Oleh: Rita Razis
“Dalam sistem Islam, negara berperan langsung menjaga fungsi keluarga, membentuk keluarga yang harmonis, dan taat kepada syariat. Dengan demikian, keluarga akan memiliki fondasi yang kuat dan kukuh berdasarkan akidah Islam.”
CemerlangMedia.Com — Harta yang paling berharga adalah keluarga
Istana yang paling indah adalah keluarga
Puisi yang paling bermakna adalah keluarga
Mutiara tiada tara adalah keluarga
(Lirik lagu Harta Berharga – Harry Tjahjono dan Arswendo Atmowiloto)
Lirik lagu di atas tentu menjadi dambaan setiap orang. Keluarga menjadi tempat ternyaman dan teraman. Di sanalah tempat saling menyayangi, melindungi, dan berkeluh kesah.
Sayangnya, tidak semua keluarga dapat memberikan tempat yang nyaman dan aman. Bahkan, kesalahpahaman bisa menjadi pemicu perselisihan antara anak dengan orang tua atau sebaliknya dan juga sesama saudara, seperti kasus yang terjadi di Kecamatan Balikpapan Barat. Seorang anak tega membvnvh ibu kandungnya. Pelaku diduga mengalami gangguan jiwa (prokal.co, 24-08-2024).
Kasus yang sama juga terjadi di Kecamatan Depok, Kabupaten Cirebon. Hal ini terjadi karena sang ayah mencoba menengahi perselisihan antara kakak dan adik. Akan tetapi, sang kakak malah membvnvh ayah dan melukai adiknya (metrotvnews.com, 24-08-2024).
Ada juga kasus kekerasan yang terjadi di kawasan Pontianak, Kalimantan Barat. Seorang ibu tega menyiksa dan membvnvh anak tirinya yang berusia 6 tahun (sindonews.com, 24-08-2024).
Keluarga Rusak
Perilaku sadis di keluarga makin merajalela. Tidak ada keharmonisan, saling menyayangi, dan komunikasi yang sehat antar anggota keluarga. Hal ini menjadi salah satu pemicu kerenggangan hubungan antar anggota keluarga.
Peran orang tua yang seharusnya memberi contoh yang baik, menyayangi, dan melindungi anaknya, sekarang sudah langka. Mereka hanya sibuk bekerja dan menganggap bahwa dengan memberi materi yang banyak sudah cukup dan membuat anak bahagia.
Oleh karenanya, anak terabaikan sehingga haus kasih sayang. Anak juga kehilangan figur dalam keluarga. Hubungan antara orang tua dan anak pun hanya sebatas manfaan dan materi. Tidak ada lagi rasa hormat anak kepada orang tuanya.
Jika keinginan tidak terpenuhi, anak berani dan tega berbuat kekerasan kepada orang tuanya. Jika dalam keluarga tidak ada kasih sayang dan fondasi keimanan, anak bagaikan tanaman kering yang mudah rapuh. Sebab, fondasi yang salah akan membuat keluarga bermasalah.
Sayangnya, tidak ada sikap tegas dan jelas dari negara untuk menjaga keharmonisan keluarga rakyatnya. Negara abai dan diam ketika banyak terjadi kasus tindak kekerasan dan pembvnvhan di dalam keluarga.
Ditambah dengan kurikulum pendidikan yang diterapkan sekarang ini, hanyalah mencetak generasi rapuh, tidak punya tujuan hidup dan jati diri. Berharap negara dapat memberi langkah pasti untuk solusi kasus tersebut, tetapi nyatanya nihil.
Lengkap sudah kerusakan akibat penerapan sistem kapitalisme. Keluarga yang seharusnya menjadi benteng terdepan, sekarang sudah rusak dan tidak memiliki peran.
Diterapkannya sistem kapitalisme sekuler dengan asasnya yang memisahkan agama dari kehidupan telah berhasil merusak tatanan dan peran keluarga. Setiap anggota keluarga bebas melakukan apa saja yang mereka inginkan, tanpa melihat hukum syarak dan akibatnya.
Melakukan kekerasan atau menghilangkan nyawa orang lain menjadi hal yang biasa untuk mencapai tujuan. Hawa nafsu, kepentingan, dan ego lebih mendominasi daripada rasa kekeluargaan. Mau sampai kapan?
Keluarga Kembali Harmonis
Hanya satu sistem yang bisa mengembalikan peran masing-masing anggota keluarga, yakni sistem Islam. Sistem yang berasal dari Sang Pencipta memiliki aturan yang sempurna.
Dalam sistem Islam, negara berperan langsung dalam menjaga fungsi keluarga, membentuk keluarga yang harmonis, dan taat kepada syariat. Dengan demikian, keluarga akan memiliki fondasi yang kuat dan kukuh berdasarkan akidah Islam.
Tidak ada asas manfaat atau standar materi dan keuntungan di dalam keluarga. Semua anggota keluarga berjalan sesuai dengan fitrahnya menurut tuntunan syriat.
Dijelaskan dalam firman Allah Swt. surah At-Tahrim ayat 6,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلٰۤىِٕكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَآ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka, dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
Jadi jelas, dalam Islam, standar ketaatan dan kepatuhan hanyalah kepada Allah Swt.. Dengan demikian, setiap anggota keluarga akan beraktivitas sesuai dengan aturan dan perintah yang sudah Allah tetapkan. Setiap individu tidak akan berani melanggar atau coba-coba bermaksiat karena rida Allah adalah tujuan hidupnya.
Kurikulum pendidikan dalam sistem Islam akan mencetak generasi emas, yakni memiliki ketaatan, kecerdasan, dan berakhlak mulia. Oleh karena itu, peran keluarga, negara, dan kurikulum pendidikan berjalan beriringan untuk mewujudkan peradaban gemilang dalam Daulah Islamiah. Wallahu a’lam bisshawwab. [CM/NA]