Penulis: Febriani Safitri, S.T.P.
Penggiat Literasi
Pendidikan dalam Islam bertujuan untuk membentuk manusia yang berilmu, bertakwa, dan berketerampilan tinggi. Negara hadir sebagai raain (pengurus) yang bertanggung jawab langsung atas pembinaan generasi dan memastikan setiap individu mendapatkan pendidikan Islam yang kukuh serta menguasai ilmu kehidupan yang bermanfaat.
CemerlangMedia.Com — Data dari Badan Pusat Statistik 2024 menunjukkan bahwa rata-rata lama pendidikan atau sekolah penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas hanya mencapai 9 tahun 22 bulan. Ini setara dengan lulusan kelas 9 atau sekolah menengah pertama (SMP).
Temuan ini menjadi cerminan bahwa pendidikan Indonesia masih didominasi oleh capaian jenjang menengah pertama dan banyak penduduk belum melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan bahwa meskipun terjadi peningkatan dibandingkan 2023 (9 tahun 13 bulan), capaian ini baru sedikit melampaui target rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) yang ditetapkan sebesar 9 tahun 18 bulan (beritasatu.com, 2-5-2025).
Dampak Sistem Kapitalisme
Masalah ini timbul sebagai dampak dari sistem kapitalisme yang menjadikan pendidikan sebagai komoditas. Dalam sistem ini, akses pendidikan sangat bergantung pada kemampuan ekonomi sehingga menyebabkan ketidakadilan dalam pemerataan akses pendidikan yang berkualitas bagi seluruh lapisan masyarakat.
Selain itu, angka kemiskinan yang tinggi juga makin menyulitkan rakyat untuk mengakses sarana pendidikan, bahkan untuk pendidikan dasar sekalipun. Meski negara telah meluncurkan berbagai program untuk membantu rakyat dari kalangan ekonomi bawah dan menengah, seperti sekolah gratis dan Kartu Indonesia Pintar, kenyataannya tidak semua orang dapat merasakan manfaat dari program-program tersebut. Terlebih lagi, program-program ini terbatas dan hanya dapat diakses oleh kalangan tertentu.
Dalam sistem kapitalisme, pendidikan bukanlah hak dasar yang dijamin oleh negara, melainkan sebuah komoditas yang diperjualbelikan. Negara hanya menyediakan sejumlah sarana tertentu dan belum mampu memenuhi hak dasar pendidikan bagi seluruh rakyat.
Layanan pendidikan diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar sehingga menyebabkan biaya pendidikan terus meningkat dan menjadi beban bagi masyarakat, terutama bagi kalangan menengah ke bawah. Akibatnya, hanya masyarakat yang mampu secara ekonomi yang dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, sementara anak-anak dari keluarga miskin harus menghentikan pendidikan mereka karena terkendala biaya.
Ketimpangan ini tidak hanya menciptakan kesenjangan sosial yang makin dalam, tetapi juga membatasi potensi generasi muda untuk berkembang secara optimal. Sementara generasi muda diharapkan dapat menjadi pembangun peradaban, tetapi sistem kapitalisme justru memperkuat ketimpangan dan ketidakadilan sosial yang sistemik.
Negara seharusnya hadir sebagai penjamin hak rakyat atas pendidikan, bukan sebagai fasilitator untuk kepentingan pasar dan korporasi. Pendidikan seharusnya menjadi tanggung jawab negara sepenuhnya agar setiap warga memiliki kesempatan yang sama untuk meningkatkan kualitas hidup melalui ilmu yang dapat menghantarkan mereka pada kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Dalam sistem ini, efisiensi anggaran dijadikan alasan untuk mengurangi tanggung jawab negara terhadap pendidikan sehingga makin menyingkirkan masyarakat miskin dari kesempatan belajar. Akibatnya, generasi bangsa tidak diarahkan untuk menjadi pemikir dan pemimpin.
Mahalnya biaya pendidikan, sulitnya akses antara wilayah, dan kurikulum yang tunduk pada kepentingan pasar telah mengubah wajah pendidikan menjadi alat pencetak tenaga kerja murah bagi industri, bukan lagi sebagai hak dasar rakyat. Selama pendidikan masih dikendalikan oleh logika pasar, ketimpangan akan terus terjadi dan cita-cita untuk mencerdaskan masyarakat serta membentuk kepribadian mulia hanya akan menjadi mimpi belaka.
Solusi Islam
Problematika ini hanya bisa diselesaikan tuntas dengan penerapan sistem kehidupan yang bersumber dari Allah Swt., yaitu sistem Islam. Dalam Islam, pendidikan merupakan hak setiap warga negara yang wajib dijamin oleh negara secara menyeluruh dan gratis tanpa memandang status ekonomi.
Pendidikan dalam Islam bertujuan untuk membentuk manusia yang berilmu, bertakwa, dan berketerampilan tinggi. Negara hadir sebagai raain (pengurus) yang bertanggung jawab langsung atas pembinaan generasi dan memastikan setiap individu mendapatkan pendidikan Islam yang kukuh serta menguasai ilmu kehidupan yang bermanfaat.
Pendidikan dalam Islam tidak diarahkan untuk memenuhi kepentingan pasar atau menjadi komoditas ekonomi, melainkan untuk mencetak manusia yang cerdas, bertakwa, dan amanah. Kurikulum disusun berdasarkan akidah Islam yang mengintegrasikan ilmu syar’i dan ilmu kehidupan sehingga mampu mencetak generasi yang cerdas secara intelektual, kuat secara spiritual, dan siap menjadi penggerak peradaban Islam.
Dalam sistem ini, negara juga memastikan keadilan akses dan mutu pendidikan di semua wilayah sebagai bentuk tanggung jawab negara terhadap masyarakat. Rasulullah saw. bersabda,
“Seorang pemimpin adalah pengurus rakyat dan dia akan diminta pertanggungjawaban atas rakyat yang diurusnya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Hadis ini menjadi landasan bahwa negara harus hadir secara aktif mengatur urusan pendidikan demi menjaga generasi dan membangun peradaban yang gemilang. Pendidikan dalam Islam bukanlah komoditas yang diperjualbelikan, tetapi kebutuhan mendasar individu yang harus dipenuhi negara agar mampu melahirkan peradaban yang mulia.
Pendanaan pendidikan berasal dari baitulmal, pos-pos pemasukan fai, kharaj, dan harta kepemilikan umum. Negara mengelola langsung pendidikan tanpa campur tangan swasta. Dana tersebut disalurkan untuk memfasilitasi pendidikan berkualitas, merata, dan gratis. Wallahu a’lam. [CM/Na]