Oleh: Widhy Lutfiah Marha
(Pendidik Generasi)
CemerlangMedia.Com — Dalam dunia yang makin kompleks, tindakan kekerasan seperti penganiayaan dan pembunuhan seringkali mengguncang masyarakat. Motif di balik tindakan ini bisa bervariasi, tetapi dampaknya selalu merusak dan tragis. Keharmonisan dan keamanan masyarakat menjadi terancam ketika kekerasan merajalela.
Seperti kasus penganiayaan yang melibatkan seorang anak dari salah satu anggota fraksi PKB di DPR RI yang mewakili daerah pemilihan Nusa Tenggara Timur. Pelaku, seorang pria berusia 31 tahun, dengan kejam melakukan penganiayaan terhadap kekasihnya yang berusia 28 tahun sehingga akhirnya korban kehilangan nyawanya (detik.com, 06-10-2023).
Penyebab Femisida
Menurut Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), perilaku seperti ini dapat dikategorikan sebagai femisida. Femisida merujuk pada tindakan pembunuhan atau percobaan pembunuhan yang disengaja terhadap perempuan, dilakukan berdasarkan jenis kelamin atau gender mereka. Motif pembunuhan semacam ini bisa dipicu oleh rasa cemburu, dominasi yang tidak wajar, dan kepuasan sadistik terhadap perempuan. Komnas Perempuan juga menggolongkan femisida sebagai bentuk sadisme, baik dari sudut motif pelaku, pola tindakan pembunuhan, maupun dampak yang ditimbulkannya terhadap keluarga korban (komnasperempuan.go.id, 13-03-2020).
Melihat begitu banyaknya kasus-kasus yang menimpa perempuan, menunjukkan bahwa kondisi perempuan makin memprihatinkan dalam masyarakat yang menerapkan sistem sekuler kapitalisme seperti saat ini. Model pemikiran dan perilaku manusia menjadi makin bebas dan tidak terikat pada nilai-nilai agama. Manusia merasa bebas menjalani hubungan yang dilarang tanpa mempertimbangkan konsekuensi moral. Mereka bisa dengan kejam menganiaya sesama manusia untuk memuaskan rasa marah, cemburu, dominasi, dan motif sejenisnya. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika masalah kekejaman makin merajalela dalam kehidupan manusia saat ini.
Kondisi makin diperparah oleh kurangnya jaminan keamanan yang disediakan oleh negara kapitalis. Negara-negara kapitalis cenderung berperan sebagai regulator semata, tanpa mencoba mengatasi akar masalah. Salah satunya adalah pengklasifikasian pembunuhan perempuan sebagai femisida. Padahal pendekatan semacam ini belum mampu menangani akar permasalahan kekerasan terhadap perempuan karena ketiadaan aturan-aturan syariat yang melindungi hak-hak perempuan.
Perempuan dalam Pandangan Islam
Dalam Islam, perempuan tidak dianggap sebagai kasta rendahan sebagaimana pandangan saat ini yang mengakibatkan kelompok feminisme menuntut kesetaraan gender. Sebaliknya, dalam Islam, perempuan dianggap sebagai permata, memiliki nilai dan kehormatan yang harus dijaga sepenuh hati.
Sebagai manusia, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam pandangan Islam. Keduanya sama-sama dianggap mulia saat menjalankan perintah Allah dan akan tercela jika melanggar perintah-Nya. Oleh karena itu, Islam tidak mengakui superioritas laki-laki atas perempuan yang dapat mencegah perlakuan sewenang-wenang terhadap perempuan oleh kaum laki-laki.
Allah Swt. dalam Al-Qur’an menyatakan bahwa baik laki-laki maupun perempuan yang beriman dan beramal saleh akan masuk surga tanpa diskriminasi. Ini menegaskan kesetaraan gender dalam pandangan Islam (Qur’an surah An-Nisa ayat 124).
Namun, perbedaan fisik antara laki-laki dan perempuan telah ditetapkan oleh Allah, yang menghasilkan perbedaan dalam peran, hak, dan kewajiban antara keduanya. Ini termasuk perbedaan dalam hak waris, kewajiban penafkahan, mahar, poligami, dan tugas-tugas lainnya. Namun, perbedaan ini bukan tanda ketidaksetaraan gender, melainkan hasil harmoni dan sinergi antara laki-laki dan perempuan sesuai dengan fitrah yang Allah tetapkan.
Kekerasan terhadap perempuan seringkali disebabkan oleh faktor-faktor lain, termasuk ketidakpatuhan terhadap hukum syariat, baik di wilayah domestik maupun publik. Islam memandang bahwa perempuan memiliki dua kehidupan, yakni kehidupan khusus dalam rumah dan kehidupan umum di luar rumah. Dalam kehidupan khusus, perempuan tinggal bersama komunitas yang sesuai, sedangkan kehidupan umum adalah ruang publik yang memerlukan penerapan sistem pergaulan Islam untuk menjaga kehormatan dan kemuliaan keduanya.
Islam juga mengatur syariat dalam kehidupan publik, termasuk menutup aurat, menjaga kemaluan, larangan khalwat, tabaruj, dan ikhtilat. Peraturan ini bertujuan menjaga kehormatan laki-laki dan perempuan serta mencegah perbuatan zina. Selain itu, Islam menekankan perlunya negara menjadi institusi yang menjaga kehormatan dan kesucian warga negaranya, termasuk pengawasan terhadap konten-konten yang dapat memicu naluri seksualitas.
Penerapan Sanksi Islam
Untuk memberikan ketegasan, Islam memerintahkan negara menerapkan sanksi Islam terhadap pelaku pelanggaran, seperti qisas untuk penganiayaan, hukuman cambuk dan rajam bagi pezina, serta ta’zir untuk pelanggaran lainnya, termasuk homo dan lesbi, sesuai dengan kejahatannya. Ini bertujuan untuk menjaga kesusilaan dan moral masyarakat.
Dengan demikian, tindak kejahatan dalam hubungan asmara, seperti yang terjadi pada kasus GRT dan DSA, serta kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan lainnya dapat ditekan sejak dini. Hal ini disebabkan oleh penggunaan sistem sanksi yang diterapkan oleh negara yang berfungsi sebagai upaya penebus dosa dan memberikan efek jera kepada pelaku tindak kejahatan. Sistem ini juga berperan dalam mencegah kemungkinan adanya perilaku serupa di tengah masyarakat. Dalam hal ini, apa yang dilakukan negara adalah upaya untuk menjalankan hukum yang sejalan dengan prinsip syariat Islam.
Maka dari itu, Islam mampu memberikan solusi untuk menangani masalah kekerasan terhadap perempuan. Bahkan, ketika manusia melanggar ketentuan Allah dan mencoba membuat hukum mereka sendiri, maka masalah kekerasan perempuan tidak akan pernah berakhir. Fakta membuktikan bahwa masalah ini telah ada sejak zaman dahulu hingga saat ini dan seringkali makin memburuk. Oleh karena itu, hanya menerapkan aturan Allah dan penerapan syariat Islam kafah sebagai solusi untuk mengakhiri masalah kekerasan perempuan. Wallahu a’lam bisshawwab. [CM/NA]