Oleh: Hessy Elviyah, S.S.
Kontributor Tetap CemerlangMedia.Com
Pesantren harus mengembalikan citranya sebagai pembawa kebangkitan Islam. Lewat resolusi jihad, seharusnya santri mengawal perubahan sistem kapitalisme sekularisme liberalisme ini kepada sistem Islam. Dengan begitu, santri bukan hanya sekadar identitas, melainkan sebagai pioner dan memegang peranan dalam penegakan syariat Islam secara total.
CemerlangMedia.Com — 22 Oktober diperingati sebagai Hari Santri Nasional. Hari khusus yang diberikan oleh negara sebagai penghargaan dan refleksi atas peran santri dalam kiprahnya merebut dan mengisi kemerdekaan Indonesia. Namun pada hari ini, sejauh apa santri berkontribusi dalam peradaban?
Tuntutan masyarakat akan pendidikan yang sesuai dengan perkembangan teknologi dan informasi canggih memaksa pemilik pendidikan untuk menjawab kebutuhan tersebut. Hal ini pula yang dilakukan oleh banyak pesantren untuk menjadi modern. Banyak pesantren hari ini yang tidak hanya belajar kitab, tetapi juga memasukkan ilmu pengetahuan umum dan teknologi ke dalam mata pelajaran di pesantren.
Oleh karenanya, “Menyambung Juang Merengkuh Masa Depan” dianggap tema yang tepat dalam memperingati Hari Santri Nasional pada 2024 ini. Harapan untuk menjadikan Indonesia lebih baik melalui tangan santri diungkapkan oleh Yaqut Cholil Qoumas. Untuk itulah, menteri agama era pemerintahan Jokowi tersebut mengajak para santri untuk berjuang.
Bukan tanpa alasan, 22 Oktober diperingati sebagai Hari Santri, sebab pada tanggal yang sama, yakni 22 Oktober 1945, K.H. Hasyim Asyari, seorang ulama dan pahlawan nasional mengeluarkan fatwa resolusi jihad untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari serangan sekutu. Oleh karena itu, 22 Oktober diperingati untuk meneladani perjuangan para santri dalam mendukung kemerdekaan Indonesia (Detik.com, 21-10-2024)
Dengan demikian, di tengah kondisi Indonesia yang krisis multidimensi serta penganiayaan yang terjadi pada umat Islam di berbagai penjuru dunia, seperti Palestina, Uighur, dan lain sebagainya, adakah santri-santri menunjukkan perannya? Atau sama saja seperti umat biasa, hanya menonton kerusakan yang terjadi.
Kapitalisme Sekularisme Mengebiri
Peran strategis santri dalam peradaban saat ini nyaris tidak terlihat. Kemunduran peran santri ini akibat ilmu yang didapatkan di pesantren seolah tidak relevan dengan kehidupan sehingga tidak mampu menjawab tantangan zaman.
Sekolah-sekolah berbasis pesantren hanya hitungan jari yang mampu bersaing di ranah nasional. Pun alumni pesantren, hanya segelintir saja yang terlibat dalam perbaikan kondisi negeri. Selebihnya, mereka cenderung ikut terbawa arus global, peran pesantren seolah dimatikan dalam membentuk karakter Islam pada jiwa santri.
Spirit perjuangan yang menjadi ikon santri seolah hanya kata tanpa makna. Santri seringnya acuh tak acuh terhadap kondisi negeri yang morat-marit. Terampasnya sumber daya alam ke tangan negara asing hanya dibiarkan begitu saja tanpa ada usaha untuk menghentikan aksi penjajahan tersebut. Para santri ikut terhipnotis dengan kata “kerja sama” atau “investasi” yang didengungkan oleh pengkhianat bangsa yang memberikan legalitas perampasan SDA. Jika demikian, perjuangan seperti apa yang santri lakukan saat ini?
Di sisi lain, arus pemikiran global, seperti moderasi beragama turut meracuni pemikiran para santri. Santri seolah menjadi sasaran tembak utama pemikiran Barat ini. Para santri diikutkan sedemikian rupa dalam program moderasi beragama tanpa mereka tahu bahwa di balik agenda tersebut terdapat pemisahan agama dari kehidupan.
Sementara jika santri ikut dalam pemikiran tersebut, mereka hanya menjadi nama tanpa makna, padahal dalam diri santri melekat kuat ajaran Islam. Ketika Islam dijauhkan, santri tidak akan bermakna apa-apa, hanya seperti siswa umum tanpa pengetahuan agama.
Sungguh sulit menjadi santri saat ini, sebab sistem hidup tidak memberi ruang kepada santri untuk mengaplikasikan seluruh ilmu yang didapatkan di pesantren. Alhasil, ilmu agama terkesan hanya sebatas teori tanpa aplikasi.
Dalam hal ini, santri hanya mampu melaksanakan kegiatan agama saat berada dalam lingkungan pesantren saja. Namun, apabila kembali ke masyarakat kapitalisme sekularisme liberalisme, tidak jarang para santri terpengaruh dengan kehidupan bebas, walaupun di pesantren telah mendapatkan segudang ilmu agama.
Seharusnya, santri mempunyai peran dominan dalam perbaikan negara dan juga dunia, bukan malah terpengaruh pada kehidupan liberal. Sebab, santri tidak hanya dibekali ilmu dunia, tetapi juga ilmu akhirat yang ketika diterapkan akan mampu menyinari gelapnya dunia seperti saat ini.
Peran Maksimal Santri
Diakui atau tidak, peran santri tidak maksimal dalam peradaban dunia, sebab dikebiri oleh sistem kapitalisme sekularisme liberalisme yang mencengkeram dunia. Peran yang tidak maksimal ini menjadikan pesantren kerap dipandang sebelah mata.
Oleh karena itu, pesantren harus mengembalikan citranya sebagai pembawa kebangkitan Islam. Lewat resolusi jihad, seharusnya santri mengawal perubahan sistem kapitalisme sekularisme liberalisme ini kepada sistem Islam. Dengan begitu, santri bukan hanya sekadar identitas, melainkan sebagai pioner dalam memegang peranan penegakan syariat Islam secara total.
Demikian pula, santri seharusnya menjadi perekat bersatunya kaum muslimin seluruh penjuru dunia. Sebab, pesantren kini tidak hanya dihuni oleh warga lokal, tetapi juga warga luar daerah, bahkan luar negeri. Dari pesantren inilah spirit persatuan harusnya dimunculkan. Harus disadari pula bahwa keberadaan santri di pesantren bukan sekadar menimba ilmu agama, tetapi juga membentuk kedisiplinan dalam penerapan hukum Islam, termasuk persatuan kaum muslimin.
Oleh karena itu, peringatan Hari Santri hendaklah menjadi refleksi bagi santri untuk menjadi pribadi ber-syahsiah islamiah yang mampu mewujudkan kembalinya penerapan sistem Islam secara kafah. Dengan demikian, ilmu santri tidak akan sia-sia dan dapat bermanfaat bagi kemajuan peradaban dunia dengan akidah Islam sebagai landasannya. Aamiin ya Rabbal aalamiin. Allahu akbar. [CM/NA]