Oleh: Dinar Rizki Alfianisa
Sebagai seorang muslim, tolok ukur perbuatan adalah halal dan haram, bukan manfaat atau kepuasan jasmani semata. Islam sebagai sebuah ideologi telah sempurna memberikan aturan bagi manusia untuk menyelesaikan seluruh persoalan kehidupannya.
CemerlangMedia.Com — Judi, menjanjikan kemenangan.
Judi, menjanjikan kekayaan.
Bohong, kalaupun menang itu awal dari kekalahan.
Bohong, kalaupun kaya itu awal dari kemiskinan.
Lagu berjudul “Judi” yang diciptakan oleh Rhoma Irama ini sepertinya cocok sekali menggambarkan dampak buruk dari perilaku judi. Tidak pernah ada sejarahnya, dengan berjudi seseorang menjadi kaya raya. Semua itu tipu muslihat para bandar judi yang hanya menjadikan seseorang kecanduan bermain judi.
Parahnya, hari ini tren judi telah merajalela di masyarakat. Tidak hanya dilakukan secara langsung. Namun, kecanggihan teknologi hari ini menjadikan judi bisa dilakukan secara online yang dikenal dengan istilah judol atau judi online. Mulai dari orang biasa hingga pejabat negara kecanduan judi online. Pada Juni lalu saja, hasil penulusuran PPATK menemukan bahwa lebih dari 1.000 orang yang meliputi anggota DPR, DPRD, hingga pegawai sekretariat jenderal terjerat judi online.
Dilansir dari detikNews.com, sejak 2017 hingga September 2024, Kemenkominfo menyampaikan bahwa transaksi judi online telah menyentuh angka Rp600 triliun. Dampak yang dihasilkan dari perilaku judi juga tidak main-main, yaitu berupa kerugian finansial dan kerugian psikologi, seperti depresi hingga kasus pembunuhan, pelecehan, dan lain sebagainya (18-10-2024).
Bukan isapan jempol semata jika judol bisa merusak kehidupan. Iming-iming kemenangan, yang ada malah harta terkuras habis, seperti pernyataan Ustaz Denis Lim, seorang mantan bandar judi dalam podcastnya bersama Deni Sumargo di kanal YouTube. Seorang pemain judi tidak akan pernah bisa kaya dari judi karena judi itu sudah di-setting oleh bandar judi. Kalaupun menang, hanya sesekali dan itu adalah pancingan supaya mereka kecanduan bermain judi (03-02-2023).
Bagi mereka yang sudah kecanduan judi, kalau sudah kalah dan harta terkuras habis, maka tindak kejahatan pun jadi pembenaran demi dapat cuan, seperti menipu, menjambret, merampok, sampai membunuh. Belum lagi kehidupan rumah tangga, ikut jadi taruhan. Masih hangat terdengar tentang kasus seorang polisi wanita yang membakar hidup-hidup suaminya akibat kecanduan judi online (kompas.com, 13-06-2024).
Negara Tak Serius Tangani Judol
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk memberantas judol, di antaranya adalah dengan sosialisasi bahaya judol, pemberian bansos, membekukan akun-akun judol sampai pembentukan Satgas Judi Online. Namun, hal itu tidak memberi dampak signifikan bagi permasalahan ini, judi online tetap marak di negeri ini.
Dari sini masyarakat melihat bahwa negara tidak benar-benar serius mengatasi permasalahan judi ini. Pasalnya, upaya-upaya yang dilakukan tidaklah menyentuh akar masalah sesungguhnya, melainkan hanya upaya tambal sulam, masalah baru justru banyak muncul.
Maraknya judi bukanlah permasalahan individual saja, melainkan permasalahan sistem. Banyak alasan yang menjadikan seseorang bisa terjerumus melakukan perbuatan judi. Kebiasaan serta kecanduan judi yang dialami oleh masyarakat bukan sekadar faktor kemiskinan semata, tetapi juga gaya hidup hedonis yang mulai merebak di masyarakat dan menjadi salah satu pemicu terjadinya judi.
Tidak mengherankan ini terjadi pada masyarakat yang menganut sistem kapitalisme. Gaya hidup hedonis adalah hal yang niscaya terjadi. Sistem ini melahirkan manusia-manusia yang menjadikan kepuasan jasmani sebagai tolok ukur kebahagiaan dan tujuan hidup mereka.
Dengan memiliki cuan yang banyak, hidup mewah, flexing (pamer kekayaan) sana-sini, terkenal, viral, merupakan hasil yang harus bisa dicapai. Banyak sekali ditemui di media-media sosial perilaku masyarakat yang tidak pantas dilakukan demi mendapatkan penonton yang banyak, terkenal, dan ujung-ujungnya menghasilkan uang.
Ditambah lagi dengan asas sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan, membuat seorang individu buta akan aturan agama. Demi mendapatkan apa yang diinginkan, mereka tidak memedulikan halal dan haram. Apa pun dilakukan demi mendapatkan cuan sebanyak-banyaknya, salah satunya judi ini.
Islam Memandang
Dalam Islam, judi adalah perbuatan dosa, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an surah Al-Maidah ayat 90 yang artinya,
“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.”
Sebagai seorang muslim, tolok ukur perbuatan adalah halal dan haram, bukan manfaat atau kepuasan jasmani semata. Islam sebagai sebuah ideologi telah sempurna memberikan aturan bagi manusia untuk menyelesaikan seluruh persoalan kehidupannya.
Hadirnya negara sebagai pelaksana syariat Islam akan mampu menjamin kesejahteraan dan keamanan bagi rakyatnya. Bukan hal yang mustahil kesejahteraan akan terwujud dengan sistem ekonomi Islam yang mengelola harta milik negara dan umum sesuai syariat. Harta milik umum seperti sumber daya alam akan dikelola oleh negara untuk sebesar-besarnya kepentingan masyarakat. Haram hukumnya memberikan hak pengelolaan kepada pihak swasta maupun asing.
Melalui sistem pendidikan Islam akan terbentuk individu yang berkepribadian Islam dan menjadikan ketakwaan kepada Allah sebagai penjaga diri dari berbuat yang dilarang oleh agama, walaupun dalam keadaan sendirian. Takwa juga menjadikan individu bersifat qanaah dan tidak berfoya-foya. Hidup yang zuhud dan sederhana adalah gaya hidup masyarakat muslim. Wallahu a’lam. [CM/NA]