

Pendekatan ini berbeda secara fundamental dengan kepemimpinan dalam sistem Islam. Dalam Islam, pemimpin bertanggung jawab sepenuhnya kepada Allah dan rakyatnya. Dalam Islam, penguasa (khalifah) tidak hanya berfungsi sebagai administrator, tetapi juga sebagai pelindung yang memprioritaskan kesejahteraan umat dengan kebijakan yang berbasis syariah.

Kepemimpinan Islam memastikan kebutuhan dasar masyarakat, termasuk pangan, dipenuhi secara adil, terencana, dan berkelanjutan tanpa kepentingan politik atau ekonomi yang membebani rakyat. Pendekatan dalam sistem Islam, pemimpin memiliki dua peran utama, yaitu raain (penggembala) dan junnah (perisai), sebagaimana dijelaskan dalam hadis Rasulullah saw.,

“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Seorang imam (pemimpin) adalah pemimpin, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya.” (HR Bukhari no. 893, Muslim no. 1829).

Dalam hadis yang lain, Rasulullah saw. bersabda,
“Sesungguhnya imam (pemimpin) itu adalah perisai. Orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya.” (HR Bukhari no. 2957, Muslim no. 1841).

Sebagai junnah, pemimpin melindungi rakyat dari bahaya, baik dari ancaman luar maupun dalam, serta memastikan keadilan hukum dan distribusi kekayaan. Pemimpin dalam Islam tidak hanya menjaga keamanan fisik, tetapi juga memberikan rasa aman secara ekonomi, sosial, dan spiritual.

Dalam sistem Islam, negara memiliki tanggung jawab penuh untuk menjamin kebutuhan dasar rakyat, termasuk pemenuhan gizi generasi melalui mekanisme yang sesuai syariat. Stunting tidak akan terjadi karena negara Islam memiliki pendekatan yang komprehensif dan strategis, meliputi kebijakan ekonomi, pendidikan, dan kesehatan yang saling terintegrasi.

Pertama, jaminan pemenuhan gizi dan pencegahan stunting. Negara wajib memastikan seluruh rakyat mendapatkan akses terhadap makanan yang bergizi dan layak. Hal ini dilakukan dengan melibatkan para pakar di bidang kesehatan, gizi, dan pangan untuk menyusun kebijakan berbasis ilmu pengetahuan yang sesuai dengan syariat. Langkah preventif, seperti edukasi gizi, perbaikan sanitasi, dan pelayanan kesehatan gratis akan diutamakan untuk mencegah stunting secara menyeluruh.

Kedua, kedaulatan pangan dan lapangan kerja. Negara Islam akan membangun kedaulatan dan ketahanan pangan melalui pengelolaan sumber daya alam yang adil, pemberdayaan petani, dan distribusi hasil bumi secara merata. Selain itu, negara bertanggung jawab menyediakan lapangan kerja yang luas untuk memastikan setiap kepala keluarga mampu memenuhi kebutuhan gizi keluarganya. Hal ini selaras dengan sabda Rasulullah saw.,
“Imam adalah pemelihara, dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR Bukhari no. 893, Muslim no. 1829).

Ketiga, sumber dana yang kokoh dan adil. Negara yang menerapkan sistem Islam memiliki sumber pendanaan yang besar dan berkelanjutan, seperti zakat, kharaj, fai’, dan pengelolaan sumber daya alam. Semua ini dikelola untuk kepentingan umat, bukan untuk keuntungan individu atau korporasi. Dengan pengelolaan dana yang transparan dan sesuai syariat, kebutuhan rakyat, termasuk gizi generasi, dapat terpenuhi secara maksimal.

Dengan mekanisme ini, negara Islam tidak hanya memastikan kesejahteraan fisik rakyat, tetapi juga membangun peradaban yang kuat dan berkah. Sistem ini membuktikan bahwa hanya dengan penerapan syariat secara kafah, kesejahteraan sejati dapat diwujudkan. Wallahualam bissawab. [CM/NA]

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *