Penulis: Neti Ernawati
Ibu Rumah Tangga
Khalifah atau pemimpin negara memiliki tanggung jawab mengajarkan kewajiban bekerja bagi laki-laki, sekaligus mengembalikan peran wanita sebagai ibu sehingga fokus pada kebutuhan dan pendidikan anak-anaknya. Dengan pemenuhan kebutuhan dari negara, keluarga pun akan hidup sejahtera. Hal ini dapat menghilangkan persaingan kerja antara laki-laki dan wanita. Lapangan pekerjaan menjadi terbuka lebar bagi laki-laki, kecuali sektor pekerjaan yang memang harus diisi oleh perempuan.
CemerlangMedia.Com — Terbatasnya lapangan pekerjaan di sektor formal dan banyaknya kasus pemutusan hubungan kerja beberapa tahun terakhir disinyalir menjadi penyebab tingginya angka pengangguran di Indonesia. Lulusan perguruan tinggi menjadi korban ketidakpastian pasar kerja yang kian selektif dan mengalami kejenuhan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, angka pengangguran lulusan sarjana telah mencapai 842.378 di tahun lalu (cnbcindonesia.com, 01-05-2025).
Keterbatasan pekerjaan juga memunculkan fenomena banting stir bagi lulusan perguruan tinggi. Demi bertahan hidup, banyak lulusan diploma dan sarjana memilih bekerja seadanya daripada harus menunggu kesempatan berkarier yang tanpa kepastian. Lulusan sarjana tidak lagi memiliki kesempatan lebih untuk memilah-milah profesi sesuai jurusan. Lowongan pedagang cilok, office boy, dan cleaning service pun, banyak yang dilamar oleh lulusan sarjana.
Tingkat Pendidikan Tak Menjamin Kesejahteraan
Pada era kapitalisme ini, pola pikir masyarakat sedikit banyak telah dipengaruhi oleh kebutuhan duniawi. Kapitalisme mendorong pemikiran bahwa segala sesuatu dinilai timbal baliknya dengan materi, seperti prinsip ekonomi, makin banyak barang yang dijual, maka keuntungan yang didapat makin besar.
Asumsi ini membentuk opini masyarakat mengenai makin tinggi pendidikan yang diraih, maka karier dan gaji yang didapat makin bagus sehingga kesejahteraan makin terjamin. Orang tua pun terdorong untuk menyekolahkan anaknya hingga menjadi sarjana.
Sayangnya, banyak pihak tidak mencermati hukum ekonomi yang lain, yakni stok yang berlimpah akan menyebabkan permintaan menurun. Begitu pula yang terjadi apabila lulusan sarjana bertambah banyak, tetapi tidak diimbangi dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang cukup. Lulusan sarjana menjadi bertumpuk tanpa profesi dan berakhir menjadi pengangguran.
Kapitalisme Penyebab Banyaknya Pengangguran
Penerapan kapitalisme menjadi akar permasalah pengangguran. Kapitalisme menyebabkan tujuan terpusat pada perolehan keuntungan. Negara hanya sebagai regulator dan penyedia fasilitas. Tanpa bekerja keras, pemangku pemerintahan telah mendapatkan keuntungan dari imbalan atas akses regulasi dan fasilitas yang mereka berikan kepada korporat.
Bahkan, negara tidak ambil pusing dengan banyaknya pengangguran dan minimnya lapangan kerja. Kalaupun negara berjanji akan membuka ribuan lapangan kerja, sejatinya itu hanyalah basa-basi saja.
Korporat yang mendapat keleluasaan melakukan kegiatan dan usaha mengupayakan meraup untung yang sebesar-besarnya dengan modal yang sekecil-kecilnya. Korporat tidak peduli pada banyak sedikitnya lapangan kerja yang dibutuhkan masyarakat karena prioritasnya adalah keuntungan sesuai tujuan korporasi, bukan untuk menopang kesejahteraan rakyat.
Pendidikan Kapitalisme Mencetak Generasi Pekerja
Sesuai dengan pola pikir yang disebarkannya, kapitalisme telah mengubah konsep pendidikan menjadi tempat mencetak tenaga kerja. Tujuan pendidikannya seolah tampak baik karena memberikan jaminan keterampilan dan karir dengan pembekalan materi yang disesuaikan dengan permintaan pasar. Sayangnya, lulusannya terbentuk menjadi tenaga kerja yang siap pakai, cenderung mengalami ketergantungan terhadap lapangan kerja dan mengalami kesulitan untuk membuka lapangan kerja sendiri.
Di sisi lain, terbatasnya kesempatan berkarier ini membuat pendidikan yang telah bertahun-tahun ditempuh menjadi sia-sia. Terlebih untuk pendidikan yang mengarah pada sektor non riil. Ini karena sektor non riil lebih rentan menghadapi kondisi dan tuntutan zaman, maka seharusnya tidak dijadikan rujukan dalam memberikan pendidikan lantaran bersifat cepat berubah.
Islam Solusi Atasi Minimnya Lapangan Kerja
Dalam sistem Islam, pengurusan rakyat adalah tanggung jawab negara. Oleh karenanya, negara memiliki kewajiban dalam menjamin kesejahteraan rakyat, baik berupa kebutuhan dasar hingga kebutuhan lapangan kerja. Semua itu dilakukan negara dengan menerapkan sistem ekonomi Islam.
Negara memudahkan masyarakat memenuhi kebutuhan dasarnya dengan baik. Kebutuhan pangan hingga layanan kesehatan dan pendidikan dapat diakses secara murah, bahkan gratis. Kebijakan ini akan mengurangi beban ekonomi masyarakat dan membuat masyarakat tidak tergiur materi sehingga tidak berupaya mengejar materi seperti menempuh pendidikan demi mendapat kesejahteraan.
Pengelolaan sumber daya alam dilakukan tanpa melibatkan pihak swasta. Pengelolaan harta kepemilikan umum, seperti hutan, sungai, laut, dan tambang secara mandiri akan membuka lapangan pekerjaan dalam jumlah besar. Hasil dari pengolahannya juga akan dikembalikan lagi untuk menyejahterakan rakyat.
Sektor industri dan sektor pertanian turut dikembangkan secara maksimal oleh negara. Pengembangan sektor industri, misalnya, dipusatkan pada industri alat-alat agar mampu mendorong pertumbuhan di sektor yang lain. Pada sektor pertanian, masyarakat yang tidak memiliki lahan atau modal dapat mengerjakan lahan yang diberi oleh pemerintah.
Khalifah atau pemimpin negara memiliki tanggung jawab mengajarkan kewajiban bekerja bagi laki-laki, sekaligus mengembalikan peran wanita sebagai ibu sehingga fokus pada kebutuhan dan pendidikan anak-anaknya. Dengan pemenuhan kebutuhan dari negara, keluarga pun akan hidup sejahtera. Hal ini dapat menghilangkan persaingan kerja antara laki-laki dan wanita. Lapangan pekerjaan menjadi terbuka lebar bagi laki-laki, kecuali sektor pekerjaan yang memang harus diisi oleh perempuan.
Pendidikan dalam sistem Islam memiliki tiga materi pokok dalam membentuk kepribadian generasi. Pertama, pendidikan Islam akan membentuk kepribadian Islam, menjadikan generasi memiliki akhlak dan akidah Islam, tidak tergiur oleh materi duniawi dan mengejar gengsi. Kepribadian ini akan membuat generasi memiliki pola pikir bahwa kesejahteraan tidak dikejar dengan tingginya gelar pendidikan. Kedua, pendidikan Islam akan memberi tsaqafah sesuai syariat Islam, bukan pengetahuan Barat yang memiliki unsur sekuler dan kapitalisme. Ketiga, pendidikan Islam membekali generasi dengan penguasaan ilmu kehidupan (iptek, keahlian, dan keterampilan) yang dapat diterapkan di lapangan kerja.
Demikianlah beberapa cara sistem Islam dalam mengatasi pengangguran. Sistem yang mampu menyejahterakan seluruh rakyat. Namun, semua cara ini tidak akan terlaksana tanpa penerapan Islam secara kafah dalam naungan Daulah Khil4f4h. [CM/Na]