Oleh: Meta Nisfia
Sistem ekonomi Islam mengatur bahwa sumber daya alam yang melimpah harus menjadi milik bersama atau milik rakyat sehingga tidak boleh dikuasai oleh individu atau negara. Negara memiliki tanggung jawab untuk mengelola sumber daya tersebut dan menggunakan hasilnya untuk kesejahteraan rakyat, terutama dalam bidang pendidikan dan kesehatan.
CemerlangMedia.Com — Jumlah orang yang kehilangan pekerjaan akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) meningkat di Indonesia, yaitu hampir mencapai 53.000 orang dari Januari hingga 26 September 2024. Sektor pengolahan mendominasi dengan 24.013 PHK, kemudian diikuti sektor jasa dan pertanian.
Sebagian besar PHK terjadi di Jawa Tengah, Banten, dan DKI Jakarta. Ketua Badan Anggaran DPR RI Said Abdullah mengingatkan pemerintah akan potensi gelombang pengangguran, terutama di sektor tekstil dan pekerja paruh waktu, termasuk juga perlunya menjaga tingkat pengangguran terbuka sesuai target 4,5—5% pada 2025 (detik.com, 26-09-2024).
Sektor pengolahan yang menjadi tulang punggung industri Indonesia menghadapi tekanan yang signifikan di tengah meningkatnya biaya produksi dan persaingan yang ketat. PHK yang terjadi di sektor ini tidak hanya berdampak pada pekerja, tetapi juga dapat memengaruhi rantai pasokan dan konsumsi masyarakat. Sementara itu, sektor jasa dan pertanian juga tidak luput dari dampak negatif. Hal ini menciptakan gelombang ketidakpastian di berbagai lapisan masyarakat.
Semestinya ini menjadi alarm bagi pemerintah untuk segera mengambil langkah-langkah strategis agar para pekerja yang terdampak dapat beradaptasi dengan perubahan pasar kerja. Kebijakan yang proaktif dan responsif terhadap kondisi pasar kerja diperlukan untuk mencegah lonjakan pengangguran yang lebih besar.
Dampak PHK
Dampak sosial dari peningkatan PHK sangat signifikan. Kehilangan pekerjaan tidak hanya berdampak pada individu yang di-PHK, tetapi juga pada keluarga dan masyarakat. Pekerjaan adalah sumber utama pendapatan sehingga kehilangan pekerjaan menyebabkan ketidakstabilan ekonomi rumah tangga. Hal ini dapat memicu masalah kesehatan mental, seperti depresi dan kecemasan yang dapat mengganggu kualitas hidup.
Selain itu, angka pengangguran yang tinggi dapat meningkatkan ketegangan sosial. Masyarakat yang merasa terpinggirkan atau kehilangan harapan, bisa berpotensi terlibat dalam tindakan kriminal atau gerakan sosial yang mengganggu ketertiban. Masyarakat yang terancam kesejahteraannya akan lebih rentan terhadap pengaruh negatif dan berpotensi menimbulkan masalah sosial yang lebih luas.
Negara telah mengusulkan beberapa solusi untuk mengatasi masalah pemutusan hubungan kerja (PHK), seperti peningkatan pendidikan, pelatihan keterampilan, mendorong investasi dan diversifikasi ekonomi, serta memberikan pinjaman modal. Namun, opsi-opsi ini tidak memberikan solusi yang efektif.
Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa akses terhadap pendidikan yang memadai sangatlah sulit dan biaya pendidikan masih menjadi masalah besar. Di samping itu, upah bagi para pengajar juga sangat rendah yang berkontribusi pada kualitas pendidikan yang kurang optimal.
Saat ini, banyak masyarakat terjebak dalam pekerjaan yang kurang bernilai, seperti tenaga kerja kasar dalam pengelolaan sumber daya alam. Sementara sebagian besar keuntungan justru mengalir ke tangan pebisnis asing dan mereka yang memiliki jabatan.
Situasi ini disebabkan karena skor rata-rata IQ masyarakat Indonesia yang mencapai 78,49 dan berada di urutan terendah ke-85 di dunia. Ini menunjukkan bahwa masyarakat memerlukan pendidikan yang lebih baik untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Dalam kondisi persaingan yang ketat, tidak hanya dengan sesama pekerja dalam negeri, tetapi juga dengan pihak asing dengan lapangan kerja terbatas, apakah yang semestinya dilakukan negara?
Alarm bagi Negara
Terjadinya badai PHK semestinya menjadi alarm bagi negara, kalau kondisi rakyat tidak baik-baik saja. Alih-alih mengurus rakyat, pemerintah justru memberikan kemudahan kepada perusahaan-perusahaan untuk menguasai berbagai aset yang dapat dijadikan bisnis. Akibatnya, negara hanya berperan sebagai regulator dan wasit antara perusahaan dan masyarakat.
Apabila ekonomi sedang menurun, pemerintah seolah tak berkutik. Perusahaan akan melakukan PHK besar-besaran, tanpa mampu dibendung oleh negara. Inilah dampak yang ditimbulkan oleh penerapan sistem kapitalisme yang diadopsi Indonesia. Peran negara menjadi sangat terbatas. Fungsinya hanya untuk memastikan agar mekanisme pasar berjalan dengan lancar tanpa hambatan. Negara juga lebih berfokus pada pelayanan kepada para kapitalis dan menjaga stabilitas pasar, bukan mengupayakan kesejahteraan masyarakat.
Seharusnya, negara memiliki perhatian besar dalam mengurus urusan kemaslahatan rakyat. Memberikan perlindungan terhadap kelompok masyarakat yang rentan, menyediakan layanan publik yang berkualitas, dan menentukan kebijakan yang mendukung keadilan sosial adalah langkah yang mesti diambil negara.
Dalam sistem yang ideal, negara seharusnya berfungsi sebagai pengayom. Negara juga mampu memastikan bahwa setiap warga negara memiliki akses yang adil terhadap sumber daya dan kesempatan, bukan hanya sebagai pengelola kepentingan bisnis.
Hal ini menjadi penting agar seluruh lapisan masyarakat dapat merasakan manfaat dari pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan dan tidak hanya segelintir pihak yang menguasai kekayaan. Namun, faktanya tidak demikian. Tidaklah aneh jika akhirnya rakyat merasakan penderitaan dan badai PHK sangat sulit dielakkan.
Pandangan Islam
Sistem ekonomi Islam mengatur bahwa sumber daya alam yang melimpah harus menjadi milik bersama atau milik rakyat sehingga tidak boleh dikuasai oleh individu atau negara. Negara memiliki tanggung jawab untuk mengelola sumber daya tersebut dan menggunakan hasilnya untuk kesejahteraan rakyat, terutama dalam bidang pendidikan dan kesehatan.
Dengan pengelolaan seperti ini, lapangan kerja akan terbuka sehingga mampu menyerap tenaga ahli hingga tenaga terampil yang dapat membantu mengurangi pengangguran. Dalam Islam, riset dan teknologi diarahkan untuk kemaslahatan publik, lalu hasilnya dikelola oleh negara untuk pelayanan masyarakat, bukan semata-mata untuk keuntungan bisnis.
Penerapan seperti ini hanya bisa diwujudkan apabila sistem negara menerapkan Islam secara kafah sehingga lapangan kerja mudah bagi masyarakat. Ini karena Islam telah memosisikan negara sebagai pelindung dan pengurus rakyat, maka mustahil negara abai terhadap lapangan kerja bagi rakyat. Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam bersabda,
“Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari).
Alhasil, setiap kebijakan yang diambil negara akan senantiasa mengutamakan kepentingan masyarakat, termasuk dalam melindungi pelaku usaha dengan jaminan keamanan dan kemudahan modal serta regulasi. Selain itu, negara dengan sistem Islam mampu menjamin kesejahteraan melalui berbagai mekanismenya untuk memastikan setiap keluarga mendapatkan jaminan penghidupan yang layak.
Wallaahu a’lam bisshawwab. [CM/NA]