Gonjang-Ganjing Polusi, Darurat Solusi Hakiki!

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Oleh. Rizki Ika Sahana
(Aktivis Muslimah)

CemerlangMedia.Com — Data IQAir pada Rabu (30-8-2023) pukul 06.00 WIB menyebutkan kualitas udara di Jakarta kembali ke status tidak sehat dengan indeks kualitas udara AQI US 177 dan polutan utama PM2.5. Sementara konsentrasi PM2.5 di Jakarta pada hari yang sama adalah 21 kali dari nilai panduan kualitas udara tahunan WHO. Lalu bagaimana dengan kota-kota lainnya di sekitar Jakarta?

Kota Depok, lagi-lagi menjadi kota berpolusi paling buruk pada Rabu (30-8-2023) dengan AQI US 215. Diikuti oleh Kota Tangerang dan Tangerang Selatan. Sementara nilai AQI US Bekasi ada pada angka 135 dengan konsentrasi PM2.5 sebesar 49,5 mikrogram per meter kubik. Padahal standar aman harian WHO hanya 25 mikrogram per meter kubik (cnbcindonesia.com, 30-8-2003).

Apa Itu AQI?

Air Quality Index atau AQI adalah indeks yang digunakan untuk mengukur tingkat keparahan polusi udara di sebuah kota. Indeks ini adalah gabungan dari 6 polutan utama, yaitu PM2.5, PM10, karbon monoksida (CO), sulfur dioksida (SO2), nitrogen dioksida (NO2), dan ozon (O3) di permukaan tanah. Makin tinggi nilai AQI, maka makin parah pula tingkat polusi udara di kota tersebut dan risikonya pun akan makin besar.

Nilai AQI 0—50 mengindikasikan kualitas udara yang baik. Direpresentasikan dengan indikator warna hijau. Pada kondisi ini, kandungan oksigen di udara masih sangat banyak sehingga risiko gangguan kesehatan yang muncul sangat kecil bahkan hampir tidak ada sama sekali. Dengan nilai AQI ini, setiap orang bisa bebas beraktivitas di luar rumah dan menghirup udara segar.

Nilai AQI 51—100 menunjukkan kualitas udara sedang dengan indikator warna kuning. Pada kondisi ini kadar polusi udara masih bisa ditolerir karena tergolong rendah. Namun, beberapa zat polutan tetap bisa memengaruhi kesehatan sebagian orang, seperti orang yang sensitif terhadap ozon mungkin saja mengalami gejala gangguan pernapasan, meskipun tergolong ringan.

Nilai AQI 101—150 merepresentasikan udara yang tidak sehat untuk kelompok sensitif. Masyarakat umum yang tubuhnya dalam kondisi fit mungkin tidak terpengaruh dengan nilai AQI ini. Akan tetapi, efek polusi udara bisa dirasakan oleh mereka yang rentan, mulai dari anak-anak, lansia, orang yang sensitif terhadap ozon, hingga penderita penyakit paru-paru atau gangguan pernapasan lainnya.

Nilai AQI 151—200 menunjukkan kualitas udara yang tidak sehat untuk semua orang dengan indikator warna merah. Pada kondisi ini, seluruh masyarakat perlu waspada. Pasalnya, partikel-partikel yang berkeliaran di udara dapat membahayakan kesehatan semua orang tanpa terkecuali dan tanpa pandang bulu.

Nilai AQI 201—300 merepresentasikan udara yang sangat tidak sehat dengan indikator warna ungu. Suatu kota dinilai memiliki udara yang buruk jika angka AQI-nya berada dalam rentang 201—300 ini. Kondisi ini harus diwaspadai karena efek polusi udara bisa sangat membahayakan kesehatan.

Yang terakhir, yakni AQI dengan nilai 301—500. Angka ini menunjukkan udara yang berbahaya dengan indikator warna merah tua. Pada kondisi ini, udara sudah sangat tercemar dan bisa membahayakan jantung serta paru-paru.

Upaya Menghentikan Polusi

Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) telah meminta jajarannya untuk melakukan upaya peningkatan kualitas udara di Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) dengan berbasiskan pada kesehatan. Presiden pun meminta kementerian/lembaga (K/L) terkait untuk mengambil langkah tegas dalam penanganan tersebut. Hal itu disampaikan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar, di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (28-08-2023) usai mengikuti rapat terbatas yang dipimpin oleh Presiden Jokowi (cnbcindonesia.com, 28-8-2003)

Siti mengungkapkan, ada sejumlah sumber yang berkontribusi dalam penurunan kualitas udara di Jabodetabek, antara lain kendaraan bermotor, pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), rumah tangga, pembakaran, dan lain-lain. Menteri LHK juga mengatakan, pihaknya telah melakukan pengecekan terhadap sekitar 351 industri, termasuk PLTU dan pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD), dan berhasil mengidentifikasi 161 sumber pencemaran yang akan diperiksa di enam stasiun pemantauan kualitas udara.

Selain melakukan pengawasan dan penegakan hukum terhadap sumber pencemaran serta uji emisi kendaraan, pemerintah juga melakukan teknik modifikasi cuaca (TMC), salah satunya dilakukan pada Minggu (27-08-2023) ini. TMC tersebut membutuhkan awan dan syarat klimatologi tertentu. Pemerintah juga telah melakukan uji coba TMC mikro menggunakan mist generator di Gedung Pertamina, Jalan Merdeka Timur dan secara mobile di kawasan Gelora Bung Karno (GBK)— Gerbang Pemuda—Asia Afrika—Sudirman Thamrin, Jakarta.

Upaya lain yang dilakukan pemerintah adalah bersama seluruh elemen masyarakat menggalakkan penanaman pohon untuk menyerap karbondioksida (CO2) dan menghasilkan oksigen (O2) sekaligus mengurangi polusi. Selain itu, ada wacana penggunaan kendaraan listrik dan pajak polusi sebagai solusi. Pertanyaannya, efektifkah upaya-upaya tersebut dalam menyelesaikan masalah polusi?

Kenyataannya, meski nampak memberi harapan, tidak semua upaya di atas efektif lagi berdampak positif. Malah sebagiannya justru kontraproduktif, seperti himbauan penanaman pohon yang sangat bertolak belakang dengan angka deforestasi Indonesia yang masih tinggi. Olah data Direktorat IPSDH menyebutkan deforestasi netto Indonesia periode 2020-2021 misalnya, sebesar 113.534,3 hektar.

Upaya pengurangan kendaraan bermotor tidak akan efektif jika tidak diimbangi dengan pembangunan yang merata dan terpadu di seluruh wilayah. Sebab bagaimanapun, semut tetap akan mencari gula, walau lokasinya jauh. Demikian pula manusia, akan rela menempuh perjalanan panjang demi mengganjal kebutuhan hidup. Jika pembangunan merata dan terpadu di seluruh wilayah, alhasil distribusi kebutuhan pokok rakyat, lapangan kerja, serta akses terhadap berbagai fasilitas terpenuhi dengan baik, maka pengurangan kendaraan bermotor menjadi ide yang masuk akal. Begitu pula dengan TMC, hanya bersifat sementara, tidak akan mampu mengatasi polusi yang terjadi secara berkesinambungan lagi masif.

Pemberian sanksi administratif maupun tindakan hukum lain terhadap pelaku industri yang menyalahi amdal juga menjadi tantangan tersendiri manakala penegakan hukum di suatu negeri masih menganut pola tebang pilih dan sangat mudah dijual-beli. Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Justrin Adrian misalnya, pernah menyebutkan setidaknya ada 1.600 industri di Jakarta yang diduga pernah melakukan pelanggaran, tetapi tidak pernah ditindak.

Wacana kendaraan listrik dan pajak polusi sebagai solusi dikhawatirkan palsu semata. Sebab kendaraan listrik justru membutuhkan eksistensi PLTU sebagai sumber listrik yang realitanya menjadi peyumbang utama polusi. Sementara pajak polusi, malah membebani rakyat yang justru menjadi korban polusi. Selain memang tidak relevan dengan penyelesaian akar masalah polusi. Banyak pihak mengkhawatirkan opsi pajak hanyalah akal-akalan rezim untuk meraup cuan.

Polusi Hanya Tuntas dengan Islam

Menyelesaikan problem polusi tidak boleh sekadar di tataran teknis, tetapi harus dari asas. Persoalan teknis tidak akan pernah bisa menyelesaikan masalah hingga tuntas, kecuali disupport penuh oleh penerapan sistem yang komprehensif yang lahir dari asas yang benar.

Asas sekularisme yang meniscayakan pemisahan agama dari kehidupan jelas akan menuai kegagalan dalam mencari solusi. Sebab solusi tersebut datang dari akal manusia yang bukan saja terbatas, melainkan juga dipenuhi oleh kerakusan lagi hawa nafsu. Oleh karenanya, wajar jika solusi yang ditawarkan selalu berpihak bukan kepada publik juga masyarakat luas, tetapi kepada para pemilik modal (kapitalis) yang nyatanya pengendali kekuasaan di hampir setiap negeri.

Sekularisme melahirkan sistem politik yang tidak bertujuan melayani kepentingan masyarakat, tetapi melayani kepentingan para apitalis. Maka wajar berbagai industri raksasa diberi keleluasaan untuk menjalankan aktivitasnya, meski keberadaannya membahayakan umat.

Sungguh berbeda dengan Islam yang berasal dari Sang Khaliq, tentu aturannya sempurna sekaligus tidak memihak kecuali bertujuan menjaga kehidupan manusia agar selaras dengan alam. Dengan asas demikian, lahir hukum-hukum yang komprehensif terkait solusi mengatasi polusi. Di antaranya adalah mengatur dan mengontrol industri dengan ketat sejak awal berdiri untuk mencegah polusi. Kemudian membangun kota-kota dengan pembangunan yang merata dan terpadu sehingga jumlah kendaraan bermotor bisa ditekan. Penegakan hukuman yang tegas bagi pelaku polusi, baik individu maupun industri. Termasuk melakukan berbagai upaya preventif dan kuratif yang lainnya sesuai dengan syariat Islam.

Dengan itu semua, problem polusi tidak akan berlarut-larut, tidak pula terjadi berulang, sebab syariat Islam memberikan seperangkat aturan yang syamil lagi kamil, yang cocok untuk seluruh tempat di muka bumi. Wallahu a’lam.[] [CM/NA]

Loading

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *