Penulis: Devi Ramaddani
Aktivis Muslimah
Negara tidak hanya hadir setelah terjadi pelanggaran, tetapi proaktif membina, mendidik, dan melindungi rakyat dari kemaksiatan. Sistem pendidikan Islam akan menanamkan akidah dan akhlak mulia sejak dini sehingga terbentuk kepribadian Islam yang kukuh pada generasi muda.
CemerlangMedia.Com — Saat ini umat menyaksikan betapa rusaknya mental sebagian besar remaja. Hal ini terbukti dari maraknya perilaku pacaran, hubungan asusila, hingga penyebaran konten zina di media sosial. Fenomena ini bukan hanya menyedihkan, tetapi mengkhawatirkan karena menunjukkan bahwa generasi muda telah kehilangan arah dan pegangan moral yang kukuh (Jawapos.com, 3-6-2025).
Miris, bukan? Pacaran yang dahulunya dianggap tabu, kini menjadi hal lumrah bahkan dibanggakan. Ironisnya, perilaku ini tidak lagi dicegah oleh orang tua, lingkungan masyarakat, bahkan negara. Pacaran yang merupakan pintu gerbang menuju kemaksiatan justru dibiarkan begitu saja, seakan tidak berdosa dan tidak berdampak buruk.
Peran Negara yang Lemah
Peran orang tua yang seharusnya menjadi benteng pertama penjagaan akhlak anak, kini mulai melemah. Banyak orang tua yang permisif terhadap hubungan lawan jenis anak-anaknya dengan alasan mengikuti perkembangan zaman atau demi kebahagiaan anak, padahal justru dari sinilah pintu kehancuran moral terbuka lebar.
Masyarakat pun tidak lagi memiliki kepekaan sosial. Hubungan bebas antara laki-laki dan perempuan yang dahulu dipandang aib, kini dianggap wajar. Bahkan, sebagian masyarakat terpengaruh pandangan liberal, “cinta adalah hak asasi” dan setiap orang berhak memilih orientasi dan gaya hidupnya sendiri.
Negara sebagai pelindung rakyat seharusnya menetapkan aturan tegas untuk menjaga moral generasi. Namun realitanya, negara tampak tidak tegas, bahkan sering kali justru memfasilitasi liberalisasi pergaulan remaja.
Alih-alih dihukum sebagai pelaku kemaksiatan karena melakukan tindakan asusila, mereka justru didekati dengan pendekatan psikologis. Penanganan yang lemah ini mengakibatkan para pelaku tidak jera dan membuka peluang terulangnya perbuatan yang sama, bahkan lebih parah.
Di sisi lain, media sosial menjadi alat yang memperparah kerusakan ini. Remaja tidak hanya terjerumus dalam zina, tetapi juga merekam dan menyebarkannya demi popularitas. Ini menunjukkan betapa penyakit liberalisme telah merasuk dalam cara berpikir dan perasaan mereka.
Produk Sistem Sekularisme
Rusaknya remaja hari ini bukan sekadar kesalahan individu, keluarga, atau lingkungan, melainkan buah pahit dari sistem kehidupan sekuler yang mencabut nilai-nilai agama dari tatanan masyarakat. Dalam sistem ini, agama didegradasi hanya menjadi urusan privat, tidak boleh mencampuri urusan publik, termasuk dalam pengaturan pendidikan, media, hingga hukum.
Akibatnya, generasi muda tumbuh dalam suasana yang memuja kebebasan. Mereka bebas memilih gaya hidup, bebas mengekspresikan cinta, bahkan dalam bentuk maksiat, bebas menantang norma agama tanpa ada batas yang jelas antara benar dan salah. Semua ini tidak mungkin terjadi kecuali dalam sistem yang memang memberikan ruang besar untuk liberalisme berkembang biak.
Negara dengan sistem sekularisme tidak hadir sebagai penjaga moral, melainkan menjadi fasilitator kebebasan. Kurikulum pendidikan yang tidak berbasis akidah, media yang vulgar tanpa kontrol syariat, dan hukum yang permisif terhadap pelanggaran moral menjadi bukti bahwa negara hari ini tunduk pada logika sekuler-liberal, bukan pada hukum Allah.
Perspektif Islam
Dalam pandangan Islam, pacaran adalah haram. Islam tidak pernah mengenal istilah pacaran karena hubungan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram harus dibatasi oleh aturan syariat. Allah berfirman, “Janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS Al-Isra: 32).
Dalam Islam, semua bentuk pendekatan menuju zina dilarang, termasuk khalwat (berduaan), bersentuhan, chat mesra, hingga saling menatap dengan syahwat. Semua itu adalah langkah-langkah menuju perzinaan yang menjadi pintu kehancuran moral dan sosial.
Islam tidak hanya melarang zina secara individu, tetapi juga membangun sistem sosial yang menjaga masyarakat dari sebab-sebab zina. Dalam Islam, ada kewajiban menundukkan pandangan, menutup aurat, membatasi interaksi antara laki-laki dan perempuan, serta mempercepat pernikahan bagi yang mampu.
Jika ada individu yang melanggar hukum Allah dan berzina, negara Islam wajib menegakkan hukum sesuai syariat. Jika pelaku zina belum menikah (ghairu muhshan), hukumannya adalah dicambuk 100 kali dan diasingkan selama satu tahun. Jika telah menikah (muhshan), hukumannya adalah rajam sampai mati sesuai ketetapan syariat.
Islam juga sangat tegas terhadap penyebaran konten asusila. Dalam sistem Islam, siapa pun yang menyebarkan konten pornografi, apalagi rekaman zina, akan dihukum berat karena telah menyebarkan kerusakan di tengah masyarakat dan merusak generasi.
Negara tidak hanya hadir setelah terjadi pelanggaran, tetapi proaktif membina, mendidik, dan melindungi rakyat dari kemaksiatan. Sistem pendidikan Islam akan menanamkan akidah dan akhlak mulia sejak dini sehingga terbentuk kepribadian Islam yang kukuh pada generasi muda.
Media tidak akan bebas menyebarkan konten yang merusak moral. Seluruh konten media akan disaring dan diarahkan untuk mendukung terbentuknya masyarakat yang bertakwa. Tidak ada tempat bagi pornografi, kisah cinta bebas, atau hiburan yang melalaikan.
Negara Islam juga mendorong pernikahan dan memberikan dukungan terhadap keluarga agar mampu menjadi lingkungan yang sehat secara akidah dan akhlak. Tidak ada kebebasan yang mengarah pada kehancuran, semua diarahkan untuk mencapai rida Allah.
Khatimah
Jelaslah bahwa krisis moral remaja hari ini bukanlah kesalahan individu semata, tetapi akibat dari sistem sekularisme liberalisme yang memisahkan agama dari kehidupan. Selama sistem ini terus diterapkan, maka kerusakan moral akan makin parah.
Dengan demikian, solusinya adalah kembali kepada Islam secara kafah. Hanya dengan menerapkan syariat Islam dalam seluruh aspek kehidupan, mulai dari sistem sosial, pendidikan, dan pemerintahan, remaja terlindungi dari kerusakan moral dan masa depan umat pun terselamatkan. Wallahu a’lam bisshawab. [CM/Na]