Oleh: Nurlaila
CemerlangMedia.Com — Memasuki Desember, ada satu momen khusus yang diberikan kepada seorang yang berpredikat ibu, yakni peringatan Hari Ibu. Di negeri ini, Hari Ibu diperingati setiap 22 Desember. Peringatan ini ditujukan sebagai ungkapan terima kasih dan kasih sayang kepada seorang ibu atas segala jasa dan kebaikan yang sudah dicurahkan dalam membesarkan dan membersamai anak-anaknya.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republika Indonesia (Kemen PPPA) telah merilis tema Hari Ibu di tahun ini, yakni “Perempuan Berdaya, Indonesia Maju”. Dari berbagai sumber disebutkan bahwa peringatan Hari Ibu di negeri ini mengacu pada momentum Kongres Perempuan Indonesia I pada (22-12-1928). Kongres ini dinilai menjadi momen penting bagi perempuan Indonesia karena saat itu, para perempuan Indonesia memiliki visi dan misi yang sama untuk memerdekakan dan memperbaiki nasib perempuan di negeri ini (CNNIndonesia.com, 17-12-2023).
Namun, sayangnya, peringatan Hari Ibu yang sejatinya selalu dilakukan setiap tahun di negeri ini, nyatanya hanya berlalu sebatas seremoni tanpa mampu mengubah nasib para perempuan, khususnya para ibu yang hingga kini masih bernasib pilu. Para perempuan rentan menjadi korban kriminalitas, seperti pelecehan seksual, KDRT, menjadi korban human trafficking (perdagangan manusia), hingga pembunuhan. Bahkan, para perempuan rentan mengalami depresi dan melakukan tindakan kekerasan karena beban hidup yang makin berat.
Dampak Kapitalisme
Maraknya kriminalitas terhadap perempuan dan rentannya perempuan melakukan tindakan kriminal bukanlah tanpa sebab. Sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini dengan asas sekuler (pemisahan agama dari kehidupan) menjadi sebab utama atas segala permasalahan yang muncul, termasuk permasalahan perempuan.
Sistem kapitalisme yang begitu menjunjung tinggi ide kebebasan (liberalisme) dan salah satunya adalah kebebasan kepemilikan telah menciptakan kemiskinan di tengah-tengah masyarakat karena pengelolaan yang salah terhadap sumber daya alam (SDA) yang dimiliki negeri ini. SDA yang begitu melimpah sejatinya adalah milik rakyat dan seharusnya penguasa mengelolanya demi kesejahteraan rakyat. Namun, pengelolaannya justru diserahkan kepada asing dan swasta. Akibatnya, kekayaan yang berlimpah ini hanya dinikmati oleh segelintir elite, sedangkan rakyat tidak menikmati. Alhasil, negara tidak memiliki cukup dana untuk membiayai segala kebutuhan hidup masyarakat.
Selain itu, kondisi ekonomi yang makin sulit sebagai akibat dari diterapkannya sistem kapitalisme telah memaksa para ibu yang seharusnya fokus untuk mendidik anak-anaknya di rumah, pergi untuk bekerja demi memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Bahkan, tidak sedikit dari mereka yang mengalami eksploitasi dan harus bekerja hingga larut malam dengan kondisi keamanan yang sangat minim sehingga rentan menjadi korban kriminalitas.
Para perempuan pun terpaksa harus menjalani peran ganda, yakni sebagai ibu dan pencari nafkah tanpa dukungan keluarga, masyarakat, apalagi negara. Mereka rentan mengalami depresi yang berujung pada tindakan bvnvh diri, bahkan tidak sedikit pula yang melakukan tindakan kekerasan terhadap anak-anaknya. Padahal sejatinya, ibu adalah tempat teraman dan ternyaman bagi anak-anaknya.
Di saat yang sama, penguasa yang seharusnya berperan sebagai penjaga dan pelindung rakyat, justru memberikan solusi yang ‘jahat lagi sesat’. Dengan dalih pemberdayaan perempuan, penguasa menjadikan mereka sebagai penopang perekonomian negara sehingga para ibu melepaskan fitrahnya sebagai al-ummu warabbatul bait (ibu sekaligus pengatur rumah tangga). Sungguh, inilah gambaran nasib pilu para perempuan dalam pusaran kapitalisme. Mereka hanya dijadikan mesin pencetak uang, tanpa memperhatikan fitrahnya sebagai seorang ibu. Akibatnya, terjadinya berbagai konflik dalam keluarga dan kerusakan dalam masyarakat.
Islam Memuliakan Perempuan
Sebagai sebuah agama sekaligus mabda, Islam memiliki seperangkat aturan yang sempurna, mampu memecahkan segala problematika kehidupan manusia termasuk masalah perempuan. Islam begitu memuliakan perempuan dengan menempatkannya di posisi yang sesuai dengan fitrahnya, yakni al-ummu warabbatul bait (ibu sekaligus pengatur rumah tangga). Kemuliaan seorang perempuan akan tampak tatkala perempuan menjalankan fitrahnya menjadi seorang ibu yang melahirkan sekaligus menjadi madrasah pertama dan utama di rumah, mendidik anak-anaknya menjadi generasi penerus kepemimpinan di masa yang akan datang.
Namun, Islam pun memberikan kesempatan bagi perempuan untuk beraktivitas di ranah publik selama tidak meninggalkan kewajiban mereka yang utama sebagai ibu dan pengatur rumah tangga, seperti meraih pendidikan setinggi-tingginya, bergabung dalam aktivitas dakwah, dan lain-lain. Oleh karenanya, Allah Swt. memberikan hak mendapatkan nafkah seorang perempuan kepada suaminya.
Sementara itu, Islam memandang bahwa peran kepala keluarga (laki-laki) adalah sebagai penjaga dan mencari nafkah untuk diri dan keluarganya. Hal ini Allah sampaikan dalam Al-Qu’ran.
Allah Swt. berfirman,
“Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri) karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya …” (QS An-Nisa: 34).
Dalam ayat yang lain Allah Swt. berfirman,
“Ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Kewajiban ayah menanggung makan dan pakaian mereka dengan cara yang patut …” (QS Al-Baqarah: 233).
Oleh karena itu, negara akan memberikan kemudahan kepada kepala keluarga (laki-laki) untuk mendapatkan lapangan pekerjaan seluas-luasnya agar dapat memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya. Negara pun akan memberikan lingkungan yang kondusif agar para ibu fokus dalam menjalankan fitrahnya sebagai al-ummu warabbatul bait dengan menciptakan kesejahteraan di tengah-tengah masyarakat.
Negara akan memenuhi segala kebutuhan dasar setiap individu masyarakat secara menyeluruh, mulai dari sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Negara akan mengelola kekayaan alam yang dimiliki secara mandiri sehingga negara memiliki cukup dana untuk membiayai segala kebutuhan rakyatnya.
Inilah gambaran bagaimana Islam menjaga fitrah perempuan. Perlindungan dan penjagaan terhadap perempuan khususnya para ibu tidak akan ditemukan dalam sistem kapitalisme yang saat ini di terapkan. Sebab, sejatinya, kapitalisme hanya memberikan penderitaan bagi rakyat termasuk para perempuan.
Sudah saatnya rakyat negeri ini menyadari bahwa kapitalisme adalah sistem yang rusak dan menyadari bahwa satu-satunya sistem yang mampu memberikan kesejahteraan hanyalah sistem Islam. Sistem yang berasal dari Tuhan manusia, yakni Allah Swt.. Wallahu a’lam [CM/NA]