Pengkhianatan dalam Sistem Demokrasi, Bukan Sekadar Basa-basi

Bagikan tulisan ini agar semakin bermanfaat !

Facebook
Twitter
Telegram
Pinterest
WhatsApp

Oleh. Hessy Elviyah, S.S.
(Kontributor Tetap CemerlangMedia.Com)

CemerlangMedia.Com — Gonjang-ganjing dihapuskannya bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pertalite kian kencang disuarakan. Wacana ini kontan saja mengancam kesejahteraan hidup masyarakat dengan ekonomi lemah. Pasalnya, biaya hidup akan merangkak naik, sementara penghasilan tetap bahkan menurun.

Okezone.com (02-09-2023) dalam headline-nya “Pertalite Dihapus, Pertamina Hanya Jual 3 BBM Jenis Pertamax” mengabarkan bahwa penghapusan pertalite didasarkan pada peraturan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang membolehkan BBM dijual di Indonesia hanya RON 91, sementara pertalite RON 90 sehingga kualitas BBM bersubsidi tersebut harus ditingkatkan menjadi RON 92 agar ramah lingkungan. Adapun BBM yang tersedia nantinya yakni Pertamax Green (RON 95) dengan kisaran harga Rp13.000/liter, Pertamax (RON 92) dengan harga Rp12.000/liter dan Pertamax Turbo (RON 98) dengan harga Rp14.400/liter.

Dalam rencana ini, pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menilai kebijakan pemerintah tersebut hanya akan menambah beban Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) ditambah lagi beban rakyat Indonesia yang harus membayar lebih mahal untuk BBM. Lebih jauh, Trubus Rahadiansyah mengungkapkan bahwa BBM dengan harga Rp10.000 saja sudah memberatkan masyarakat yang notabene digunakan oleh masyarakat kelas ekonomi bawah (Tribunjabar.co.id, 31-08-2023).

Demikianlah kebijakan para pemimpin produk demokrasi yang berasas pada sekularisme. Janji-janji manis saat kampanye untuk membuat rakyat sejahtera terlupakan begitu saja. Justru, kebijakan mencabut subsidi dan menaikkan harga-harga kebutuhan pokok jauh dari kata menyejahterakan rakyat. Inilah bentuk penghianatan janji, kampanye seolah bualan semata, bahkan antar sesama elite politik saja terbiasa saling tikung, khianat mengkhianati, apalagi kepada rakyat kecil.

Pengkhianatan para penguasa produk demokrasi terhadap rakyat terlihat jelas manakala kebijakan-kebijakan yang dihasilkan merampas hak-hak rakyat. Misalnya, disahkannya undang-undang cipta lapangan kerja (cilaka), undang-undang kesehatan yang kesemuanya itu mendapatkan penolakan dari rakyat, hal ini terlihat dari banyaknya rakyat yang turun ke jalan guna menolak adanya undang-undang tersebut, tetapi para pemimpin itu tetap mengetuk palu sebagai tanda undang undang tersebut wajib ditaati seluruh lapisan masyarakat.

Subsidi Salah Sasaran Bentuk Pengkhianatan

Lebih parahnya lagi, subsidi yang bersentuhan langsung dengan hajat rakyat dicabut, misalnya subsidi listrik dan subsidi pupuk, ironisnya penguasa memberikan subsidi terhadap pembelian kendaraan listrik. Padahal sejatinya, subsidi tersebut lebih dibutuhkan untuk disalurkan kepada kebutuhan dasar rakyatnya, misalnya subsidi pupuk untuk menunjang kebutuhan pangan, subsidi listrik yang energinya dapat digunakan untuk mempermudah menjalankan segala aktivitas, subsidi pendidikan untuk mempermudah seluruh rakyat mendapatkan hak pendidikan yang adil dan merata.

Dari sini tampak jelas, kebijakan yang dihasilkan dari pemimpin atau wakil rakyat produk demokrasi kapitalisme sekuler ini sama sekali tidak berpihak pada rakyat. Misalnya pada subsidi kendaraan listrik, kebijakan ini menuai beragam tanggapan miring dari pengamat. Mereka mempertanyakan urgensi subsidi ini.Pemerintah berdalih mengurangi emisi karbon sehingga memberikan subsidi pembelian kepada dua merk kendaraan listrik yakni Hyundai dan Wuling (Cnn.indonesia, 06-03-2023).

Lebih jauh, Liputan6.com pada (22-5-2023) mengabarkan bahwa menteri keuangan Sri Mulyani menggelontorkan anggaran 1 miliar untuk PNS eselon 1 guna membeli mobil listrik. Maka tak heran, banyak pihak yang mengatakan bahwa subsidi kendaraan listrik salah sasaran. Etsa Amanda pengamat transportasi dari The Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Indonesia mengatakan bahwa subsidi tersebut lebih tepat diberikan kepada kendaraan umum. Apalagi segmen mobil listrik hanya untuk segelintir masyarakat, itupun umumnya untuk kalangan menengah ke atas, tidak semua rakyat bisa menikmatinya (Cnn.indonesia, 27-05-2023).

Inilah wajah buruk sistem demokrasi kapitalisme sekuler, rakyat hanya dijadikan kedok untuk membuat kebijakan, nyatanya kebijakan tersebut menyengsarakan rakyat. Slogan dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat hanya sebagai sihir untuk menghipnotis rakyat lemah guna dijadikan bahan legitimasi hukum. Begitu pula dengan istilah kedaulatan berada di tangan rakyat, rupanya menjadi celah kaum oligarki untuk ikut campur dalam pengambilan kebijakan dengan kekuatan modal yang dimilikinya.

Terlebih lagi, modal untuk maju sebagai pemimpin dalam sistem demokrasi ini membutuhkan biaya sangat mahal, maka kolaborasi antara kaum oligarki dengan politisi yang mau manjadi penguasa tak dapat terelakkan sehingga terjadi kontrak politik yang harus saling menguntungkan. Inilah biang masalah pengkhianatan dalam sistem demokrasi. Segala aktivitas politiknya atas dasar kepentingan pribadi atau kelompok semata, bukan untuk kepentingan rakyat yang menjadi amanahnya sehingga pengkhianatan kepada siapa pun selalu terjadi tanpa basa-basi bahkan dilakukan secara terang-terangan.

Islam Mencetak Pemimpin Takwa

Hal ini jauh berbeda dengan sistem Islam. Islam mencetak pemimpin-pemimpin yang bertakwa. Tujuan berkuasa untuk menjalankan syariat Allah sehingga tidak ada celah untuk kaum oligarki untuk menyetir penguasa. Pengkhianatan dalam sistem Islam bisa ditekan seminimal mungkin karena pemimpin dalam sistem Islam dipagari oleh syariat. Di sisi lain, apabila diketahui melanggar syariat, maka pasti akan mendapatkan teguran dari masyarakat ataupun partai politik atau majelis umat melalui mekanisme Mahkamah Mazhalim. Hal ini akan berimbas pada impeachment (pemakzulan).

Terkait dengan pelanggaran syariat yang berupa pengkhianatan atau kecurangan, Rasulullah saw. pun bersabda dengan suatu ancaman, “Barang siapa yang dibebankan oleh Allah untuk memimpin rakyatnya, lalu mati dalam keadaan menipu rakyatnya, niscaya Allah mengharamkan surga kepadanya.” (HR Bukhari dan Muslim, Shahih)

Demikianlah ketika Islam berkuasa, hukum Islam bisa diimplementasikan secara kafah karena Islam rahmatan lil alamin bukan sekadar bacaan dalam Al-Qur’an, melainkan dapat benar-benar dirasakan oleh makhluk di muka bumi. Pemimpin mampu berbuat adil dengan Al-Qur’an dan hadis sebagai dasar kepemimpinan sehingga rakyat terlindungi dari kezaliman para pemimpin akibat tidak diterapkan hukum-hukum Allah Swt. Maka dari itu, agar terhindar dari pengkhianatan pemimpin produk politik demokrasi sudah selayaknya sistem Islam secara kafah diterapkan karena hanya dengan penerapan sistem Islam secara kafah pengkhianat-pengkhianat itu akan terminimalkan bahkan musnah di negara ini. Insyaallah. Wallahu alam. [CM/NA]

Loading

Disclaimer: Www.CemerlangMedia.Com adalah media independent yang bertujuan menampung karya para penulis untuk ditayangkan setelah diseleksi. CemerlangMedia.Com. tidak bertanggung jawab atas akibat langsung ataupun tidak langsung dari semua teks, gambar, dan segala bentuk grafis atau konten yang disampaikan pembaca atau pengguna di berbagai rubrik yang tersedia di web ini, karena merupakan tanggung jawab penulis atau pengirim tulisan. Tulisan yang dikirim ke CemerlangMedia.Com tidak boleh berbau pornografi, pornoaksi, hoaks, hujatan, ujaran kebencian, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email  : cemerlangmedia13@gmail.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *