Oleh: Hessy Elviyah, S.S.
(Kontributor Tetap CemerlangMedia.Com)
Dalam Islam, monopoli tambang hukumnya haram. Melalui konsep ini, negara Islam sanggup menutup celah tambang ilegal oleh individu/swasta. Hasil pengelolaan ini akan dikembalikan kepada rakyat, baik langsung yang berbentuk subsidi energi dan sejenisnya maupun tidak langsung yang berbentuk jaminan gratis kebutuhan publik yang dibiayai oleh pos kepemilikan umum baitulmal, misalnya pelayanan pendidikan gratis, kesehatan gratis, dan sebagainya.
CemerlangMedia.Com — Melimpahnya sumber daya alam di Indonesia tidak terbantahkan. Oleh karena itu, Indonesia ibaratkan perempuan cantik nan seksi yang layak diperebutkan oleh para lelaki. Namun sayang, kecantikannya tidak terjaga dan terurus dengan baik sehingga mendatangkan musibah bagi dirinya.
Baru-baru ini tersiar kabar bahwa tambang emas di negara ini telah dicuri oleh warga negara asing (WNA) asal Cina, sebagaimana disampaikan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Penambang ilegal ini telah menggali lubang sepanjang 1.648,3 meter di bawah tanah. Kejadian tersebut berada di Ketapang, Kalimantan Barat (CNBC.indonesia, 15-05-2024).
Selain kejadian tersebut, buruknya pengelolaan sumber daya alam juga mengakibatkan terjadinya longsor, misalnya yang terjadi di Solok, Sumatra Barat. Sebanyak 15 orang meninggal dunia dan 25 lainnya masih tertimbun longsoran akibat adanya penambangan emas ilegal. Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Solok, Irwan Efendi menyebutkan, korban berasal dari masyarakat sekitar lokasi nagari di Kecamatan Hiliran Gumanti dan Pekonina Kabupaten Solok Selatan dan masyarakat lainnya (Liputan6.com, 27-09-2024).
Penyebutan kata “ilegal” seolah bentuk cuci tangan pemerintah atas kelalaiannya dalam mengawasi sumber daya alam. Adanya aktivitas penambangan ilegal yang sering kali terjadi ini juga merupakan lemahnya hukum negara.
Kegagalan Negara
Kecolongan emas seharusnya tidak terjadi di negara ini. Sebab, bagaimanapun juga, sumber daya alam harus dikelola oleh negara sehingga bisa digunakan untuk kepentingan rakyat. Tidak ada yang boleh memonopoli pengelolaan tambang, baik itu individu ataupun kelompok masyarakat, termasuk juga ormas. Oleh sebab itu, negara harus mempunyai aturan yang ketat untuk mengontrol dan mengelola tambang.
Sebenarnya, tambang ilegal yang menimbulkan korban jiwa bukan kali ini saja terjadi. Hal ini bisa disimpulkan bahwa Indonesia dalam keadaan darurat pertambangan tanpa izin. Hal ini pula dapat dikaitkan dengan kondisi rakyat untuk bertahan hidup. Ya, apa pun dilakukan agar bisa mempunyai penghasilan.
Mustahil para penambang ilegal tersebut tidak mengetahui konsekuensi atas pekerjaannya, berupa pelanggaran terhadap hukum yang berlaku sampai pada terancamnya keselamatan jiwa raga mereka, sebab minimnya fasilitas keselamatan kerja. Namun, tetap saja dilakukan, sebab bisa jadi hanya pekerjaan tambang yang bisa dilakukan untuk mendapatkan penghasilan.
Oleh karena itu, hendaknya negara mengevaluasi kebijakan-kebijakan publik sehingga dapat membantu menghentikan maraknya tambang ilegal. Jika negara telah menyadari kekayaan alam berupa tambang ini merupakan kekayaan milik rakyat, alangkah lebih baiknya pemerintah memiliki big data kekayaan atau potensi alam di wilayah tanah air dan juga memiliki kedaulatan untuk mengelolanya. Alhasil, tambang dalam skala besar ataupun kecil dapat dimanfaatkan dengan baik dan melibatkan rakyat dalam pengelolaannya.
Pengelolaan tambang menjadi tugas negara sehingga para pekerja atau rakyat mendapatkan fasilitas yang layak untuk bekerja. Alhasil, tanggung jawab negara dalam membuka lapangan kerja untuk menyejahterakan rakyatnya dapat terlaksana dengan baik.
Sayangnya, negara ini diatur oleh sistem kapitalisme yang berorientasi pada materi. Negara seolah ogah-ogahan dalam mengurusi rakyatnya. Negara cenderung mudah memberikan izin kepada korporasi untuk mengelola tambang, sedangkan rakyat dibiarkan bertaruh nyawa untuk melakukan kegiatan tambang, tanpa izin dan tanpa jaminan keselamatan kerja.
Inilah paradoks kegiatan pertambangan di negeri ini. Walaupun negara ini mempunyai undang-undang yang mengatur kegiatan pertambangan, tetapi tetap tidak berdaya menghadapi pertambangan ilegal. Pun, tidak berdaya untuk menyejahterakan rakyatnya karena harus tunduk kepada para korporasi/kapitalis yang melenggang bebas mengelola SDA atau pertambangan di negeri ini.
Pengelolaan Tambang dalam Islam
Islam mengatur peran negara, yakni sebagai raain (pengurus) dan junnah (perisai). Adanya peran yang demikian meniscayakan negara untuk mengatur sumber daya alam sesuai dengan syariat/aturan dari Allah Swt..
Demikian pula, Rasulullah saw.telah memberikan teladan yang kemudian menjadi hukum syariat dan wajib dilaksanakan oleh negara dalam mengelola sumber daya alam, termasuk tambang. Rasulullah saw. bersabda,
ثَلاثٌ لا يُمْنَعْنَ : الْكَلأُ، وَالْمَاءُ، وَالنَّارُ
“Ada tiga hal yang tidak boleh dilarang (orang lain dihalangi untuk memanfaatkannya): rerumputan, air, dan api.” (HR Ibnu Majah).
Dalil tersebut menjelaskan tentang pengaturan barang tambang dalam Islam, yaitu barang tambang yang jumlahnya melimpah haram dimiliki oleh individu, sebab harta tersebut merupakan milik umum. Hal ini juga disebutkan dalam kitab Al Amwal fi Daulah Al Khilafah halaman 54 karya Syekh Abdul Qodim Zalum yang menjelaskan konsep kepemimpinan dan pengelolaan tambang dalam Islam yang berkaitan dengan konsep kepemilikan, yaitu harta tambang yang jumlahnya sedikit adalah milik individu, sedangkan harta umum yang depositnya melimpah adalah milik umum (milkiyah ‘ammah) dan sumber daya alam yang dikonservasi (himma) adalah milik negara.
Dalam Islam, monopoli tambang hukumnya haram. Melalui konsep ini, negara Islam sanggup menutup celah tambang ilegal oleh individu/swasta. Pengelolaan SDA dilakukan sepenuhnya oleh negara. Hasil pengelolaan ini akan dikembalikan kepada rakyat, baik langsung yang berbentuk subsidi energi dan sejenisnya maupun tidak langsung yang berbentuk jaminan gratis kebutuhan publik yang dibiayai oleh pos kepemilikan umum baitulmal, misalnya pelayanan pendidikan gratis, kesehatan gratis, dan sebagainya.
Sementara itu, jika jumlahnya sedikit dan tidak membahayakan wilayah tersebut untuk mengeksplorasi dan mengekploitasi SDA-nya, negara Islam boleh mengizinkan individu/swasta mengelola tambang tersebut dengan syarat, mulai dari prosedur penambangan, alat-alat yang digunakan, dan para pekerjanya harus sesuai dengan kualifikasi yang telah ditentukan oleh negara. Dalam hal ini, negara Islam memerintahkan kadi hisbah untuk mengontrol kualitas pengelolaan tambang oleh individu/swasta tersebut secara berkala.
Kebijakan semacam ini tetap bisa memastikan jaminan keselamatan rakyat. Alhasil, pengelolaan tambang, baik yang dilakukan oleh negara maupun yang dilakukan oleh individu tetap dapat bermanfaat untuk menyejahterakan rakyat.
Demikianlah pengelolaan tambang dalam Islam. Tidak ada yang mampu menandingi sistem Islam dalam kepengurusan alam. Oleh karena itu, selayaknya kita kembali kepada Islam dengan penerapan seluruh aturan yang telah Allah tetapkan, tanpa tapi, tanpa nanti agar terhindar dari musibah karena salah mengelola alam.
Khatimah
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ
Artinya: “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. (Melalui hal itu) Allah membuat mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
Wallahu a’lam. [CM/NA]