Oleh. Rini Sulistiawati
(Kontributor CemerlangMedia.Com)
CemerlangMedia.Com — Adakah di sini yang tidak tahu tentang LPG, alat yang bisa menghasilkan panas yang tinggi? Tentu saja tidak. LPG merupakan alat yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat khususnya para wanita dari kalangan pejabat hingga rakyat jelata, pasti menggunakan alat ini.
Dahulu rakyat Indonesia menggunakan kompor yang menggunakan bahan bakar cair, yaitu minyak tanah dan kemudian berevolusi gas (bentuk alami dari bahan bakar gas padat cair yang mengalir melalui pipa). LPG dikatakan lebih baik, lebih irit, lebih mudah dan seterusnya sehingga akhirnya diterbitkan melon gas (LPG 3kg) dan dragon gas (LPG 5kg).
Namun, kenyataannya LPG 3 kg sekarang makin mahal. Tidak hanya itu, LPG 3 kg alias gas melon yang merupakan gas bersubsidi juga makin langka.
Baru-baru ini, beberapa daerah di Indonesia dilaporkan mengalami kelangkaan bahan bakar gas cair atau dikenal juga dengan Liquefied Petroleum Gas alias LPG ukuran 3 kilogram (LPG 3 kg). Daerah tersebut adalah Pulau Magetan, Pulau Banyuwangi dan beberapa daerah di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi (tempo.co, 27-7-2023).
Dilansir dari CNN Indonesia, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati memberikan penjelasan mengenai alasan terbatasnya pasokan LPG 3 kg. Menurut Nicke, kelangkaan ini disebabkan oleh peningkatan konsumsi. Selama Juli 2023, konsumsi mengalami peningkatan sebesar 2 persen akibat libur panjang Iduladha dan Tahun Baru Hijriah. Pertamina berupaya memulihkan distribusi. Hal ini diungkapkan Dirut Pertamina dalam pernyataan resmi pada Selasa (25-07-2023). Meskipun demikian, Pertamina tetap berkomitmen untuk memastikan ketersediaan cadangan yang aman bagi masyarakat.
Tutuka Aliazi Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Alam (ESDM) mengatakan masalah distribusi menjadi salah satu penyebab kelangkaan LPG bersubsidi 3 kilogram. LPG bersubsidi tidak tersedia untuk umum karena sistem distribusi yang dilakukan Pertamina tidak seluruhnya untuk umum (ekonomi.republika.co.id, 31-07-2023)
Muncullah LPG Merah Jambu
Namun, di tengah kelangkaan LPG, pemerintah meluncurkan produk LPG 3 kg merk Bright dengan harga premium yaitu Rp56.000 di kalangan masyarakat yang kesulitan mendapatkan LPG 3 kg bersubsidi yang harganya Rp20.000.
Mulyanto, anggota Komisi VII DPR RI menilai kebijakan ini sebagai tindakan tidak manusiawi terhadap masyarakat. Mulyanto memberikan keterangan tertulis yang menerangkan bahwa kebijakan ini akan membuat pengadaan dan penyaluran LPG 3 kg bersubsidi makin terbatas dan sulit. Akhirnya masyarakat terpaksa membeli LPG 3 kg nonsubsidi (dpr.go.id, 27-07-2023).
Menurut Politisi Fraksi PKS tersebut, sering terjadi pengoplosan gas LPG hanya karena perbedaan ukuran tabung yang digunakan. Jika barang dan ukurannya mirip atau sama, tetapi hanya mengubah warna tabung dari hijau melon menjadi warna merah jambu, maka statusnya akan berubah dari barang bersubsidi menjadi barang non-subsidi. Hal ini tentu meningkatkan risiko terjadinya penyalahgunaan.
Mulyanto juga menambahkan dalam keterangan tertulisnya bahwa kebijakan ini adalah bentuk dualitas produk, yakni produk yang sama dijual dengan harga yang berbeda. Yang satu disubsidi dan yang lain tidak.
Akibat Kapitalisme
Ketersediaan LPG sebenarnya merupakan tanggung jawab pemerintah. Kelangkaan gas LPG ini menunjukkan bahwa pemerintah gagal memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya. Sementara itu, keberadaan LPG non subsidi jelas memberikan pasar bagi para pengusaha, apalagi dikatakan lebih aman.
Program pemerintah yang meluncurkan gas LPG 3 kg non subsidi (bright pink) agar LPG 3 kg bersubsidi (melon gas) tidak kekurangan pasokan bukanlah solusi yang efektif. Melihat lebih dalam, itu tidak membuat hidup rakyat lebih mudah, justru sebaliknya menambah kesusahan rakyat.
Pelepasan gas merah muda sebagai solusi kekurangan gas melon harus dilihat dari beberapa sudut. Alasan “agar tidak langka” dalam sistem kapitalis saat ini hanyalah sebuah ucapan yang akhirnya dilontarkan berulang kali, tetapi minim solusi. Sistem kapitalis telah gagal dalam pengelolaan sumber daya alam. Menguntungkan bagi para kapitalis, tetapi secara tidak langsung merugikan rakyat.
Apalagi Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam yang jika dikelola dengan baik dapat membawa kemakmuran bagi seluruh lapisan masyarakat. Akan tetapi sistem yang diterapkan membuat rakyat makin tidak bahagia karena sumber daya alam dikuasai oleh kapitalis dan rakyat harus membayar mahal untuk mendapatkannya.
Akar Persoalan
Oleh karena itu, solusi dari permasalahan utama kelangkaan gas 3 kg ini bukanlah peluncuran gas 3 kg non subsidi Rp56.000 alias gas merah jambu (bright pink). Melainkan mencari akar persoalan, yakni masalah SDA yang merupakan hak rakyat dan harus dipermudah dalam mendapatkannya, tetapi salah kelola.
Tidak hanya itu, pemerintah seolah bertindak sebagai pengusaha dan memakai hitungan untung rugi, bukan berpikir untuk kesejahteraan rakyat. Inilah sifat sistem kapitalis, berbasis keuntungan, pemerintah dan warga negara seperti penjual dan pembeli. Pemerintah seolah melupakan tugasnya untuk melindungi rakyat.
Solusi Islam
Hal ini berbeda dengan sistem Islam, yakni negara wajib menyediakan kebutuhan pokok termasuk LPG dengan harga murah bahkan gratis. Negara juga berkewajiban memenuhi kebutuhan pokok yang bersifat kolektif, yakni pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan pokok lainnya.
Dalam sistem Islam, negara memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan dasar warganya. Mulai dari sandang, pangan, gizi, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Termasuk juga kebutuhan akan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan rakyat sehari-hari karena tugas para pemimpin adalah mengabdi kepada rakyat, maka negara berkewajiban untuk memenuhi sepenuhnya segala kebutuhan masyarakat.
Rasulullah saw. bersabda,
“Kaum Muslim bersekutu dalam tiga hal: air, padang, dan api.” (HR Abu Dawud)
Sesuai dengan sunah Rasulullah yang tersebut di atas maka sudah selayaknya negara tidak boleh memprivatisasi atau swastanisasi sumber daya alam. Begitu pula dengan gas sebab itu merupakan hak rakyat, terlebih jika rakyat harus membelinya dengan harga mahal demi keuntungan negara maka itu adalah suatu keharaman.
Semua masalah ini akan terpecahkan ketika semua warga negara mulai berpikir kritis dan berusaha mengembalikan kehidupan Islam dengan menerapkan syariat Islam secara kafah. Oleh karena itu, solusi yang efektif adalah mengganti sistem itu dengan sistem yang benar yang dapat menyelesaikan semua masalah kehidupan yaitu sistem Islam.
Wallahu a’lam bisshawab [CM/NA]