Oleh: Hessy Elviyah, S.S.
(Kontributor Tetap CemerlangMedia.Com)
CemerlangMedia.Com — Perempuan berada dalam bidik isu kesetaraan. Berbagai program dijalankan untuk menyejajarkan perempuan dengan laki-laki. Perayaan demi perayaan hari perempuan dengan sosialisasi kepada masyarakat luas tentang perempuan berdaya, kuat, dan tangguh sejajar dengan laki-laki. Penanaman pola pikir seperti ini erat kaitannya dengan perempuan yang mampu menggerakkan roda ekonomi.
Saat ini, perempuan yang mampu menghasilkan uang dianggap hebat. Oleh karenanya, perayaan hari perempuan kerap kali memuat tema tentang bagaimana perempuan berkecimpung di ranah publik dan menghasilkan karya, serta memberikan keuntungan secara materi bagi negara maupun dunia. Hal ini terus-menerus digaungkan untuk memberikan kesadaran kepada kaum perempuan bahwa dirinya sama dengan kaum laki-laki, yakni mampu berdedikasi di luar rumah dan menghasilkan uang.
Seperti tema perayaan hari perempuan internasional pada tahun ini yakni “Invest in Women: Accelerate Progress (Berinvestasi pada Perempuan: Mempercepat Kemajuan)”. International Women Day (IWD) atau Hari Perempuan Internasional menyoroti tentang investasi pada perempuan dengan menyediakan pembelajaran berbasis keterampilan gratis, serta akses pengembangan keterampilan untuk mendukung wirausaha perempuan dalam ekonomi digital (Liputan6.com, 01-03-2024).
Lebih jauh, peringatan Hari Perempuan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan, menjamin hak-hak kaum perempuan serta menghilangkan diskriminasi terhadap perempuan. Dilansir dari situs resmi UN Women bahwa untuk menciptakan perekonomian yang sejahtera dan kehidupan yang sehat perlu adanya kesetaraan gender dan kesejahteraan perempuan di semua lini kehidupan (detikNews.com, 02-02-2024).
Demikianlah agenda global terhadap perempuan, harus selalu bernilai materi. Jika tidak, perempuan dianggap tertinggal. Dalam agenda perayaan ini, negara didorong untuk memberikan cukup dana guna mewujudkan kesetaraan gender. Dengan begitu, kelak, negara dianggap akan mendapatkan keuntungan.
Terperdaya Kapitalisme
Nasib perempuan kian suram dalam jeratan kapitalisme. Fungsi perempuan menjadi tidak jelas karena mereka terpedaya sehingga keluar dari fitrahnya sebagai perempuan. Dalam sistem ini, perempuan didorong dan difasilitasi untuk terjun ke ranah publik dengan meninggalkan tugas utamanya, yakni ummun warabbatul bayit.
Oleh karena itu, tidak heran, kita dapati generasi saat ini memiliki mental yang rapuh. Sebab, ibu yang seharusnya menjadi pendidik utama dan pertama justru sibuk mengejar karir, meraup rupiah, atau bekerja di luar rumah dengan alasan ekonomi atau untuk eksistensi diri semata.
Alih-alih menyadarkan peran penting perempuan sebagai pendidik generasi, peringatan Hari Perempuan justru makin menjauhkan perempuan dari tanggung jawabnya. Begitu pula dengan memberikan kucuran dana (investasi) untuk kaum perempuan adalah agar mereka “lepas” dari anaknya, seperti pada tema IWD ini. Pemerintah didorong mengalokasikan dana publik untuk menunjang kesetaraan gender dengan memberikan penyediaan penitipan anak bagi perempuan pekerja (Liputan6.com, 01-03-2024).
Tidak heran jika permasalahan perempuan makin berat, seperti kegagalan dalam berumah tangga, kekerasan, kemiskinan pada perempuan, lemahnya generasi, eksploitasi, dan lain-lain. Perempuan terseret dalam tipu daya feminisme yang mendorong mereka untuk mengejar kesetaraan gender. Sementara feminisme berasal dari pemikiran sekularisme yang menjauhkan umat dari agama. Jadi wajar jika kerusakan akibat produk pemikiran sesat feminisme ini terus terjadi. Hal ini bukan pula solusi terhadap perempuan, tetapi kerusakan terhadap hidup perempuan.
Sesungguhnya, investasi terbaik bagi perempuan bukan dengan memberdayakannya untuk mengejar kesetaraan gender yang berujung pada eksploitasi, tetapi dengan menyiapkan kaum perempuan menjadi pendidik generasi. Konsep ini bisa diimplementasikan ketika Islam diterapkan sebagai sistem hidup menggantikan sistem kapitalisme sekularisme yang menjerat kaum perempuan saat ini.
Islam Menyejahterakan
Perempuan dalam Islam mempunyai peran strategis, yakni menyiapkan generasi terbaik untuk berjuang mengantarkan Islam kepada kejayaan melalui penerapan Islam secara kafah dalam satu institusi negara Islam. Terciptanya generasi khairu ummah ini menjadi tanggung jawab utama ibu.
Walaupun demikian, Islam memperbolehkan kaum perempuan untuk berkontribusi di ranah publik, seperti bekerja sebagai dokter, guru, dan lainnya. Akan tetapi, tidak boleh meninggalkan tugas utamanya sebagai ummun warabbatul bayit (ibu pengatur rumah tangga) dan ummu ayjal (pendidik generasi).
Berbeda halnya dengan laki-laki, Allah memberikan tugas kepadanya untuk mencari nafkah yang notabene harus keluar rumah. Namun, perbedaan peran ini tidak lantas membuat laki-laki dan perempuan bersaing, sebaliknya saling bahu-membahu untuk meraih rida Allah Swt..
Lagi pula, kedudukan manusia, baik laki-laki maupun perempuan di sisi Allah adalah sama, yang membedakannya adalah ketakwaan. Allah Ta’ala tegaskan dalam firman-Nya, surah Al-Hujurat ayat 13,
“Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti.” (QS Al-Hujurat [49]: 13).
Inilah bentuk kasih sayang Allah kepada makhluk-Nya. Perempuan dalam Islam tidak perlu lagi mengejar kesetaraan, sebab sejatinya sudah setara. Yang dikejar haruslah surga dengan jalan mematuhi perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya agar mendapatkan kedudukan yang tinggi di hadapan Allah Swt..
Demikian pula dalam hal berkarya dan pendidikan. Negara Islam bertanggung jawab atas hak-hak rakyat, baik laki-laki maupun perempuan. Sebab, menuntut ilmu diperintahkan-Nya kepada semua kaum muslim, sebagaimana hadis Rasulullah saw.
“Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim,” (HR Ibnu Majah no. 224, dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dishahihkan Al Albani dalam Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir no. 3913).
Dengan begitu, perempuan dalam negara Islam tidak perlu keluar rumah dengan meninggalkan tugas utamanya untuk mencapai kesejahteraan. Ini karena, Islam sangat memperhatikan kesejahteraan setiap individu, termasuk perempuan. Hal ini tergambar dari kisah yang masyhur seorang kepala negara, Umar bin Khattab yang memanggul gandum untuk dibagikan kepada seorang ibu yang diketahui sedang mengukus batu buat anaknya akibat kemiskinan.
Khatimah
Sejatinya, kesejahteraan akan tercipta jika sistem Islam diterapkan secara kafah. Begitu pula dengan tujuan mendidik perempuan dalam Islam, bukan investasi untuk mendulang pertumbuhan ekonomi, melainkan untuk membangun peradaban mulia. Wallahu a’lam. [CM/NA]