Oleh: Nona Anggraeni
(Kontributor CemerlangMedia.Com)
CemerlangMedia.Com — “Mereka (para malaikat) berkata, “Wahai Luth! Sesungguhnya kami adalah para utusan Tuhanmu, mereka tidak akan dapat mengganggu kamu, sebab itu pergilah beserta keluargamu pada akhir malam dan jangan ada seorang pun di antara kamu yang menoleh ke belakang, kecuali istrimu. Sesungguhnya dia (juga) akan ditimpa (siksaan) yang menimpa mereka. Sesungguhnya saat terjadinya siksaan bagi mereka itu pada waktu subuh. Bukankah subuh itu sudah dekat?” (QS Hud: 81).
Pembahasan masalah homoseksual ini telah menjadi topik yang tidak pernah selesai. Bahkan istilahnya pun diganti menjadi L687 (lesbian, gay, biseksual, transgender). Walau berganti rupa, tetapi tetap intinya adalah penyimpangan seksual yang sangat dibenci Allah, terbukti berkali-kali peringatan-Nya dalam Al-Qur’an, melalui kisah Nabi Luth as..
Bahaya penyimpangan seksual ini harus ditanggapi serius karena sudah menyerang ke seluruh lini kehidupan, termasuk anak-anak dan remaja. Merusak tatanan kehidupan masyarakat, fitrah kemanusiaan, agama, dan cara pandang manusia. Usaha menyebarkan paham ini juga makin gencar, bahkan lewat film anak-anak seperti Disney Movie sehingga terjadi perang pemikiran dan berusaha menggiring opini masyarakat bahwa para pelaku adalah korban dari keadaan. Tujuannya tidak lain adalah untuk merusak generasi penerus pada umumnya dan generasi Islam khususnya. Lantas, mengapa perilaku L687 perlu diwaspadai dan dicegah?
Dampak Berbahaya L687
Alasan yang sudah pasti adalah penyimpangan seksual tersebut menjadi penyebab berbagai penyakit berbahaya termasuk penyakit kelamin dan tindakan kriminal yang bahkan berakhir dengan hilangnya nyawa seseorang. Para pelaku homoseksual bisa melakukan tindakan kejam di luar batas perikemanusiaan. Seperti berita yang pernah viral pada 2020, tentang seorang pelaku L687 yang membunuh dan memperkosa ratusan laki-laki di Menchester Inggris (BBC.com, BBC News Indonesia, 6-1-2020).
Selain itu, menurut Dokter Dewi Inong Irana Spesialis Penyakit Kulit dan Kelamin bahwa kelompok lelaki seks dengan lelaki (LSL) atau yang dikenal sebagai L687, 60 kali lipat lebih mudah tertular HIV/AIDS dan penularan yang paling mudah m lalui dubur. Hal tersebut disampaikan dr. Inong dalam seminar yang diadakan oleh Sekolah Pemikiran Islam (SPI) Jakarta saat menggelar Stadium General dengan mengangkat tema “Perilaku Zina dan L687: Bahaya dan Penanganannya” (Republika.co.id, 22-1-2018).
Melihat kondisi Indonesia yang makin parah karena menjadi negara ke-5 dengan jumlah pelaku L687 terbesar di dunia (survey CIA tahun 2015. http://scholar.unand.ac.id), kita perlu upaya keras dan kerja sama semua pihak untuk menanggulangi masalah ini. Langkah pertama adalah memperbaiki hubungan dalam keluarga. Menurut pakar psikologis yang mengkhususkan diri di bidang parenting, Elly Risman, persoalan L687 menjadi momentum bagi orang tua untuk mengontrol anak-anak. Kebiasaan anak-anak yang lebih akrab dengan gawai (gadget) tidak boleh dibiarkan. Apalagi kebanyakan orang tua tidak lebih hebat dari anak-anaknya dalam hal penguasaan gawai.
Pentingnya Pola Asuh yang Benar
Ada beberapa penyebab pola asuh yang salah terhadap anak-anak yang dipandang Elly dapat menjadi penyebab mereka menjadi L687. “Ingat, peran orang tua sangat vital dalam awal terbentuknya L687. Jangan sampai pola asuh kita menjadi pemicu anak terlibat L687 dan tanpa kita sadari,” tegas Elly. Ya, pola asuh dalam keluarga berdampak besar dalam perkembangan seorang anak. Peran orang tua terutama ayah dalam keluarga merupakan faktor penting pembentuk pribadi anak. Tokoh ayah bukan hanya sebagai pencari nafkah semata dan menyerahkan semua tanggung jawab kepada ibu. Ayah dan ibu memiliki peran sama besar dalam masalah pendidikan dan pengasuhan anak.
Tentu saja kehadiran ayah bukan hanya dalam bentuk fisik ada di rumah saat dibutuhkan, tetapi yang lebih penting adalah peran dan keterlibatannya untuk membentuk pribadi anak-anaknya. Ayah harus masuk dalam dunia anaknya terlebih saat usia ‘golden age’, yaitu bayi hingga usia remaja.
Banyak yang bisa dilakukan oleh seorang ayah untuk membentuk pribadi yang baik dan tentunya sesuai dengan ajaran Islam, berpatokan pada Al-Qur’an dan Sunah. Seorang anak, baik ia laki-laki atau perempuan membutuhkan figur ayah dan ibu untuk melengkapi proses tumbuh kembangnya. Ada beberapa hal yang tidak mungkin dipenuhi oleh seorang ibu, misalnya saat bermain menggunakan fisik dan logika seperti bermain bola, lebih baik anak bermain bersama ayahnya. Bagi seorang anak perempuan, peran ayah menjadi cinta pertamanya supaya tidak mudah terpedaya oleh lelaki yang tidak bertanggung jawab.
Pola Pendidikan Sesuai Sunah Rasulullah
Sebetulnya pola asuh yang benar sudah diajarkan oleh Nabi kita, yakni Nabi Muhammad saw.. Islam memandang pendidikan anak dalam keluarga memegang peran penting untuk kehidupan selanjutnya dan membentuk masyarakat yang baik.
Seperti ajaran Ali bin Abi Thalib bahwa 0—7 tahun pertama dalam mendidik anak, perlakukan mereka layaknya seorang raja. Didik anak penuh kasih sayang dan cinta, lemah lembut, tulus dan sepenuh hati. Beritahu dengan bahasa sederhana yang mudah dimengerti. Mulai masukkan nilai-nilai agama Islam dengan cara menyenangkan.
Tahap kedua 8—14 tahun, jadikan mereka tawanan. Perkenalkan dengan hak dan kewajiban. Berikan mereka tanggung jawab yang harus mereka lakukan, seperti salat dan membaca Al-Qur’an. Jadilah sahabat untuk mereka, mengenal dunia dan bahasa mereka. Latih mereka mandiri. Beri contoh yang baik seperti untuk anak lelaki, ajak ke masjid untuk salat berjemaah, perlihatkan hormat dan sayang pada ibu karena itu akan membekas di benak mereka.
Kemudian di tahap 15—21 saat anak baligh, jadikan anak sebagai sahabat. Masuk ke dunia mereka dan diskusi bila mereka mendapat masalah. Di tahap ini, mereka akan mulai mengenal lawan jenis dan timbul rasa suka. Sering-sering mengajak mereka bicara dan tekankan kalau mereka bisa percaya pada kita sebagai orang tuanya. Selain itu, buat batasan dan aturan jelas soal penggunaan gadget.
Peran Negara dan Masyarakat dalam Menumpas L687
Pencegahan L687 tidak bisa hanya dilakukan oleh keluarga dan masyarakat. Namun, butuh peran negara dalam memberantas perilaku seksual menyimpang ini. Sebagaimana diketahui, negara sudah memiliki UU untuk menghukum para pelaku penyimpangan seksual sesuai KUHP pasal 292. Juga melarang perkawinan sejenis yang sudah diatur dalam Pasal 1 UU Perkawinan. Namun, pada kenyataannya hukum itu masih belum mampu dilakukan dan tidak pula mampu mencegah perilaku seksual menyimpang.
Oleh karena itu, penting untuk menerapkan hukum Islam karena Islam sudah memiliki aturan yang jelas untuk menghukum para pelaku homoseksual ini. Dalam Fatwa MUI Nomor 57 Tahun 2014 tentang lesbian, gay, sodomi, dan pencabulan, dengan tegas MUI memfatwakan bahwa pelaku sodomi (liwāṭ), baik lesbian maupun gay hukumnya adalah haram dan merupakan bentuk kejahatan, maka akan dikenakan hukuman ta’zīr atau rajam yang tingkat hukumannya bisa maksimal, yaitu sampai pada hukuman mati. Dengan hukum Islam, niscaya para pelaku penyimpangan seksual akan hilang dari bumi Allah. Namun, hukuman tersebut tidak bisa diterapkan oleh individu ataupun masyarakat, melainkan oleh negara yang memiliki wewenang penuh yang menerapkan sistem Islam dalam kehidupan.Wallahu a’alam bisshawwab. [CM/NA]