Penulis: Hessy Elviyah, S.S.
Kontributor Tetap CemerlangMedia.Com
Pikiran atau fantasi bukan ruang bebas tanpa keterikatan dengan hukum syariat. Bahkan, lintasan pikiran harus terbingkai dalam fikrah islamiah (pemikiran Islam) dan qiyam (nilai-nilai) yang bersumber dari wahyu Allah Swt.. Seseorang dianggap berpikir islami jika akalnya berjalan di atas dasar akidah Islam dan nilai-nilai yang menjadi timbangannya adalah halal-haram.
CemerlangMedia.Com — Gerombolan setan-setan gila di sosial media berwarna biru tengah menjadi sorotan publik. Setan berbentuk manusia itu menyebut grupnya dengan fantasi, padahal sesungguhnya ajang keliaran, kebiadaban, cacat moral, dan logika.
Berbagai pihak mendesak kepolisian untuk segera menangkap pelaku di balik grup tersebut. Menurut Direktur Siber Polda Metro Jaya, Kombes Roberto Pasaribu, pihaknya tengah menyelidiki kasus tersebut sejak minggu lalu (detikNews.com, 19-05-2025).
Inilah puncak era kegelapan. Hidup longgar tanpa batas kemanusiaan. Ruang publik dibiarkan tanpa pengawasan, seolah semua orang bebas untuk memproduksi dan mengonsumsi konten rusak. Grup-grup semacam ini tumbuh bak jamur di musim penghujan.
Parahnya lagi, bukan hanya keberadaanya, tetapi kenyataan bahwa sebagian orang menganggap bahwa ini hal yang biasa. Mereka berbagi fantasi, bercanda, berdiskusi tanpa disadari bahwa hal yang mereka lakukan adalah salah besar, penuh risiko dan biadab.
Dunia maya yang seharusnya menjadi tempat untuk menambah ilmu yang positif justru menjadi tempat berlindung berbagai penyimpangan yang merusak moral dan sosial. Hidup tanpa aturan tegas, nyatanya membuat manusia jauh lebih rendah daripada binatang.
Sistem Hidup Rusak
Fenomena ini tidak hadir begitu saja. Ia tumbuh subur dalam tatanan sistem hidup yang merealisasikan kebebasan tanpa batas untuk semua bentuk ekspresi, sekalipun rusak. Sementara itu, akar dari kebebasan yang kebablasan ini adalah ideologi besar yang mendominasi global hari ini, yakni sistem hidup kapitalisme, sekularisme, dan liberalisme.
Dalam sistem kapitalisme, sosial media seperti FB dikelola untuk mengejar laba atau keuntungan. Langkah sistemik atau algoritma digunakan untuk memaksimalkan waktu si pengguna, bukan untuk menciptakan masyarakat yang baik dan berkualitas.
Hal ini berarti, konten ekstrem yang mendorong hasrat seksual atau yang membuat rasa penasaran cenderung didukung oleh sistem sehingga lebih mudah terakses. Orang memiliki kecenderungan menyimpang akan secara otomatis terakses kepada konten yang diinginkan tanpa dibatasi.
Selain itu, di pasar kapitalis, industri pornografi mencapai keuntungan triliunan dolar. Dalam logika ini, menciptakan komunitas s3ksual, termasuk adanya penyimpangan di dalamnya adalah langkah membentuk pasar yang bisa dikapitalisasi untuk mengeruk keuntungan.
Kapitalisme membentuk sekaligus memfasilitasi segala penyimpangan yang merusak tatanan kehidupan selama itu menghasilkan pundi-pundi uang. Kapitalisme menyingkirkan norma-norma demi meraup keuntungan materi.
Sementara sekularisme, cabang pemikiran sistem kapitalisme yang memahami bahwa aturan hidup harus lepas dari aturan agama berdampak pada hilangnya standar norma yang tetap. Kegiatan yang dulu dianggap tabu bisa jadi hari ini dianggap biasa saja, dipandang sebagai hak individu, bahkan modernisasi.
Walhasil, ketika aturan agama dikeluarkan dari pedoman hidup, manusia kehilangan kompas. Mereka tidak tahu benar salah, baik dan buruk. Nilai-nilai kemanusiaan yang dijaga oleh agama tergerus karena ketiadaan pedoman yang pasti.
Di sisi lain, liberalisme yang memuja kebebasan individu memandang setiap orang berhak melakukan apa pun selama dianggap tidak merugikan orang lain. Pada prinsip ini, bahkan perilaku amoral dan bejat sebagaimana yang viral hari ini masih bisa dibela sebagai bagian dari hak individu. Inilah wujud liberalisme, pemikiran yang melindungi segala bentuk penyimpangan atas nama hak asasi manusia.
Dalam hal ini, kapitalisme sekularisme liberalisme adalah sistem hidup yang dapat membuat masyarakat kebal terhadap penyimpangan. Lantaran sistem ini memberi ruang, memfasilitasi untuk orang melakukan apa saja tanpa judgment dari siapa pun.
Negara pun tidak bisa berbuat banyak. Terbukti para aparat penegak hukum terkesan lamban untk menindak para pelaku kemaksiatan ini. Inilah sistem hidup yang seharusnya dibuang jauh-jauh untuk menjaga fitrah manusia agar tetap berjalan pada koridor yang baik dan benar.
Islam Jalan Terbaik
Islam bukanlah sekadar agama ritual, tetapi agama yang mengatur segala aspek kehidupan manusia. Untuk itu, segala bentuk aktivitas manusia, baik di kehidupan nyata maupun di dunia digital wajib tunduk kepada syariat.
Oleh karena itu, pikiran atau fantasi bukan ruang bebas tanpa keterikatan dengan hukum syariat. Bahkan, lintasan pikiran harus terbingkai dalam fikrah islamiah (pemikiran Islam) dan qiyam (nilai-nilai) yang bersumber dari wahyu Allah Swt.. Seseorang dianggap berpikir islami jika akalnya berjalan di atas dasar akidah Islam dan nilai-nilai yang menjadi timbangannya adalah halal-haram.
Negara Islam akan menutup rapat-rapat segala jalan yang mengarah kepada kemaksiatan. Tidak hanya memberikan hukuman kepada pelaku, tetapi juga menerapkan pendidikan Islam yang membentuk pola pikir dan pola sikap yang sesuai dengan wahyu Ilahi.
Dalam hal ini, grup fantasi tersebut adalah haram. Negara harus tegas menghukum pembuat grup, pembuat konten, serta semua yang terlibat di dalamnya. Menghukumnya harus dengan ketentuan syariat karena Allah telah memerintahkan untuk selalu menunjukkan pandangan dan menjaga pikiran.
“Sesungguhnya Allah menetapkan bagian zina bagi anak Adam… zina mata dengan melihat, zina hati dengan berkeinginan…” (HR Bukhari & Muslim).
Inilah ketentuan Allah dalam menjaga harga diri dan fitrah manusia. Standar Islam adalah halal dan haram, bukan suka atau tidak suka. Untuk itulah, memberantas pelaku zina dan segala penyimpangannya harus sistemik karena hal ini bukan sekadar persoalan individu, melainkan dampak sistem hidup yang rusak, yang memberikan ruang agar semua itu terjadi tanpa koreksi.
Khatimah
Adanya grup fantasi sedarah bukan sekadar fenomena menyimpang. Hal ini adalah potret buruk sistem rusak kapitalisme sekularisme liberalisme. Memberangus penyimpangan ini bukan soal fanatisme agama, melainkan pertarungan antara peradaban yang membingkai manusia dengan kemuliaan dengan peradaban yang melegalkan segala bentuk kerusakan.
Oleh karena itu, sudah saatnya masyarakat sadar bahwa kebebasan tanpa batas bukanlah suatu kemajuan, melainkan kemunduran yang menuju ke arah kehancuran. Sudah saatnya bangkit dengan Islam kafah yang menjadi pedoman. Wallahu a’lam. [CM/Na]