Oleh: Paramita, Amd. Kes.
CemerlangMedia.Com — Kematangan dan kekuatan mental menjadi modal bagi seseorang yang menyandang status ibu baru atau new mom. Jika tidak, ia bisa stres dengan omongan orang, apalagi jika kondisi anaknya yang tidak biasa.
Akhir-akhir ini bukan hanya kenaikan harga beras yang heboh, tetapi media sosial juga dihebohkan dengan seorang ibu yang tega membvnvh bayinya yang berusia 9 bulan dengan alasan anaknya tidak seperti anak orang lain yang seumurannya sudah bisa merangkak. Sungguh sedih! Ini tidak hanya terjadi sekali. Seolah di dunia ini sudah langka sosok ibu yang memiliki nurani dengan karakter keibuan sebagaimana di masa-masa sebelumnya.
Hilangnya Fitrah Keibuan
Sosial media baru-baru ini digemparkan dengan sebuah kabar miris yang dilakukan oleh ibu kandung terhadap darah dagingnya sendiri. Ibu muda dari Desa Padasuka, Kecamatan Lunyuk, Kabupaten Sumbawa dilaporkan membvnvh bayinya yang baru berusia 9 bulan. Entah apa yang merasuki pikiran sang ibu sehingga ia tega membvnvh bayinya lantaran si anak tidak memiliki perkembangan yang sama dengan bayi pada umumnya (VIVA.co.id, 02-03-2024).
Kasus serupa juga terjadi pada (28-6-2022) lalu di Desa Rasabou, Kecamatan Bolo, Kabupaten Bima. Seorang ibu berinisial NR (25) tega mengg*g*t bayinya sendiri yang masih berusia 4 bulan sehingga tewas (Serambinews.com, 28-06-2022).
Kejadian seorang ibu yang membvnvh anaknya sendiri bukan hanya terjadi di satu tempat saja, tetapi juga terjadi di banyak tempat. Dengan latar cerita yang mirip, yakni karena para ibu stres dan depresi, sebagai tanda terganggunya mental dan kejiwaannya.
Hal ini tidak bisa dianggap sebagai sekelebat fenomena saja. Jika dibiarkan, lambat laun pasti akan menggejala dan meluas ke banyak daerah lainnya. Hal ini menunjukkan betapa rapuhnya ketahanan generasi dan keluarga kaum muslim. Kasus ini seharusnya menjadi cambuk bagi kita semua untuk mencari tahu apa yang melatarbelakanginya serta solusi yang tepat untuk mengatasinya.
Rapuhnya Ketahanan Keluarga dalam Sistem Sekuler Kapitalisme
Dua kasus di atas hanya sekelumit masalah yang diangkat ke media sosial. Entah berapa banyak lagi kasus yang tidak terangkat.
Kasus di atas merupakan bukti buruknya penerapan sistem sekuler saat ini. Adanya kasus kejahatan orang tua terhadap anaknya merupakan hasil bentukan dari sistem sekuler, yakni sistem yang memisahkan agama dari kehidupan.
Agama cukup dipakai di ranah ibadah saja, sedangkan di ranah kehidupan sosial kemasyarakatan, politik, ekonomi, dan kesehatan, agama tidak dipakai. Alhasil, lahirlah generasi atau orang-orang yang tidak lagi menstandarkan perilaku sesuai syariat Islam. Para orang tua pun tidak lagi mengasuh serta mendidik anaknya dengan syariat.
Mereka membebek kepada cara-cara parenting kekinian yang tidak selalu sejalan dengan fitrah manusia. Bahkan, bisa jadi ada juga yang menerapkan parenting apa adanya, tanpa konsep dan target apa pun. Semua karena sekularisme!
Rapuhnya mental para ibu, terutama ibu muda karena jauhnya dari syariat sebagai efek sekularisme yang telah mendarah daging. Alhasil, iman tidak kuat dan penjagaan jiwa tidak teraih.
Syair “kasih ibu kepada beta, tak terhingga sepanjang masa, hanya memberi tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia” kini tinggal ungkapan semata. Fitrah ibu yang lembut, penyayang, santun, dan penuh cinta kini tinggal slogan saja karena direnggut oleh sistem kapitalisme.
Kapitalismelah yang mencetak generasi jauh dari kebaikan, dipenuhi masalah, dan tekanan hidup sehingga pada akhirnya kehilangan aspek kemanusiaan. Ibu yang stres karena biaya kehidupan yang kian menjerat, ibu yang kehilangan jiwa sabar dalam pengasuhan, bawaannya selalu emosi dan marah. Bahkan, tidak segan melampiaskan kemarahannya kepada sang buah hati dengan cara menganiaya, bahkan membvnvh anaknya.
Sejatinya, seorang ibu membutuhkan support system dari suami, keluarga, maupun masyarakat sekitar dalam proses hadhanah dan tarbiyah anak. Untuk itu, suami harus memahami bahwa membuat istri bahagia di tengah proses pengasuhan adalah kewajiban. Akan tetapi, dalam sistem sekularisme saat ini, support system itu tidak didapat.
Belum lagi seorang ibu yang harus membantu keuangan keluarga. Sudahlah stres di rumah karena tingkah anak-anak, ditambah lagi dengan masyarakat sekitar yang seenaknya mengeluarkan kata-kata yang tidak sepantasnya didengar oleh ibu baru. Hal-hal tersebut menambah panjang daftar masalah yang harus dihadapi oleh seorang ibu.
Lebih sedih lagi adalah ketika negara tidak menjadikan hal ini sebagai suatu problem besar. Hanya dianggap sebagai problem individu yang harus diselesaikan oleh individu saja. Alhasil, negara tidak hadir sebagai problem solver atas sekelumit masalah, termasuk masalah keluarga dan perekonomian, padahal untuk menangani masalah ini butuh peran negara.
Adapun hari ini, negara memang memberikan solusi untuk penguatan kesehatan mental, tetapi tidak pernah menyentuh akar masalahnya. Mengapa ibu atau perempuan harus ikut keluar mencari nafkah? Mengapa banyak masyarakat sekitar gemar mem-bully ibu baru? Mengapa seorang ibu lemah dari sisi mentalnya? Dari semua contoh pertanyaan itu adalah karena diterapkannya sistem sekuler kapitalisme dalam kehidupan saat ini.
Islam Menjaga Kesehatan Mental Seorang Ibu
Islam adalah agama sekaligus ideologi yang lahir darinya sebuah peraturan yang akan membawa keberkahan bagi seluruh manusia. Penerapan Islam secara kafah dalam kehidupan, salah satu maksud dari penerapannya (naqaashid asy-syariah) adalah penjagaan terhadap jiwa.
Dalam Islam, kesehatan adalah salah satu nikmat yang harus disyukuri. Sampai-sampai ada sebagian hukama mengatakan, “Kesehatan adalah mahkota yang dipakai orang sehat, tetapi hanya dilihat oleh si sakit.”
Selain kesehatan fisik, kesehatan mental juga dibutuhkan, apalagi bagi seorang ibu yang sedang mengasuh anaknya. Menjaga kesehatan mental, yakni dengan menjaga pikiran (akal) dan perasaan agar selalu terkoneksi dengan Allah sehingga selanjutnya menyehatkan seluruh jasad.
Rasulullah saw. bersabda,
“Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, baik pula seluruh jasadnya. Jika ia rusak, rusak pula seluruh jasadnya. Ketahuilah bahwa ia adalah hati.” (HR Muttafaqun ‘alayh).
Penerapan Islam secara kafah juga akan melahirkan individu yang bertakwa dan takut kepada Allah. Ketika individunya bertakwa, maka masyarakat secara tidak langsung akan membentuk support system yang kuat untuk para ibu.
Setiap orang akan menjalankan perannya sebagai manusia dan hamba Allah secara optimal. Suami peduli dengan istri, pun menjalankan perannya sebagai wali sang anak dengan baik. Bukan hanya memenuhi kebutuhan harta (maaliyah), tetapi juga kebutuhan ruhiyah. Begitu pula orang lain di sekitar para ibu.
Kemudian yang paling berperan adalah negara. Negara hadir sebagai penjaga kesehatan mental manusia terutama ibu. Negara akan menaruh perhatian terhadap kesehatan mental masyarakat dengan memastikan bahwa akidah Islam menancap kuat melalui sistem pendidikan yang sejalan dengan mabda Islam.
Sementara itu, sistem pendidikan yang diterapkan berdasarkan kurikulum Islam dengan tujuan untuk melahirkan atau membentuk generasi yang berkepribadian Islam. Oleh karenanya, setiap orang yang mencapai usia baligh akan memiliki kecakapan ilmu dan mental yang baik untuk menjadi suami/istri/orang tua. Negara harus pula memastikan bahwa seluruh individu rakyat menjalani perannya sebagai hamba Allah dan makhluk sosial dengan sebaik-baiknya.
Wallahu a’lam. [CM/NA]