Mewujudkan Ketahanan Pangan dengan Sistem yang Sahih

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Oleh: Ummu Rifazi, M.Si.

Prinsip utama yang sangat dijaga dalam sistem Islam dalam upaya mewujudkan ketahanan pangan bagi rakyatnya adalah aspek kelestarian lingkungan dan keberlangsungan kehidupan rakyatnya. Oleh karena itu, ketika mengelola sektor pertanian guna mewujudkan ketahanan pangan, negara Islam sangat memperhatikan kedua prinsip tersebut.

CemerlangMedia.Com — Di hari yang sama dengan pelantikan Presiden Prabowo Subianto dan Wapres Gibran Rakabuming Raka, sejumlah aktivis lingkungan melakukan aksi di lokasi Food Estate Singkong Gunung Mas, Kalimantan Tengah. Unjuk rasa dilakukan untuk mengingatkan pemerintah atas kegagalan proyek food estate di lahan tersebut (kalteng.tribunnews.com, 21-10-2024).

Sejak proyek food estate singkong yang memakan biaya Rp54 milyar itu dibuka pada 2020, hingga saat ini belum ada panenan singkong yang dihasilkan. Pantauan Walhi Kalteng menunjukkan bahwa tanaman singkong di lahan seluas 600 hektare itu banyak yang mati dan ditelantarkan. Pemerintah pun justru menutupi kegagalan proyek tersebut dengan menanam jagung (liputan6.com, 25-01-2024).

Sistem Tak Becus, Food Estate Salah Urus

Food estate singkong di Desa Tewai, Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah mewakili sekian banyak proyek lumbung pangan nasional yang mengalami kegagalan. Tidak hanya gagal, proyek strategis nasional (PSN) ini pun telah menghancurkan kehidupan masyarakat di sekitar lokasi calon lumbung pangan nasional tersebut.

Kehancuran sudah diprediksi para pakar negeri agraris ini jauh-jauh hari ketika megaproyek pertanian ini digawangi oleh seorang menteri pertahanan (menhan) saat itu, Prabowo Subianto. PT Agrinas yang digaet dalam proyek ini pun tidak jelas peranannya. Perusahaan swasta yang mayoritas sahamnya dimiliki Yayasan Pengembangan Potensi Sumber Daya Pertahanan tersebut, disinyalir berafiliasi dengan partai dan tokoh politik tertentu tanpa rekam jejak dan kriteria yang transparan.

Proyek lumbung pangan nasional yang seharusnya melibatkan semua pakar sektor pertanian dan petani, justru dieksekuksi sang menhan dengan pendekatan militeristik, sentralistik, dan tanpa melibatkan petani sebagai pelaku utama. Sang menhan bergerak cepat mengerahkan tentaranya mengamankan pembukaan hutan bakal lumbung pangan nasional tersebut. Ironinya, Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang sangat penting baru digelar sang menhan belakangan, yakni di bulan keempat ketika ratusan hektare hutan Gunung Mas ini sudah terlanjur habis dibabat.

Malapetaka pun tidak terelakkan menimpa masyarakat Dayak setempat. Kiamat seolah mendatangi ketika hutan elok tumpuan kehidupan mereka selama puluhan tahun itu luluh lantak bersama seluruh keanekaragaman hayati di dalamnya. Denyut kehidupan mereka selama puluhan tahun mengambil kayu sebagai bahan membangun rumah, berburu kancil dan babi, serta mencari ramuan tradisional dari hutan elok tersebut, usai sudah. Malapetaka yang terjadi dalam kehidupan masyarakat Dayak tersebut adalah akibat diserahkannya urusan kepada orang yang bukan ahlinya.

Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam telah mengingatkan malapetaka tersebut dalam hadis riwayat Imam Bukhari No.59. Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda,

“Ketika Nabi Shallallahu alaihi wasallam duduk berceramah kepada beberapa orang, datang seorang Arab Badui lalu ia bertanya: “Kapan kiamat?” Namun, Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam meneruskan ceramahnya. Maka sebagian orang berkata: “Sebenarnya Nabi mendengar orang Badui tadi, tetapi Nabi tidak menyukai apa yang dikatakannya.” Sebagian orang berkata, “Tampaknya Nabi tidak mendengarnya.” Hingga ketika Nabi selesai berceramah, Nabi bertanya, “Mana orang yang bertanya tentang kiamat?” Orang tadi menjawab, “Saya wahai Rasulullah.” Nabi bersabda, “Ketika amanah disia-siakan, maka tunggulah kiamat.” Ia bertanya lagi, “Apa maksudnya amanah disia-siakan?” Nabi menjawab, “Jika urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah kiamat!”

Penyerahan urusan terhadap orang yang tidak piawai adalah keniscayaan dalam sistem demokrasi sekuler kapitalisme liberal. Pengurusan negara dilakukan lewat pendekatan korporasi demi meraih keuntungan yang berlipat ganda. Begitu pun pembangunan negara, bukanlah untuk kepentingan rakyat, tetapi untuk kepentingan oligarki.

Hasrat mereka adalah mendulang keuntungan besar bagi kepentingannya sendiri. Kepentingan dan kesejahteraan rakyat bukanlah perkara yang ada dalam benak para budak materi ini.

Ketahanan Pangan dalam Sistem Islam

Islam adalah satu-satunya sistem kehidupan yang sahih. Di antara prinsip utama yang sangat dijaga dalam sistem Islam dalam upaya mewujudkan ketahanan pangan bagi rakyatnya adalah aspek kelestarian lingkungan dan keberlangsungan kehidupan rakyatnya. Oleh karena itu, ketika mengelola sektor pertanian guna mewujudkan ketahanan pangan, negara Islam sangat memperhatikan kedua prinsip tersebut.

Allah telah memerintahkan manusia untuk menjaga kelestarian lingkungan dalam QS Al A’raf ayat 56 yang artinya,
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.”

Penggunaan lahan akan disesuaikan dengan potensi yang dimilikinya. Lahan yang subur tetap dipertahankan menjadi lahan pertanian dan tidak boleh dialihfungsikan. Kawasan hutan pun harus dijaga kelestariannya, tidak boleh dialihfungsikan secara serampangan.

Peningkatan produksi pertanian akan dilakukan lewat program intensifikasi melalui penerapan berbagai inovasi dan teknologi tepat guna. Dalam menjalankan program intensifikasi pertanian ini, negara memberikan subsidi maupun modal yang besar bagi petani yang membutuhkan, serta menyediakan alat pertanian yang tercanggih sehingga hasil panen bisa optimal.

Ketika negara membutuhkan perluasan lahan pertanian, maka program ekstensifikasi pertanian akan dilakukan dengan merevitalisasi lahan mati. Lahan mati tersebut akan diambil alih oleh negara dan selanjutnya diberikan kepada warga yang membutuhkan serta mampu mengelolanya menjadi lahan pertanian produktif.

Kebijakan tersebut berdasarkan sabda Kanjeng Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Jabir radiyallahu anhu, Imam Ahmad, dan Imam At-Turmudzy, yang artinya, “Barang siapa yang mengolah lahan tanah mati, maka tanah tersebut beralih menjadi miliknya.”

Negara Islam memiliki kemandirian dalam pembiayaannya. Tidak bergantung kepada swasta atau asing dan juga tidak disetir oleh kepentingan mereka. Pembiayaan diperoleh dari kas negara (baitulmal). Baitulmal mempunyai pemasukan melimpah dari beberapa pos, seperti jizyah, fai, kharaj, ganimah, dan pengelolaan sumber daya alam (SDA). Negara yang mampu menjalankan ini semua hanyalah Daulah Khil4f4h Islamiah yang akan menerapkan syariat Islam secara kafah. Wallahu a’lam bisshawwab. [CM/NA]

Loading

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *