Oleh. Dewi Putri, S.Pd.
CemerlangMedia.Com — Beberapa waktu lalu puluhan warga yang ada di Kabupaten Gunungkidul Daerah Istimewa Yogyakarta dikabarkan tertular antraks. Penularan antraks tersebut karena warga mengonsumsi hewan seperti sapi, kambing, dan kerbau sakit yang disembelih.
Menurut Kementerian Pertanian, penyebab meningkatnya resiko penularan antraks karena adanya tradisi brandu di mana ketika ada hewan ternak yang sakit dan dikhawatirkan mati, maka warga akan menyembelihnya kemudian dagingnya dibagikan ke warga yang lain, menjualnya dengan harga murah. Kepala Bidang Kesehatan Hewan DPKH Gunungkidul Retno Widyastuti mengungkapkan dari hasil penelusuran terdapat 6 ekor kambing dan 6 ekor sapi yang sudah terinfeksi antraks sejak November 2022 silam (tribunews.com, 5-7-2023).
Tradisi pemotongan sapi dan kambing sakit, kemudian dagingnya diperjualbelikan ke tetangga dengan harga murah sebenarnya bermaksud membantu masyarakat yang tidak mampu membeli daging dengan harga mahal. Selain itu juga untuk menghibur para peternak yang telah merugi. Namun, masyarakat tidak memperhatikan dampak yang akan ditimbulkannya.
Tradisi Berbahaya, Buah Penerapan Kapitalisme
Budaya brandu menunjukkan potret kemiskinan yang parah di tengah masyarakat. Harga daging yang mahal hanya bisa dijangkau oleh kalangan tertentu. Oleh karenanya, ketika ada daging yang murah, masyarakat pun tergiur untuk membelinya, meski mereka tahu jika daging murah tersebut berbahaya. Sebagaimana diketahui saat ini, mahal murahnya harga tidak ditentukan oleh mekanisme pasar. Namun, ada campur tangan kapital (pemilik modal). Hal ini adalah suatu keniscayaan dari penerapan hukum sistem kapitalisme di negeri ini.
Di sisi lain, kapitalisme menyebabkan tingkat literasi masyarakat rendah. Sebab dalam sistem ini, manusia akan melakukan apa pun demi mendapatkan keuntungan materi. Dalam sistem kapitalisme, hewan yang sudah jelas menjadi bangkai tetap diperjualbelikan karena mereka tidak mau merugi. Alhasil, masyarakat miskin yang ingin mengonsumsi daging menjadi terbiasa mengonsumsi binatang yang sudah sakit. Anehnya, negara seolah membiarkan hal itu.
Inilah bukti bahwa negara tidak optimal dalam menghilangkan budaya brandu sehingga tradisi yang membahayakan itu tetap berlangsung. Padahal tradisi tersebut selain menganggu kesehatan bahkan mengancam nyawa, juga melanggar aturan agama Islam yang mengharamkan memakan bangkai.
Islam Solusi Hakiki Menyelesaikan Persoalan Rakyat
Sangat jauh berbeda dengan sistem Islam yang berasal dari Allah Swt.. Di mana Allah mengharamkan mengonsumsi bangkai.
Sistem Islam berdiri di atas akidah Islam sehingga keberadaannya dalam wujud praktik harus sesuai dengan syariat Islam. Tugas negara dalam hal ini penguasa adalah mengurus urusan umat yang kelak pasti akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah. Sebagaimana sabda Rasulullah,
“Imam atau khalifah adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR Al-Bukhari)
Oleh karena itu, negara sangat peduli kepada warganya. Negara dengan sistem Islam (Khil4f4h) akan melakukan dan menetapkan kebijakan yang terbaik agar masyarakat mendapatkan kelayakan hidup dan kesejahteraan. Dalam sistem Islam pula budaya brandu tidak akan dibiarkan berkembang karena budaya tersebut membahayakan nyawa manusia dan dalam syariat tidak boleh melakukan perbuatan yang membahayakan diri sendiri serta orang lain.
Negara akan mengedukasi masyarakat akan pentingnya menjaga kesehatan dan memakan makanan yang halal atau sesuatu yang diperbolehkan oleh hukum syara. Yakni makanan yang sehat proporsional atau tidak berlebihan dan aman dimakan karena Allah Ta’ala memerintahkan hal yang demikian
“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepadanya.” (TQS Al-maidah ayat 88)
Negara pun akan mengedukasi masyarakat agar memiliki syahsiah Islam. Masyarakat yang memiliki syahsiah Islam akan mampu berpikir dan bersikap benar sesuai dengan apa-apa yang telah Allah perintahkan atau sesuai dengan syariat sehingga mereka dapat menghukumi fakta dengan benar. Dengan syahsiah Islam pula, masyarakat tidak akan memiliki pemahaman budaya brandu dan tidak akan menganggap memakan daging dari hewan yang sakit sebagai sikap saling membantu dan gotong-royong.
Bergotong-royong dan saling membantu adalah perbuatan yang benar bahkan dianjurkan di dalam Islam. Namun, memakan daging hewan yang sakit tentu ini perbuatan yang membahayakan. Maka Islam melalui biro kesehatan dari Departemen Kesehatan Khil4f4h akan memberikan edukasi kepada masyarakat bagaimana memperlakukan hewan antraks sebagaimana mestinya. Yaitu dengan cara mengubur bangkai hewan yang terinfeksi dan tidak menyembelihnya.
Oleh karena itu, hewan terinfeksi tidak boleh dibedah dan para peternak pun mengupayakan secara optimal agar hewan ternaknya dalam keadaan sehat sehingga tidak tertular penyakit hewan. Seandainya pun tetap tertular wabah antraks, mereka akan bersabar dengan musibah tersebut. Mereka pun akan menyadari tidak akan mau menjual hewan yang sakit atau yang terinfeksi. Masyarakat paham bahwa menjual atau membeli daging tersebut adalah diharamkan.
Khatimah
Daging adalah salah satu sumber protein yang dibutuhkan oleh warga untuk mencukupi kebutuhan gizinya, maka negara akan menerapkan sistem ekonomi Islam yang akan menjamin setiap warga negara mampu menjangkau harga kebutuhan pokok, termasuk membeli daging layak konsumsi.
Akan tetapi, jika negara sudah mengedukasi dan tetap ada warga yang melakukan hal tersebut —memeprjualbelikan daging sakit atau tidak layak konsumsi—, maka negara tidak akan segan-segan memberi hukuman takzir kepada para pelaku karena perbuatan mereka telah membahayakan orang lain bahkan bisa menghilangkan nyawa. Demikianlah sistem Islam mencegah dan menindaklanjuti wabah antraks agar tidak berkembang di masyarakat.
Wallahu a’lam.
One thought on “Konsumsi Hewan yang Sakit, Kelalaian Penguasa?”
Islam adalah solusinya. Karena dalm islam memakan bangkai itu hukumnya haram dan tidak di anjurkan pula makan hewan yang memang ada penyakit menular yang nantinya menimbulkan bahaya bagi kesehatan.