Oleh: Suyatminingsih, S.Sos.I.
CemerlangMedia.Com — Kondisi pendidikan saat ini sangat mengkhawatirkan. Generasi muda kerap tidak mengindahkan norma-norma agama. Apa yang mereka lakukan selalu berdasarkan kemauan diri, tanpa didasari pemahaman yang benar dan baik terkait sebab serta akibat yang akan terjadi.
Beberapa waktu lalu, terkuak berita yang mencoreng dunia pendidikan, terkait perbuatan asusila sepasang mahasiswa dari kampus negeri Islam di Surabaya. Pihak Rektorat UINSA pun melakukan investigasi mendalam sebagaimana dikonfirmasi oleh Prof. Abdul Muhid, Wakil Rektor III Universitas Negeri Islam Surabaya atau UINSA (cnnindonesia.com, 17-5-2024).
Sistem Pendidikan Bobrok
Ironi dunia pendidikan. Tindakan asusila dilakukan oleh mahasiswa yang notabenenya belajar di lembaga pendidikan berbasis Islam. Pendidikan agama yang menjadi standar penilaian positif bagi kehidupan manusia, kini mendapat penilaian yang negatif akibat kesalahan yang dilakukan oleh manusia karena didominasi oleh nafsu daripada akalnya.
Prof. Abdul Muhid menyampaikan bahwa kampus telah mempunyai kode etik mahasiswa, seperti pasal-pasal yang menyangkut pelanggaran mahasiswa, mulai dari diberi teguran hingga dikeluarkan atau DO (drop out) dari kampus. Akan tetapi, kode etik tersebut tidak diindahkan oleh pelaku tindak asusila, hingga kasus ini menjadi fakta baru bagaimana kualitas pendidikan dan pemahaman serta tanggung jawab seorang mahasiswa sebagai peserta didik.
Sebelumnya, tindakan asusila juga pernah terjadi di Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung, pelakunya adalah seorang dosen dan mahasiswinya (kemenag.go.id, 14-10-2023). Hal yang sama pun pernah terjadi di Universitas Islam Riau (UIR) saat pelaksanaan program pertukaran mahasiswa (riaumandiri.com, 27-10-2022).
Dengan kata lain, tindakan asusila di UINSA telah menambah sederet fakta bobroknya kualitas pendidikan di Indonesia. Beberapa fakta di atas adalah bukti bahwa pendidikan di Indonesia tidak mampu memberikan kontribusi terbaik dalam mencetak generasi muda menjadi intelektual beriman dan bertakwa.
Aturan agama dengan mudah dilanggar sehingga bukan hal yang aneh apabila kode etik kampus pun tidak diindahkan oleh mereka. Hal ini merupakan bukti atas aktualisasi bobroknya dunia pendidikan. Bagaimana bisa para intelektual muda yang mengemban pendidikan Islam, tetapi sama sekali tidak mencerminkan Islam.
Prestasi Sistem Kufur
Berbagai permasalahan pergaulan, baik di lingkungan kampus atau di masyarakat pada umumnya, bukanlah timbul dengan sendirinya. Akan tetapi, ada sistem yang memengaruhi proses pergaulan generasi, yaitu penerapan sistem kufur. Sistem tersebut hanya fokus pada kebebasan diri dan berpandangan pada kepuasan dunia (sementara).
Katakanlah sistem sekularisme dan liberalisme. Sekularisme adalah sistem yang memisahkan urusan kehidupan dunia dengan agama. Munculnya kasus tindak asusila hingga kejahatan seksual karena manusia tidak memahami bagaimana cara mengontrol nafsu syahwatnya dan tidak mengindahkan aturan pergaulan menurut agama.
Sementara liberalisme adalah sistem yang mendukung kebebasan diri dalam berekspresi, bertingkah laku, dan bersikap. Sistem ini menitikberatkan pada kemauan diri yang bebas tanpa ada aturan dari pihak lain. Alhasil, apa pun yang dilakukan adalah pure berasal dari diri dan tanpa memikirkan risiko yang dibawanya.
Sekularisme dan liberalisme dilahirkan oleh kapitalisme yang hanya fokus pada segala hal yang bersifat materi. Apabila dikaitkan dengan pendidikan dan pergaulan saat ini, kapitalismelah yang menjadi dasar penetapan aturan kehidupan. Meskipun mengenyam pendidikan di lembaga Islam, misalnya, UINSA, UIR, tetapi sistem pendidikannya adalah kapitalisme.
Oleh karena itu, buah yang dihasilkan dari penanaman pendidikan tersebut hanya merupakan hal yang sebatas materi. Mereka tidak paham tentang konsep kehidupan “siapa saya, dari mana saya, untuk apa saya diciptakan, dan ke mana setelah mati.” Alhasil, segala tindakan yang mereka lakukan, termasuk perilaku asusila lahir dari jiwa yang tidak mau dibatasi dan tidak mengaitkan kehidupannya dengan aturan agama, yang dituju adalah kepuasan semu.
Sistem Islam yang Terbaik
Islam sebagai agama yang rahmatan lil ’alamin mempunyai solusi menangani segala permasalahan kehidupan. Dalam dunia pendidikan, Islam menanamkan akidah sebagai fondasi keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt. sehingga mampu menjadi filter terhadap perbuatan atau tindakan yang hendak dilakukan oleh individu (manusia) atau kelompok.
Apabila terjadi suatu pelanggaran syarak, Islam mempunyai sanksi tegas, yaitu sebagai pencegah (zawajir) dan penebus (jawabir). Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya tindakan yang melanggar syarak terulang dan memberi efek jera serta terlaksa pula usaha penebusan dosa sebagai peringan hukuman (azab) di akhirat.
Terkait tindak asusila, sanksi yang tepat menurut Islam adalah didera atau dicambuk, sebagaimana firman Allah Swt.,
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhirat, hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.” (TQS An-Nuur: 2).
Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa sistem Islam lebih mumpuni dalam menangani dan mengatasi permasalahan kehidupan. Hal ini akan terwujud apabila tiga pilar kehidupan saling bersinergi, yaitu individu (keluarga) yang beriman dan bertakwa, masyarakat yang melakukan amar makruf nahi mungkar, dan negara yang menerapkan sistem Islam secara kafah.
Wallahu a’lam bisshawwab. [CM/NA]