Kekerasan S3ksual Menggurita, ke Mana Umat Menitipkan Asa?

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Oleh: Nuri Safa

Negara yang menerapkan aturan Islam secara menyeluruh (Khil4f4h) memberikan sanksi tegas bagi pelaku kriminal dan pelanggaran terhadap aturan Islam. Sistem sanksi dalam Islam berfungsi sebagai pencegah/pembuat jera dan penebus dosa.

CemerlangMedia.Com — Beberapa tahun terakhir ini, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim gencar menyosialisasikan program kerjanya. Di antara terobosan yang dikeluarkan oleh Nadiem adalah perubahan kurikulum dari Kurikulum 2013 revisi menjadi Kurikulum Merdeka. Imbasnya, Nadiem menelurkan istilah tiga dosa besar pendidikan, satu di antaranya adalah kekerasan s3ksual.

Munculnya kekerasan s3ksual dalam tiga dosa besar pendidikan dikarenakan banyaknya kasus kekerasan s3ksual yang menimpa pelajar, baik di sekolah negeri maupun swasta, sekolah umum maupun sekolah agama, formal maupun non formal. Sudah banyak upaya yang dilakukan pemerintah dalam menangani kasus kekerasan s3ksual ini, seperti penguatan regulasi dan penegakan hukum, sosialisasi dan edukasi, serta pencegahan dan perlindungan korban.

Kekerasan S3ksual Merajalela

Meskipun penguasa terlihat sudah melakukan berbagai upaya, fakta di lapangan tidak menunjukkan perkembangan yang bagus. Simfoni-PPA melaporkan bahwa pada September 2024, terdapat 8.427 kasus kekerasan s3ksual terhadap perempuan di Indonesia. Ini adalah bagian dari total 18.192 kasus kekerasan yang dilaporkan hingga Agustus 2024 (nu.or.id, 20-09-2024). Di Kabupaten Ketapang sendiri, pada pekan pertama Juli 2024, terdapat 20 kasus kekerasan s3ksual yang dilaporkan dari total 32 kasus kekerasan terhadap anak-anak. Jumlah ini tentu tidak bisa dianggap remeh, terlebih korban adalah anak-anak usia 11—17 tahun (ketapang.suarakalbar.co.id, 12-07-2024).

Mirisnya, tidak sedikit dari pelaku adalah orang terdekat korban, mulai dari ayah, paman, kakek, tetangga, hingga tenaga pendidik, seperti yang terjadi di Kabupaten Ketapang. Kasus pers3tubuhan anak di bawah umur yang dilakukan oleh seorang pendidik sekaligus pengasuh pondok di Desa Sungai Kelik, Kecamatan Nanga Tayap, telah memasuki tahap sidang pembacaan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum. Terdakwa dikenakan tuntutan empat belas tahun penjara karena melanggar UU Perlindungan Anak (borneojayanews.com, 03-10-2024).

Buah Busuk Sekularisme

Ada banyak hal yang menyebabkan kekerasan dan kejahatan s3ksual tumbuh subur di lingkungan masyarakat, di antaranya adalah trauma karena mengalami hal serupa. Ya, tidak jarang, pelaku kekerasan s3ksual, dahulunya adalah korban. Trauma yang muncul membuat para korban ingin membalas ketika telah dewasa. Sistem patriarki yang masih kuat mengakar di masyarakat juga turut menyumbang penyebab terjadinya kekerasan s3ksual. Masyarakat cenderung mewajarkan tindakan pelecehan s3ksual dan justru berbalik menuduh korban dengan dalih telah lebih dahulu menggoda pelaku.

Hal lain yang menjadi penyebab adalah pelaku memiliki kekuasaan dan kontrol atas korban, misal sebagai atasan, orang tua, atau tenaga pendidik. Kekuasaan ini memudahkan pelaku untuk melakukan dominasi pada korban. Hasrat s3ksual yang tidak bisa disalurkan juga menjadi faktor para pelaku melakukan kekerasan s3ksual. Oleh karenanya, tidak jarang pula para pemuka agama menjadi pelaku kekerasan s3ksual.

Jika kita cermati seksama, faktor-faktor di atas adalah turunan dari diterapkannya sistem kapitalisme yang melahirkan kehidupan sekuler. Sistem kapitalisme menstandarkan kebahagiaan pada aspek materi semata sehingga banyak penganutnya (termasuk umat Islam) berperilaku sekuler dan liberal. Mereka merasa bebas berbuat semaunya, tanpa merasa perlu terikat dengan aturan apa pun, terutama aturan agama.

Mereka telah kehilangan kemampuan untuk berpikir jernih dalam memandang kehidupan dan mencari solusi untuk masalah-masalah yang dihadapi. Ketika hasrat muncul dan istri tidak ada di dekat mereka atau dianggap tidak mampu memenuhi kebutuhan tersebut, maka anak perempuan, keponakan, cucu perempuan, bahkan hingga anak asuh atau murid perempuan menjadi target untuk memuaskan birahi.

Semua ini diperparah dengan masyarakat sekitar yang abai dan menutup mata. Banyak kasus yang baru terungkap setelah sekian lama karena orang-orang di sekitar korban tidak percaya pada pengakuan korban atau ibu korban. Banyak pula yang tidak peduli dengan penderitaan korban karena menganggap itu sebagai urusan pribadi keluarga dan merasa tidak perlu ikut campur.

Semua ini bisa terjadi karena sistem kapitalisme yang melingkupi masyarakat saat ini cenderung menciptakan individu-individu yang individualistis. Terutama negara dalam sistem sekuler kapitalisme, terlihat lemah dalam memperhatikan urusan rakyatnya, bahkan keamanan bagi rakyatnya pun tidak dijamin oleh negara.

Mandulnya peran penguasa dalam melindungi rakyat membuat masyarakat mau tidak mau, suka tidak suka, harus bisa melindungi dirinya sendiri dan keluarganya. Terlebih ketika fasilitas-fasilitas yang bisa membangkitkan hasrat s3ksual dibiarkan melenggang bebas.

Butuh Sistem Sahih

Seluruh narasi untuk mengatasi kekerasan s3ksual jelas tidak mungkin muncul dari sistem yang sama-sama liberal, seperti sistem yang membiarkan tindakan bejat tersebut. Sebaliknya, kita membutuhkan sistem yang memiliki standar halal-haram yang benar. Itulah sistem yang tepat, yaitu sistem Islam.

Islam menawarkan solusi menyeluruh untuk mengatasi kekerasan s3ksual yang terdiri dari tiga pilar utama. Pertama, individu yang bertakwa. Kedua, masyarakat yang memiliki pemikiran dan perasaan Islam sehingga aktivitas amar makruf nahi mungkar menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari mereka. Ketiga, negara yang menerapkan sanksi tegas agar keadilan hukum dapat terwujud.

Individu yang bertakwa berasal dari keluarga yang menjadikan akidah Islam sebagai dasar kehidupan. Keluarga yang berpegang teguh pada syariat Islam secara menyeluruh akan melahirkan orang-orang saleh yang enggan melakukan maksiat. Gambaran keluarga seperti inilah yang dapat melindungi anak-anak dari kejahatan kekerasan s3ksual, termasuk mencegah munculnya predator s3ksual di dalam keluarga sendiri.

Keluarga tersebut tentu tidak dapat berdiri sendiri. Mereka memerlukan lingkungan tempat tinggal yang nyaman dan masyarakat yang mendukung. Masyarakat ini harus memiliki pemikiran, perasaan, dan peraturan yang bersumber dari syariat Islam, yang juga menjadi dasar pola interaksi di antara mereka. Dengan kondisi ini, mereka akan akrab dengan aktivitas amar makruf nahi mungkar. Mereka tidak akan bersikap individualistis karena percaya bahwa membiarkan kemaksiatan sama saja dengan menjadi setan yang bisu.

Terakhir, negara yang menerapkan aturan Islam secara menyeluruh (Khil4f4h) memberikan sanksi tegas bagi pelaku kriminal dan pelanggaran terhadap aturan Islam. Sistem sanksi dalam Islam berfungsi sebagai pencegah/pembuat jera dan penebus dosa. Artinya, sanksi ini bertujuan untuk mencegah orang lain yang bukan pelanggar hukum agar tidak melakukan kriminal yang sama dan jika sanksi tersebut diterapkan kepada pelanggar hukum, maka dapat menebus dosa mereka. Dengan demikian, sudah jelas bahwa hanya Khil4f4hlah yang dapat memberikan perlindungan yang sejati bagi warganya dari berbagai tindak kejahatan, termasuk kekerasan s3ksual. [CM/NA]

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : [email protected]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *