Oleh: Hessy Elviyah, S.S.
(Kontributor Tetap CemerlangMedia.Com)
Pendidikan Islam memadukan antara ilmu kehidupan dan keimanan sehingga berdampak pada amal perbuatan. Melalui kurikulum Islam akan lahir generasi yang tinggi akhlaknya, cerdas akalnya, dan kuat imannya sehingga tidak mudah terpengaruh oleh kemaksiatan.
CemerlangMedia.Com — Generasi adalah penerus bangsa. Oleh karena itu, mereka harus dipersiapkan dengan baik dan benar agar bangsa ini lebih baik lagi. Semua elemen, mulai dari keluarga, masyarakat, dan negara harus berpadu untuk menciptakan lingkungan yang sehat agar tumbuh kembang generasi menjadi lebih baik.
Namun, belakangan ini, kondisi generasi muda sungguh memprihatinkan. Beberapa di antara mereka terjerumus ke dalam tindakan kriminal, tawuran, dan yang paling sering tersorot media adalah pergaulan bebas, seperti potongan wawancara di sosial media yang viral akhir-akhir ini.
Seorang pria mewawancarai gadis di akun Instagram @ramdany_eka3. Gadis itu menceritakan kenakalannya saat berpacaran, yaitu check in bersama pacarnya. Mirisnya, usia gadis itu masih 13 tahun.
Senada dengan hal tersebut, beberapa waktu lalu seorang dokter spesialis kandungan yang bertugas di Rumah Sakit Pelni Jakarta, Yulfa Rizki Anita menceritakan pengalamannya bertemu dengan pasien anak usia 10 tahun, tetapi sudah aktif secara seksual. Mirisnya, pasien tersebut mengaku ketagihan dan menganggap hal tersebut menyenangkan (Merdeka.com, 19-08-2024).
Sungguh, kondisi ini membuat orang tua ketar-ketir terhadap anaknya. Bagaimana kondisi ini tumbuh subur di tengah-tengah masyarakat mayoritas berpenduduk muslim?
Liberalisme-Sekularisme Biangnya
Pelaku zina makin hari makin belia. Kondisi miris ini terjadi seolah tanpa penanganan yang berarti. Pasalnya, mereka tidak segan-segan mempertontonkan atau mempublikasikan pernah melakukan kegiatan hina tersebut ke media sosial yang notabene bisa ditonton semua orang.
Layar media begitu masif memberitakan kemesraan para selebritis yang pacaran. Netizen pun sangat mengapresiasi pacaran yang merupakan gerbang zina tersebut. Netizen tidak sungkan pula merestui hubungan mereka hingga ada istilah ‘kawal sampai ke pelaminan’.
Jika pacaran saja sudah dinormalisasi sedemikian rupa, tidak heran jika zina terbuka lebar untuk siapa pun. Bahkan, anak “bau kencur” menjadi pelakunya. Sementara itu, tidak ada filter dari pilar-pilar kehidupan, seperti sekolah, orang tua, masyarakat, dan negara.
Sekolah hanya berfokus pada materi pelajaran. Sekolah yang seharusnya menjadi media untuk mencetak generasi rabbani nyatanya telah gagal menjalankan fungsinya. Sekolah seolah hanya menjadi pabrik pencetak buruh kerja sehingga generasi tidak dapat mengenali dirinya sebagai hamba Allah Swt.. Akibatnya, generasi krisis jati diri, mudah terpengaruh, dan terombang-ambing terbawa arus.
Di sisi lain, keluarga yang harusnya menjadi tempat berlindung teraman tidak lagi mampu membendung arus liberal. Kacaunya fungsi keluarga mengakibatkan anak kehilangan sosok orang tua. Orang tua mungkin ada, tetapi mereka tidak menunjukkan perannya sebagai orang tua.
Begitu pula masyarakat, lingkungan yang seharusnya menjadi kontrol sosial, hari ini sangat permisif. Istilah “asal bukan anak gue” seolah menjadi legitimasi untuk melakukan pembiaran terhadap kemaksiatan. Begitupun dengan istilah “privasi gue, gak usah ikut campur” menunjukkan sikap individualis yang antisosial, padahal dirinya merupakan bagian dari masyarakat.
Demikian juga negara yang seolah tidak menunjukkan keterlibatannya terhadap permasalahan generasi muda saat ini. Alih-alih mencarikan solusi atas maraknya pergaulan bebas, yang ada menambah persoalan baru, seperti Peraturan Pemerintah (PP) No. 28/2024 terkait aturan penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja. Hal ini menimbulkan kontroversi, sebab sangat berpotensi memicu seks bebas makin menjadi.
Namun, beginilah konsekuensi hidup di alam sekularisme-liberalisme. Jauh dari aturan agama akhirnya nabrak pembatas hingga bablas. Jika sudah begini, rusaklah generasi. Ini merupakan ancaman bagi kondisi bangsa ke depannya, sebab generasinya tak lagi dapat diandalkan.
Kembali pada Islam
Kondisi generasi yang jauh dari tuntutan agama memang sangat mengenaskan. Seolah tidak ada lagi yang dapat menolong mereka dari kubangan hitam kehidupan ini, padahal jika kembali kepada Islam, maka akan terbentuk generasi emas harapan bangsa.
Dalam Islam, generasi dibentuk dari berbagai aspek. Islam begitu menjaga generasi, sebab mereka penentu peradaban. Misalnya di bidang pendidikan, Islam menerapkan kurikulum yang menjadikan Islam sebagai pembentuk karakter dan kepribadian. Pendidikan Islam memadukan antara ilmu kehidupan dan keimanan sehingga berdampak pada amal perbuatan. Melalui kurikulum Islam akan lahir generasi yang tinggi akhlaknya, cerdas akalnya, dan kuat imannya sehingga tidak mudah terpengaruh oleh kemaksiatan.
Ditambah lagi, orang tua dalam sistem Islam senantiasa menjalankan fungsinya sebagai pendidik utama generasi. Terlebih seorang ibu, yakni sebagai ummun wa rabbatul bait. Islam tidak pernah merecoki fungsi ibu layaknya kapitalisme dengan mencari nafkah sampai meninggalkan kewajiban utamanya. Jadi, ibu hanya fokus untuk mendidik generasi.
Demikian pula masyarakat. Islam menyuburkan dakwah dalam masyarakat sehingga suasana saling menasihati akan kental dalam masyarakat Islam. Tidak ada istilah hidup sendiri-sendiri dalam Islam, sebab kaum muslimin adalah satu tubuh. Satu organ rusak, semua badan akan terasa sakit.
Begitu pula negara yang memegang peranan sangat penting dalam melindungi generasi. Negara mempunyai kekuasaan untuk memberi sanksi terhadap pelaku kemaksiatan, termasuk zina. Negara berkewajiban untuk menerapkan syariat secara kafah, termasuk segala sanksi hukumnya.
Allah Swt. dengan tegas menindak pelaku kemaksiatan zina dengan hukuman dera.
اَلزَّانِيَةُ وَالزَّانِيْ فَاجْلِدُوْا كُلَّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ ۖوَّلَا تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِيْ دِيْنِ اللّٰهِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۚ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَاۤىِٕفَةٌ مِّنَ الْمُؤْمِنِيْنَ ٢
“Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (melaksanakan) agama (hukum) Allah jika kamu beriman kepada Allah dan hari Kemudian. Hendaklah (pelaksanaan) hukuman atas mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang mukmin.” (QS An Nur: 2).
Sanksi tegas ini membuat jera para pelaku. Demikian pula dengan sanksi yang dipertontonkan kepada halayak. Ini bertujuan agar dapat dijadikan pelajaran untuk tidak melakukan tindakan zina.
Inilah bentuk ketegasan syariat sehingga dapat menghapus atau meminimalkan tindakan zina. Hukum Allah tidak pernah salah. Oleh karena itu, kembalilah kepada jalan Allah agar zina tidak makin memperburuk kondisi generasi. Insyaallah. Wallahu a’lam. [CM/NA]