Penulis: Hessy Elviyah, S.S.
Kontributor Tetap CemerlangMedia.Com
Judi merupakan penyakit sosial yang hanya bisa diberantas tuntas oleh negara yang mengadopsi hukum-hukum Islam sebagai satu-satunya hukum. Oleh karenanya, pemberantasan judi online bukan sekadar menyentuh sisi moralitas, melainkan wajib menerapkan sistem Islam secara kafah.
CemerlangMedia.Com — Judi online (judol) tengah marak di negeri ini. Ironisnya, walaupun banyak korban berjatuhan, tetapi praktik haram ini tetap tumbuh subur seolah kebal hukum. Bahkan, perputaran dana judol di Indonesia naik drastis dari tahun lalu.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana bahwa pada 2024, perputaran dana judol sebesar Rp981 triliun, sedangkan pada 2025 naik menjadi Rp1200 trilliun. Menyoroti laporan PPATK ini, Ketua DPR Puan Maharani meminta pihak berwenang untuk menindak bandar-bandar besar judol (Kompas.com, 28-04-2025).
Kenaikan angka perputaran uang judol ini bukanlah sebuah kebanggaan, melainkan suatu cerminan buruknya ekonomi masyarakat. Rakyat kecil sering tergiur iming-iming judol sebagai jalan pintas memperoleh uang, sebab mendapatkan pekerjaan dengan upah yang mampu memenuhi kebutuhan pokok sangat sulit saat ini.
Secara statistik, pemain judol hampir pasti akan kalah dalam jangka panjang. Namun, kebutuhan ekonomi yang mendesak membuat orang-orang gelap mata sehingga terjebak dalam industri gelap judi online. Tidak sampai di situ, banyak dari pemain judol menjadi kecanduan dan bahkan berutang untuk terus bermain.
Parahnya lagi, mereka sampai berutang kepada rentenir serta menjual aset berharganya. Hal ini dapat menciptakan lingkaran kemiskinan baru. Uang yang seharusnya untuk biaya kebutuhan pokok, seperti pendidikan atau sebagai modal usaha malah dihabiskan sebagai bahan taruhan.
Hal demikian berdampak terhadap kehidupan sosial. Banyaknya kriminalitas, seperti pencurian, penipuan, dan kekerasan yang dilakukan untuk bertahan hidup ataupun untuk membayar utang, bunuh diri, kehancuran rumah tangga adalah efek domino yang dihasilkan dari kecanduan permainan sesat judol.
Di samping itu, pemain yang kecanduan judol bisa menyebabkan kehilangan motivasi untuk bekerja keras dan menghambat kreativitasnya. Mereka hanya diam di depan layar ponsel atau komputer guna memonitor jalannya judol sehingga susah untuk bersosialisasi.
Subur di Sistem Ambrol
Sistem hidup kapitalisme yang saat ini sedang diemban di dunia meniscayakan industri/perusahaan berorientasi pada keuntungan sebesar-besarnya. Dalam hal ini, pasar diberikan kebebasan dalam mengatur kegiatan ekonomi. Industri judi online adalah salah satu sektor dengan margin keuntungan sangat tinggi.
Pebisnis judol melihat peluang besar dari perilaku konsumtif masyarakat dan kondisi teknologi yang mudah dijangkau serta mempunyai jangkauan pasar luas. Oleh karena itu, tidak heran jika judol ini menyasar masyarakat ekonomi lemah yang tergiur menjadi sultan mendadak, kaum muda yang terpapar gaya hidup hedon, serta mereka yang tertekan akibat penerapan ekonomi kapitalistik.
Parahnya, negara seolah menutup mata dengan menjamurnya praktik judol. Banyaknya aparat dan pejabat yang terlibat atau menerima aliran dana dari bisnis ini makin menguatkan kedudukan judol. Demikian pula, negara bisa bertindak pasif karena adanya “amplop tebal” yang mungkin saja diberikan oleh pihak pebisnis judol sebagai pelicin untuk mengembangkan bisnisnya. Hal ini dapat memengaruhi jerat hukum yang berlaku dalam menindak pelaku kejahatan judol.
Di sisi lain, negara dalam sistem kapitalisme bertindak sebagai penjaga kepentingan pasar, bukan pelindung rakyatnya. Dalam hal ini, negara lebih fokus dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional dan investasi sehingga judi online tidak dijadikan isu krusial walaupun merusak masyarakat.
Begitu pula ketika negara membutuhkan pemasukan. Dalam sistem kapitalisme, pemasukan negara berasal dari berbagai sumber, termasuk dari pajak industri bisnis haram, seperti lokalisasi PSK, industri miras, bahkan bisa jadi industri perjudian. Sebab dalam sistem ini, standar perbuatan bukan halal/haram, melainkan manfaat secara materi yang bisa dikeruk semaksimal mungkin, meskipun merusak moral dan sosial.
Dengan demikian, negara dengan sistem kapitalisme mustahil dapat memberangus judol. Pun, permintaan ketua umum DPR untuk menindak para bandar judol, hanya omon-omon semata, sebab fondasi sistem hukum negara ini sudah rusak sejak lahir.
Islam Tegas
Dalam Islam, judi merupakan perbuatan haram. Hal ini sebagaimana firman Allah Swt. dalam surah Al-Maidah ayat 90, “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.” (QS Al-Maidah (3): 90).
Adapun pemberantasan judi tidak bisa hanya dengan pendekatan individual, tetapi butuh peran negara untuk menindak tegas. Ada beberapa hal yang wajib negara lakukan, di antaranya menanamkan kesadaran pada masyarakat akan haramnya judi. Hal ini bisa dilakukan melalui sistem pendidikan dan media yang secara masif menyiarkan dakwah Islam sehingga akidah umat terjaga. Akidah inilah yang menjadi benteng masyarakat dari perbuatan-perbuatan maksiat, termasuk judi.
Di samping itu, sanksi dalam sistem negara Islam tegas. Negara menerapkan hadd atau takzir terhadap pelaku judi. Takzir adalah sanksi yang ditetapkan oleh pemimpin negara (khalifah) sesuai kejahatannya, misalnya hukuman denda, penjara, dimiskinkan, atau sanksi lainnya sesuai tingkat kejahatan dan pengaruh di masyarakat.
Inilah sanksi yang dimiliki negara dengan sistem Islam. Sangat berbeda dengan sistem kapitalisme yang muatan sanksinya sesuai pesanan atau tekanan politik.
Tidak ada yang lebih baik dari hukum Allah. Keseriusan memberantas judi adalah dengan pelaksanaan hukum Islam secara kafah. Bukan hanya uqubat/sanksi Islam saja yang harus diadopsi, melainkan seluruh aturan yang terkandung dalam Al-Qur’an, sebab satu aturan dengan yang lainnya saling berkaitan.
Khatimah
Judi merupakan penyakit sosial yang hanya bisa diberantas tuntas oleh negara yang mengadopsi hukum-hukum Islam sebagai satu-satunya hukum. Oleh karenanya, pemberantasan judi online bukan sekadar menyentuh sisi moralitas, melainkan wajib menerapkan sistem Islam secara kafah.
Selama sistem kapitalisme sekularisme berdiri di negeri ini, maka judi akan terus tumbuh subur, bahkan lebih canggih, yakni dari meja kasino ke sistem digital. Untuk itu, solusi hakiki bukan sekadar edukasi moral ataupun blokir situs, tetapi penegakan negara Islam yang menerapkan hukum Allah secara kafah. Hanya dengan penerapan sistem Islam, judi akan benar-benar hilang. Wallahu a’lam. [CM/Na]