Oleh: Riza Maries Rachmawati
Islam mewajibkan membangun dan mengembangkan ekonomi riil, seperti jasa, perdagangan, industri, ataupun pertanian. Sektor pertambangan juga membutuhkan tenaga ahli dan terampil dalam jumlah banyak ataupun konsep ihya’ul mawat (menghidupkan tanah mati).
CemerlangMedia.Com — Pekerja Migran Indonesia atau PMI merupakan pahlawan devisa bagi negara ini. Pasalnya, PMI telah menyumbang Rp159,6 triliun devisa negara setiap tahunnya. Bahkan, pekerja migran ini juga penyumbang terbesar kedua setelah migas.
Namun sayangnya, para pekerja migran ini belum mendapatkan jaminan pelayanan dan perlindungan yang kuat dari negara, seperti halnya yang dialami oleh lima pekerja migran Indonesia. Mereka mendapatkan perlakuan yang tidak baik oleh aparat negara Malaysia.
Di lansir dari www.cna.id (27-01-2025), seorang warga Indonesia atau WNI dilaporkan tewas dan empat lainnya mengalami luka-luka dalam insiden penembakan di Perairan Tanjung Rhu, Selangor, Malaysia pada Jumat dini hari (24-1-2025) waktu setempat. Kementerian Luar Negeri RI (Kemlu) melalui keterangan yang diterima CAN Indonesia, Senin pagi (27-1-2025) mengonfirmasi peristiwa tersebut melibatkan kapal patroli milik Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM).
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Kepolisian Diraja Malaysia (PDRM), APMM menembaki sebuah kapal yang diduga membawa WNI yang hendak meninggalkan Malaysia secara ilegal. Direktur Perlindungan WNI Kemlu Judha Nugraha menjelaskan bahwa penembakan dilakukan setelah kapal tersebut menabrak kapal patroli APMM dan penumpangnya diduga melakukan perlawanan.
Liberalisasi Ketenagakerjaan
Kasus penembakan pekerja migran Indonesia sudah berulang kali terjadi. LSM Migrant Care mencatat setidaknya 75 pekerja migran Indonesia (PMI) telah meninggal setelah 20 tahun terakhir karena diduga extrajudical killing atau pembunuhan oleh aparat tanpa proses peradilan di Malaysia (kompas.com, 31-01-2025).
Mirisnya, jumlah PMI non prosedural mencapai 5 juta orang. Data dari P2MI November 2024, sebanyak 1.300 PMI meninggal dalam 3 tahun terakhir. Banyaknya kasus seperti ini dan terjadi berulang menunjukan pemerintah belum serius menangani kasus-kasus tersebut.
Masalah perlindungan PMI adalah masalah multi yang tidak akan bisa diselesaikan dengan satu Kementerian baru, yakni Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI). Sebab, masalah perlindungan PMI menyangkut tata kelola pengangguran dalam negeri, sindikat perdagangan global, liberalisasi ketenagakerjaan, dan penegakan hukum.
Seharusnya kasus-kasus pekerja migran tersebut bisa diminimalkan dengan cara memperkecil jumlah pekerja migran dengan regulasi yang ketat dan meningkatkan peluang lapangan kerja di dalam negeri. Namun amat disayangkan, pemerintah tidak mampu merealisasikan cara tersebut karena terhalang oleh arah pembangunan yang kapitalistik.
Sebagai penganut sistem kapitalisme, negara memandang warganya sebagai tenaga kerja yang menghasilkan remitansi dan menjadi cadangan devisa negara. Cara pandang yang keliru ini lahir dari sistem kapitalisme yang menjadikan negara hanya sebagai regulator kebijakan yang berorientasi pada kekayaan materi semata. Alasan inilah yang menjadikan negara selalu lemah dalam memberi perlindungan kepada pekerja migran.
Perlindungan Islam terhadap Pekerja
Berbeda dengan negara Islam, yakni Daulah Khil4f4h dalam memberikan jaminan pekerjaan dan perlindungan bagi warga negaranya. Khil4f4h yang merupakan negara berasaskan akidah Islam berdiri untuk menerapkan syariat Islam sehingga semua kebijakan dan regulasinya bersumber pada hukum syariat.
Islam menjelaskan bahwa negara wajib hadir sebagai raain (pengurus) bagi rakyatnya. Rasulullah saw. bersabda, “Seorang imam adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan diminta pertanggungjawaban terhadap urusan rakyatnya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Mindset negara adalah raain seperti hadis Rasul tersebut menjadi konsep dasar bagi negara untuk selalu siap dalam menanggulangi setiap permasalah umat termasuk cara menyikapi masalah pekerja migran ini. Islam sebagai problem solving memiliki mekanisme dalam menanggulangi masalah pekerja migran.
Pertama, negara wajib memberikan jaminan kehidupan yang layak, termasuk jaminan pekerjaan bagi rakyatnya. Ketika sudah berjiwa raain, negara tentu akan berupaya sungguh-sungguh agar setiap rakyatnya mendapatkan pekerjaan, khususnya untuk para laki-laki karena syariat mewajibkan mereka sebagai pihak yang mencari nafkah bagi keluarganya.
Islam memiliki syariat yang mengatur bagaimana agar lapangan pekerjaan bisa terbuka luas. Dalam ekonomi Islam, negara tidak boleh membuka celah ekonomi nonriil, seperti pasar saham, obligasi, investasi ribawi, dan sejenisnya karena ini akan mematikan perekonomian.
Islam mewajibkan membangun dan mengembangkan ekonomi riil, seperti jasa, perdagangan, industri, ataupun pertanian. Sektor pertambangan juga membutuhkan tenaga ahli dan terampil dalam jumlah banyak ataupun konsep ihya’ul mawat (menghidupkan tanah mati). Semua mekanisme tersebut akan bisa menyerap tenaga kerja dalam jumlah banyak. Alhasil, warga negara tidak harus menjadi PMI hanya sekadar untuk mencari pekerjaan.
Kedua, negara berkewajiban untuk mememenuhi kebutuhan dasar publik. Sistem ekonomi Islam mengatur bahwa kebutuhan dasar public, seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan adalah tanggung jawab negara secara mutlak. Konsep ini membuat semua lapisan masyarakat akan mendapat pelayanan publik secara gratis dan berkualitas. Dengan cara ini, negara akan memberikan jaminan terbaik bagi setiap warga negaranya dengan memampukan setiap individu hidup dalam kondisi sejahtera.
Ketiga, negara memberlakukan sanksi yang tegas. Negara akan menindak tegas dengan sanksi yang menjerakan jika ada kasus sindikat perdagangan orang. Tindakan ini diambil karena syariat mewajibkan negara menjadi junnah (pelindung).
Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya al-iman (Khalifah) itu perisai yang (orang-orang akan berperang) mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.” (HR Muttafqun ‘Alaihi dan lain-lain).
Selain itu, ada syariat menjaga jiwa, sebagaimana sabda Rasulullah, “Hilangnya dunia lebih ringan bagi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR Nasai dan Tirmidzi).
Demikianlah solusi tuntas yang dilakukan negara melalui penerapan syariat Islam sehingga mampu menyelesaikan kasus pekerja migran. Wallahu a’lam bissawab [CM/NA]